Rupiah Bagaimana Sih? Seharian Menguat Malah Ditutup Stagnan!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 August 2019 16:08
Rupiah Bagaimana Sih? Seharian Menguat Malah Ditutup Stagnan!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Jelang penutupan pasar, performa rupiah mengendur sehingga dolar AS kembali menembus level Rp 14.200. 

Pada Senin (19/8/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.230 kala penutupan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah menguat 0,14%. Selepas itu, rupiah terus menguat hingga dolar AS mampu didorong ke bawah Rp 14.200. 


Namun jelang tutup lapak, rupiah malah melepas pedal gas. Akibatnya dolar AS lagi-lagi berhasil menembus kisaran Rp 14.200. 

Bahkan jelang penutupan pasar, rupiah sempat melemah tipis. Akhirnya rupiah finis di zona netral alias stagnan. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Sejak pagi hingga siang tadi, rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia. Akan tetapi karena agak mengendur jelang penutupan pasar, posisi rupiah melorot. 

Kini baht Thailand adalah mata uang terkuat di Benua Kuning. Ringgit Malaysia berada di posisi runner-up, dan dolar Hong Kong berada di peringkat tiga.

Rupiah? Nomor empat. Sayang sekali...
 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:07 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepanjang pekan lalu, rupiah sudah melemah 0,32%. Awalnya investor memanfaatkan situasi ini untuk 'menyerok' rupiah yang sudah murah. 

Namun, aksi borong itu ternyata tidak lama. Mungkin investor gatal untuk kembali melakukan ambil untung (profit taking) sehingga aksi jual membuat penguatan rupiah tergerus. 

Selain itu, data-data ekonomi terbaru di beberapa negara membuat investor kembali cemas. Thailand membukukan pertumbuhan ekonomi 2,3% year-on-year (YoY), laju terlemah sejak kuartal III-2014. 

 


Kemudian di Australia, laju inflasi pada Juli tercatat 1,4% YoY. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 1,6% YoY, dan menjadi laju paling lemah sejak Desember 2016. 

Harga produk perlengkapan rumah tangga di Negeri Kanguru pada Juli naik 0,9% YoY, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 1,2% YoY. Kemudian pengeluaran rekreasi naik 1,4% YoY, melambat dibandingkan Juni yaitu 1,7%. Sementara pengeluaran transportasi tidak tumbuh pada Juli setelah membukukan pertumbuhan 0,4% YoY pada Juni. 

 

Laju inflasi di Australia masih jauh di bawah target bank sentral yaitu 2-3% dalam jangka menengah. Artinya, ekonomi Australia masih kurang bergairah, ditandai dengan keengganan dunia untuk menaikkan harga karena kelesuan konsumsi. 


Kekhawatiran akan perlambatan ekonomi yang bisa berujung kepada resesi (amit-amit) sepertinya kembali menghinggapi benak pelaku pasar. Oleh karena itu, investor asing lagi-lagi bermain aman dengan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang termasuk Indonesia. 

Di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang menguat tetapi tipis saja di 0,16%. Investor asing membukukan jual bersih Rp 103,94 miliar.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular