Mr Trump Suka Labil, Harga Emas Masih Berpeluang Melesat

Putu Agus Pransuamitra & Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
19 August 2019 06:17
Mr Trump Suka Labil, Harga Emas Masih Berpeluang Melesat
Foto: Ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia pada penutupan perdagangan pekan lalu sempat stagnan. Tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China menahan reli emas, setelah sebelumnya pelaku pasar dikejutkan dengan ancaman resesi di Negeri Paman Sam tersebut.

Hingga akhir pekan lalu emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.519.64/troy ons, berdasarkan data investing.com.
Foto: investing.com


Melihat grafik harian tampak harga emas masih bergerak di atas rerata pergerakan (Moving Average/MA) MA 8 hari (garis biru), dan MA 21 hari (garis merah), dan atas MA 125 hari (garis hijau).


Indikator rerata pergerakan konvergen divergen (MACD) di wilayah positif dan bergerak naik, histogram juga di area positif namun bergerak menurun. Indikator ini masih memberikan gambaran peluang penguatan emas dalam jangka menengah.

Foto: investing.com


Pada time frame 1 jam, emas bergerak di kisaran MA 8 dan MA 21, tetapi masih di atas MA 125. Indikator stochastic bergerak turun dan mendekati wilayah jenuh jual (oversold).

Support terdekat di kisaran US$ 1.515, selama tidak menembus ke bawah level tersebut emas berpeluang kembali menguat menguji kembali resisten (tahanan atas) US$ 1.526.

Penembusan di atas resisten tersebut akan membuka peluang ke area US$ 1.530. Resisten selanjutnya berada di level US$ 1.536.

Sementara jika support ditembus, harga emas berpeluang turun ke US$ 1.508. Outlook emas dalam jangka pendek masih menguat selama tidak menembus US$ 1.508.

Namun mengingat harga emas masih "galau", jika level US$ 1.508 ditembus secara konsisten, emas berpotensi turun menguji level psikologis US$ 1.500.

Isu perang dagang yang saat ini mereda begitu juga dengan resesi membuat harga emas belum mampu melanjutkan kenaikan lagi. Dua isu ini masih akan mempengaruhi pergerakan harga emas ke depannya.


Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memberikan sinyal positif terkait negosiasi dagang dengan China.

"Sepengetahuan saya, pertemuan pada September masih terjadwal. Namun yang lebih penting dari pertemuan itu, kami (AS dan China) terus berkomunikasi melalui telepon. Pembicaraan kami sangat produktif," begitu ucapan Trump yang membuat pasar sedikit tenang, dikutip dari Reuters.

Asa damai dagang kembali menyeruak. Ada harapan perundingan dagang AS dan China di Washington pada awal September menuai hasil positif.

Namun, apa yang diutarakan oleh Trump tidak bisa dijadikan sentimen untuk jangka panjang. Sejarah menunjukkan apa yang dikatakan oleh Presiden AS ke-45 ini kerap berubah-ubah, sekarang memberikan asa damai dagang, besok bisa memberikan kecemasan eskalasi perang dagang.

Kemudian isu resesi mulai mereda setelah yield obligasi (Treasury) AS tenor 2 tahun dengan tenor 10 tahun sudah tidak lagi mengalami inversi.


Inversi merupakan keadaan di mana yield atau imbal hasil obligasi tenor pendek lebih tinggi daripada tenor panjang. Dalam situasi normal, yield obligasi tenor pendek seharusnya lebih rendah. Inversi menunjukkan bahwa risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang. Oleh karena itu, inversi kerap dikaitkan dengan pertanda resesi.

Namun, pergerakan yield Treasury itu dinamis, dan sewaktu-waktu bisa saja mengalami inversi lagi.

Isu perang dagang dan resesi yang mereda membuat harga emas rentan terkoreksi pada hari ini, tetapi tidak menutup kemungkinan kembali menguat mengingat kedua isu tersebut bisa berubah setiap saat.

Meski dalam jangka pendek harga emas terlihat "galau", tetapi untuk jangka panjang peluang berlanjutnya penguatan harga emas masih cukup besar melihat outlook pelonggaran moneter bank sentral global.

Kilau Emas Masih Mungkin Bersinar
[Gambas:Video CNBC]

Bank sentral melonggarkan kebijakan moneter guna menambah likuiditas di pasar. Harapannya saat likuiditas bertambah, roda perekonomian bergerak lebih kencang, rata-rata upah meningkat, belanja konsumen naik, dan pada akhirnya inflasi terkerek naik.

Nah, ketika ada ekspektasi percepatan laju inflasi, emas akan kembali diuntungkan akibat atribut yang dimiliki sebagai aset lindung nilai terhadap kenaikan harga-harga. Jumlahnya yang terbatas membuat emas menjadi instrumen lindung inflasi yang sempurna. Sementara itu, berdasarkan data Gold Hub, permintaan emas global pada kuartal II-2019 mencapai 1.123 ton, naik 8% dari periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Dengan demikian pada semester I-2019, permintaan emas global tembus 2.181,7 ton atau rekor tertinggi dalam 3 tahun terakhir.

Data Gold Hub mencatat, tingginya permintaan emas global salah satunya dipicu oleh kenaikan pembelian bank sentral yang mencapai rekor pembelian bersih lebih dari 224 ton emas khusus di kuartal II.

Dalam rilis informasi yang dikutip gold.org ini, disebutkan faktor utama yang mendorong permintaan emas global tinggi ialah ketidakstabilan geopolitik dan ekonomi dunia yang berlanjut dan ekspektasi suku bunga yang lebih rendah. Ini membuat kenaikan harga emas yang sudah terjadi pada Juni lalu terus berlanjut.
Ketika situasi belum kondusif, emas biasanya dijadikan aset safe haven alias aset lindung nilai. Pada perdagangan Jumat pagi (16/8/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) menguat 0,13% ke level US$ 1.533,2/troy ounce (setara dengan Rp 690.186/gram).

Tingginya permintaan ini mendorong total pembelian emas secara net di semester I-2019 mencapai 374,1 ton, tertinggi dalam 19 tahun terakhir secarakuartalan."Pembelian kembali [emas] terjadi di beberapa negara, sebagian besar pasar negara berkembang," tulis laporan Gold Hub yang mengutip data World Gold Council.

Selain ditopang bank sentral, kenaikan permintaan emas juga didukung dengan investor yang memburu Exchange Traded Fund (ETF) emas pada paruh pertama 2019.
Kepemilikan ETF yang beraset dasar emas (gold-backed ETFs) tumbuh 67,2 ton di kuartal II-2019 ke level tertinggi dalam 6 tahun terakhir menjadi 2.548 ton. ETF adalah instrumen investasi yang bisa diperdagangkan di bursa.

Sebagai perbandingan, situs gold.org mengutip World Gold Council menunjukkan bahwa permintaan emas gobal meningkat 4% pada 2018 dibandingkan 2017. Permintaan emas pada 2018 mencapai 4.345,1 ton, naik dari 4.159.9 ton pada 2017.

Kenaikan ini terutama karena pembelian dari bank sentral yang mencapai 651,5 ton tahun lalu. Permintaan paling tinggi emas global tahun lalu terjadi pada kuartal 4 sebesar 112,4 ton, seiring dengan pembelian aset ini untuk underlying ETF.

Adapun pembelian emas batangan dan koin naik pada paruh kedua 2018 yakni naik 4% menjadi 1.090,2 ton. Permintaan emas untuk perhiasan dalam setahun penuh mencapai 2.200 ton meski di kuartal 4 mulai kehilangan tenaga.
(hps/hps) Next Article Harga Emas Tertatih untuk Bangkit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular