Gawat! Harga Batu Bara Anjlok dan Terendah Dalam 3 Tahun

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
16 August 2019 11:29
Harga batu bara acuan global, Newcastle jatuh ke titik terendah dalam 3 tahun.
Foto: Tambang batubara Tarrawonga Whitehaven Coal di Boggabri, New South Wales, Australia. (Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan global, Newcastle jatuh ke titik terendah dalam 3 tahun.

Pada sesi perdagangan hari Kamis (15/8/2019), harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman September anjlok 4,23% ke level 65,7 dan merupakan level terendah sejak 6 Agustus 2016.

Sehari sebelumnya, harga batu bara juga terperosok sedalam 1,86%. Bahkan dalam sembilan hari perdagangan terakhir, batu bara hanya menguat satu kali, yaitu sebesar 0,43% pada hari Selasa (13/8/2019).





Isu perlambatan ekonomi global masih menjadi faktor utama yang membebani harga si batu legam.

Kemarin, yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) tenor 2 tahun ada di level 1,974%. Sementara yang bertenor 10 tahun sebesar 1,5826%. Dari data tersebut terlihat bahwa yield obligasi jangka pendek (2 tahun) lebih tinggi ketimbang jangka panjang (10 tahun), atau biasa disebut dengan inversi.

Ini adalah inversi pertama untuk dua tenor tersebut sejak Juni 2007. Pelaku pasar membaca fenomena tersebut sebagai sinyal-sinyal resesi. Benar saja, tidak lama berselang, tepatnya pada tahun 2008, terjadi krisis keuangan global.

Bahkan berdasarkan catatan sejarah, dari lima kali resesi yang terjadi di AS, seluruhnya didahului oleh inversi yield obligasi pemerintah AS tenor 2 dan 10 tahun.

Sebagai informasi, resesi merupakan kondisi di mana pertumbuhan ekonomi negatif alias terkontraksi untuk dua kuartal berturut-turut pada tahun yang sama.

Memang, hari ini inversi tersebut sudah tidak terjadi. Namun pelaku pasar masih berjaga-jaga karena banyak perkembangan yang juga tak bagus.

Salah satunya adalah perang dagang AS-China yang masih tidak pasti.

Presiden AS, Donald Trump, kembali mengeluarkan pernyataan yang tidak terlalu positif terkait perang dagang.

"China, jujur saja, ingin sekali membuat kesepakatan (dagang). Namun kesepakatan itu harus sesuai dengan persyaratan kami. Kalau tidak, apa gunanya?" tegas Trump, seperti dikutip dari Reuters.

Kali ini Trump juga menyinggung permasalahan demonstrasi di Hong Kong dan membawanya ke pusaran perang dagang. Trump seakan memasukkan permasalahan Hong Kong ke dalam 'syarat' kesepakatan dagang dengan AS.

"China tentu ingin membuat kesepakatan. Namun biarkan mereka bekerja secara manusiawi di Hong Kong terlebih dulu. Saya tidak punya keraguan bahwa Presiden Xi ingin menyelesaikan masalah Hong Kong dengan cepat dan manusiawi. Pertemuan personal?" tulis Trump melalui akun Twitter pribadinya.

Sementara itu, pada hari Kamis (15/8/2019), pemerintah China telah berkomitmen untuk memberikan balasan atas tarif baru yang akan diberikan AS untuk produk asal China.

Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Keuangan China mengatakan bahwa tarif yang akan dikenakan AS merupakan pelanggaran terhadap hasil pertemuan Presiden China, Xi Jinping, pada KTT G20 akhir Juni silam, yaitu menyelesaikan sengketa dengan negosiasi, dikutip dari Reuters.

Sebagaimana yang telah diketahui, sebelumnya Trump mengancam akan memberikan tarif 10% terhadap produk impor asal China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September 2019.

Namun belakangan, Trump menunda pengenaan tarif tersebut hingga 15 Desember 2019 atas alasan hari raya Natal. Dirinya ingin menjaga tingkat konsumsi yang biasanya memuncak menjelang Natal.

Namun, hingga kini nasib perang dagang masih tak pasti. Dengan Trump yang seringkali mengeluarkan pernyataan secara spontan melalui Twitter, pelaku pasar diliputi hawa ketidakpastian yang tinggi.


Jika perang dagang terus berlarut-larut dan tereskalasi, maka resesi ekonomi global hanya tinggal menunggu waktu, seperti yang juga diprediksi beberapa analis termasuk dari Bank Goldman Sach.

Pertumbuhan ekonomi global seringkali bergerak searah dengan pertumbuhan permintaan energi, termasuk batu bara.

Kala ekonomi melambat, atau bahkan terkontraksi, maka permintaan energi juga akan terpangkas.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(taa/taa) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular