
Ternyata Ini Penyebab Harga Batu Bara Amblas: Oversupply!
tahir saleh, CNBC Indonesia
15 August 2019 15:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mengungkapkan salah satu faktor utama mengapa harga batu bara global masih rendah ialah kelebihan produksi sehingga pasokan berlebih (oversupply).
Selain itu, ada kekhawatiran produksi baru bara di Indonesia bisa lebih dari target tahun ini sehingga makin menambah suplai batu bara di tengah stagnannya permintan komoditas energi ini.
"Produksi ada kekhawatiran lebih banyak, berlebih. Concern kami di harga batu bara, target produksi 489 juta ton tahun ini, data di semester awal, ada kekhawatiran realisasi produksi 2019 akan lebih besar dari target," kata Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif APBI, dalam talkshow di CNBC Indonesia, Kamis (15/8/2019).
"Ada kemungkinan bisa [produksi] 500 juta ton [tahun ini], mungkin sama atau mendekati 2018," kata Hendra lagi.
Tahun lalu, data Kementerian ESDM mencatat realisasi produksi batu bara sebesar 557 juta ton, naik 15% dari target 2018 yang sebesar 485 juta ton. Dari 557 juta ton tersebut, sebanyak 115 juta ton adalah realisasi penjualan domestik dari target 121 juta ton, sedangkan untuk ekspor realisasinya 442 juta ton dari target 364 juta ton.
Tahun ini, pemerintah telah menyetujui besaran produksi batu bara sebesar 489,13 juta ton di 2019. Hingga awal Agustus, produksi mencapai 237,55 juta ton, atau 48,51% dari target produksi tahun ini yang mencapai 489 juta ton.
Adapun harga batu bara sudah anjlok parah setelah terpapar ancaman resesi ekonomi global. Rilis data ekonomi yang buruk dari beberapa negara besar membuat risiko perekonomian semakin nyata.
Pada penutupan sesi perdagangan Rabu kemarin (14/8/2019), harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman September amblas 1,86% menjadi US$ 68,6/metrik ton. Ini merupakan posisi terendah sejak 28 Juni 2019 atau lebih dari satu bulan yang lalu. Sehari sebelumnya, harga batu bara menguat tipis sebesar 0,43%.
Hendra menegaskan dalam beberapa tahun terakhir, ada kecenderungan permintaan batu bara stagnan selama periode 2018-2019.
Dia menjelaskan jumlah batu bara di global thermal market tahun lalu berkisar di angka 1 miliar ton. Artinya, sekitar 40% perdagangan batu bara internasional berasal dari Indonesia.
"Harga kecenderungan turun, pasar batu bara beberapa tahun terakhir oversupply, demand stagnan 2018 2019. 1 miliar ton [supply pasar], kita sendiri 420 juta ton ekspor, jadi 40% global coal dari Indonesia, sementara realisasi produksi tinggi, oversupply dan dibanjiri produksi Indonesia dan ini akan menekan harga lagi, cenderung turun [harga batu bara] meski sempat naik Juli."
Simak kondisi batu bara saat ini, oversupply.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/gub) Next Article Ini Sebab Harga Batu Bara Merosot ke Level US$ 88,85/Ton
Selain itu, ada kekhawatiran produksi baru bara di Indonesia bisa lebih dari target tahun ini sehingga makin menambah suplai batu bara di tengah stagnannya permintan komoditas energi ini.
"Produksi ada kekhawatiran lebih banyak, berlebih. Concern kami di harga batu bara, target produksi 489 juta ton tahun ini, data di semester awal, ada kekhawatiran realisasi produksi 2019 akan lebih besar dari target," kata Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif APBI, dalam talkshow di CNBC Indonesia, Kamis (15/8/2019).
"Ada kemungkinan bisa [produksi] 500 juta ton [tahun ini], mungkin sama atau mendekati 2018," kata Hendra lagi.
Tahun lalu, data Kementerian ESDM mencatat realisasi produksi batu bara sebesar 557 juta ton, naik 15% dari target 2018 yang sebesar 485 juta ton. Dari 557 juta ton tersebut, sebanyak 115 juta ton adalah realisasi penjualan domestik dari target 121 juta ton, sedangkan untuk ekspor realisasinya 442 juta ton dari target 364 juta ton.
Tahun ini, pemerintah telah menyetujui besaran produksi batu bara sebesar 489,13 juta ton di 2019. Hingga awal Agustus, produksi mencapai 237,55 juta ton, atau 48,51% dari target produksi tahun ini yang mencapai 489 juta ton.
Adapun harga batu bara sudah anjlok parah setelah terpapar ancaman resesi ekonomi global. Rilis data ekonomi yang buruk dari beberapa negara besar membuat risiko perekonomian semakin nyata.
Pada penutupan sesi perdagangan Rabu kemarin (14/8/2019), harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman September amblas 1,86% menjadi US$ 68,6/metrik ton. Ini merupakan posisi terendah sejak 28 Juni 2019 atau lebih dari satu bulan yang lalu. Sehari sebelumnya, harga batu bara menguat tipis sebesar 0,43%.
Hendra menegaskan dalam beberapa tahun terakhir, ada kecenderungan permintaan batu bara stagnan selama periode 2018-2019.
"Harga kecenderungan turun, pasar batu bara beberapa tahun terakhir oversupply, demand stagnan 2018 2019. 1 miliar ton [supply pasar], kita sendiri 420 juta ton ekspor, jadi 40% global coal dari Indonesia, sementara realisasi produksi tinggi, oversupply dan dibanjiri produksi Indonesia dan ini akan menekan harga lagi, cenderung turun [harga batu bara] meski sempat naik Juli."
Simak kondisi batu bara saat ini, oversupply.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/gub) Next Article Ini Sebab Harga Batu Bara Merosot ke Level US$ 88,85/Ton
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular