Kacau! AS Diproyeksikan Resesi, IHSG Babak Belur

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 August 2019 09:47
Kacau! AS Diproyeksikan Resesi, IHSG Babak Belur
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari ini dengan koreksi yang begitu dalam, yakni sebesar 1,19%. Pada pukul 09:30 WIB, koreksi yang dibukukan indeks saham acuan di Indonesia tersebut adalah sebesar 0,85% ke level 6.212,28.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei ambruk 1,37%, indeks Shanghai anjlok 1,11%, indeks Hang Seng turun 0,67%, dan indeks Straits Times terkoreksi 1,43%. Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham Korea Selatan diliburkan seiring dengan peringatan Liberation Day.

Sinyal resesi yang digaungkan oleh pasar obligasi AS membuat pelaku pasar melego saham-saham di Benua Kuning. Pada perdagangan kemarin (14/8/2019), imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 2 tahun sempat melampaui yield obligasi AS tenor 10 tahun. Fenomena ini disebut sebagai inversi.

Inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield obligasi tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko ketimbang tenor pendek.

Jika berkaca kepada sejarah, inversi pada yield obligasi tenor 2 dan 10 tahun merupakan pertanda datangnya resesi di AS. Kali terakhir inversi pada yield obligasi tenor 2 dan 10 tahun terjadi adalah pada akhir tahun 2005. Dua tahun setelahnya, AS mengalami resesi yang dipicu oleh krisis subprime mortgage.

Lebih lanjut, damai dagang AS-China yang belum jelas juga membuat saham-saham di Asia dilepas investor.

Pada hari Selasa waktu setempat (13/8/2019), Kantor Perwakilan Dagang AS mengumumkan bahwa pihaknya akan menghapus beberapa produk dari daftar produk impor asal China yang akan dikenakan bea masuk baru pada awal bulan depan.

Kantor Perwakilan Dagang AS dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa keputusan ini dilandasi oleh alasan "kesehatan, keselamatan, keamanan nasional, dan faktor-faktor lainnya", dilansir dari CNBC International.

Lebih lanjut, pengenaan bea masuk baru senilai 10% untuk berbagai produk lainnya yang sejatinya akan mulai berlaku efektif pada awal September diputuskan ditunda hingga 15 Desember. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.

Seperti yang diketahui, pada awal bulan ini Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini sejatinya akan mulai berlaku pada tanggal 1 September, sebelum kemudian AS merubah keputusannya. Trump kala itu juga menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump pada awal bulan ini.

Hingga kini, pihak China belum merespons etikat baik yang ditunjukkan oleh AS.

BERLANJUT KE HALAMAN 2
Dari dalam negeri, pelaku pasar dibuat grogi dalam menantikan rilis data perdagangan internasional Indonesia pada pukul 11:00 WIB.

Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memproyeksikan bahwa ekspor jatuh 11,59% secara tahunan, sementara impor diramal ambruk hingga 19,38%. Lantas, neraca dagang diproyeksikan membukukan defisit senilai US$ 384,5 juta.

Rilis data perdagangan internasional periode Juli 2019 menjadi sangat penting lantaran akan mempengaruhi posisi transaksi berjalan pada kuartal III-2019. Pada Juli 2018, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 2,01 miliar, sementara defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) pada kuartal III-2019 tercatat sebesar 3,3% dari PDB.

Jika ternyata neraca dagang Indonesia membukukan defisit yang lebih dalam dari ekspektasi pada periode Juli 2019, maka akan ada kekhawatiran bahwa transaksi berjalan akan kembali membengkak pada kuartal III-2019.

Jika ini yang terjadi, rupiah tentu akan tertekan. Mengantisipasi hal tersebut, investor melakukan aksi jual di pasar saham tanah air.

Untuk diketahui, pada kuartal II-2019 Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa CAD menembus level 3% dari PDB, tepatnya 3,04%. Padahal pada kuartal I-2019, CAD hanya berada di level 2,6% dari PDB. Secara nominal, CAD pada kuartal II-2019 adalah senilai US$ 8,44 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular