Di-Tackle Mata Uang Negeri Lionel Messi, Rupiah Terlemah Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 August 2019 12:03
Di-Tackle Mata Uang Negeri Lionel Messi, Rupiah Terlemah Asia
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. 

Pada Selasa (13/8/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.285. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah tetapi hanya 0,07%. Seiring perjalanan, rupiah kian lemah dan dolar AS mendekati Rp 14.300. 

Sebenarnya bukan cuma rupiah yang melemah. Sebagian besar mata uang utama Asia juga terdepresiasi di hadapan greenback. Namun, pelemahan 0,28% membuat rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia.  

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 12:03 WIB: 



Rupiah sepertinya terpapar sentimen negatif dari anjloknya peso Argentina. Pada perdagangan kemarin, peso jatuh dengan pelemahan 15,26% di hadapan dolar AS dan menyentuh posisi terlemah sepanjang sejarah. 


Faktor domestik menjadi penyebab peso ambruk begitu rupa. Kejatuhan peso disebabkan oleh kekalahan calon petahana (incumbent) Pemilu 2019, Presiden Mauricio Macri, yang sepertinya sudah di depan mata.  

Dalam perhitungan suara awal, Macri hanya memperoleh sekitar 32%. Jauh di belakang kandidat oposisi Alberto Fernandez yang meraih 47%. 

Macri adalah pemimpin yang pro pasar. Di bawah kepemimpinannya, Argentina dibawa keluar dari krisis pada tahun lalu meski dibayar dengan harga yang lumayan mahal.  
Macri meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF). Selain utangan, IMF juga menyarankan Macri untuk melakukan pengetatan anggaran. Pos-pos seperti subsidi dipangkas agar fiskal lebih sehat. 

Baca:
Argentina Umumkan Penghematan Anggaran 2019

Namun dengan kemungkinan Macri tidak terpilih lagi, Argentina bisa kembali ke rezim populis yang mengabaikan reformasi fiskal. Investor cemas pengganti Fernandez tidak terlalu ramah terhadap pasar sehingga bisa kembali membuat Negeri Lionel Messi terjerembab dalam krisis. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Akibat amblasnya peso, kini pelaku pasar mulai memantau perkembangan mata uang negara berkembang lainnya. Salah satu yang disorot adalah kekuatan fundamental penyokong nilai tukar, yaitu keseimbangan eksternal yang dicerminkan dalam neraca pembayaran khususnya di pos transaksi berjalan. 

Malangnya, fundamental rupiah bisa dibilang kurang kokoh. Bank Indonesia (BI) melaporkan data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2019 yang membukukan defisit US$ 1,98 miliar. Padahal pada kuartal sebelumnya terjadi surplus US$ 2,42 miliar. 

Sementara di pos yang menjadi sorotan utama, yaitu transaksi berjalan (current account), terjadi defisit US$ 8,44 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 6,97 miliar (2,6% PDB). 

Defisit NPI menandakan arus devisa di perekonomian nasional seret, lebih banyak yang keluar ketimbang yang masuk. Apalagi kemudian devisa jangka panjang dari ekspor barang dan jasa, yang dicerminkan dari transaksi berjalan, mengalami defisit yang lebih parah. 


Oleh karena itu, pasar menemukan alasan untuk 'menghukum' rupiah. Selama transaksi berjalan masih defisit, rupiah memang rentan 'digoyang' ketika ada sentimen negatif dari luar seperti hari ini. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular