
'Hantu' CAD Tak Seram-seram Amat, Rupiah Terbaik Kedua Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 August 2019 16:11

Hebat. Rupiah tetap bisa menguat meski ada sentimen negatif yang membayangi. Sentimen itu adalah rilis data NPI kuartal II-2019.
Pada kuartal II-2019, NPI membukukan defisit US$ 1,98 miliar. Padahal pada kuartal sebelumnya, NPI mampu menorehkan surplus US$ 2,42 miliar.
Sementara di pos yang menjadi sorotan utama, yaitu transaksi berjalan (current account), terjadi defisit US$ 8,44 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 6,97 miliar (2,6% PDB).
Defisit NPI menandakan arus devisa di perekonomian nasional seret, lebih banyak yang keluar ketimbang yang masuk. Apalagi kemudian devisa jangka panjang dari ekspor barang dan jasa, yang dicerminkan dari transaksi berjalan, mengalami defisit yang lebih parah.
Semestinya ini menjadi sentimen negatif yang tidak main-main bagi rupiah. Tanpa bantalan devisa yang memadai, rupiah sulit untuk stabil. Bahkan kemungkinan melemah cukup besar.
Akan tetapi, sepertinya pasar keuangan Indonesia imun terhadap sentimen ini. Pertama, mungkin investor sudah memasukkan faktor defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang memburuk ke dalam perhitungan mereka. Istilahnya sudah priced in.
Kedua, meski transaksi berjalan terus defisit, pelaku pasar bisa jadi berharap pasokan devisa dari kamar sebelah, yaitu transaksi modal dan finansial, akan tinggi ke depannya. Ini bukan harapan kosong, karena memang ada potensi arus modal tetap akan deras masuk ke pasar keuangan Indonesia.
Dalam dua hari terakhir, sudah empat bank sentral yang menurunkan suku bunga acuan yaitu Selandia Baru, India, Thailand, dan Filipina. Tidak hanya di negara-negara tetangga, bahkan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) diperkirakan kembali menurunkan suku bunga acuan bulan depan.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan 18 September adalah 76,5%. Sementara peluang penurunan 50 bps adalah 23,5%.
Situasi ini membuat berinvestasi di Indonesia semakin menguntungkan, terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi yang sensitif terhadap suku bunga. Imbal hasil (yield) obligasi di negara-negara tersebut akan terus turun, sehingga pasar obligasi Indonesia semakin seksi.
Saat ini, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun adalah 7,327%. Sementara yield instrumen serupa di India adalah 6,43%, Thailand 1,52%, Filipina 4,465%, dan Selandia Baru 1,11%. Sementara US Treasury Bond tenor 10 tahun punya yield 1,7086%.
Jadi, berinvestasi di Indonesia sangat menarik, cuan gede. Tidak hanya cuan, investasi juga aman seiring kenaikan peringkat utang (rating) Indonesia dari Standard and Poor's dari BBB- menjadi BBB yang diberikan pada akhir Mei lalu.
Baca:
S&P Upgrade Rating RI, Siap-siap Kebanjiran Dana Asing
Oleh karena itu, transaksi berjalan boleh masih defisit. Pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa mungkin masih seret. Namun dari kamar sebelah, transaksi modal dan finansial, sepertinya pasokan devisa masih deras setidaknya dalam waktu dekat. Ini membuat prospek rupiah masih cerah sehingga menarik untuk dikoleksi.
Defisit transaksi berjalan boleh saja menjadi hantu di perekonomian nasional. Namun hari ini, hantu tersebut ternyata tidak seram-seram amat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pada kuartal II-2019, NPI membukukan defisit US$ 1,98 miliar. Padahal pada kuartal sebelumnya, NPI mampu menorehkan surplus US$ 2,42 miliar.
Sementara di pos yang menjadi sorotan utama, yaitu transaksi berjalan (current account), terjadi defisit US$ 8,44 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 6,97 miliar (2,6% PDB).
Defisit NPI menandakan arus devisa di perekonomian nasional seret, lebih banyak yang keluar ketimbang yang masuk. Apalagi kemudian devisa jangka panjang dari ekspor barang dan jasa, yang dicerminkan dari transaksi berjalan, mengalami defisit yang lebih parah.
Semestinya ini menjadi sentimen negatif yang tidak main-main bagi rupiah. Tanpa bantalan devisa yang memadai, rupiah sulit untuk stabil. Bahkan kemungkinan melemah cukup besar.
Akan tetapi, sepertinya pasar keuangan Indonesia imun terhadap sentimen ini. Pertama, mungkin investor sudah memasukkan faktor defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang memburuk ke dalam perhitungan mereka. Istilahnya sudah priced in.
Kedua, meski transaksi berjalan terus defisit, pelaku pasar bisa jadi berharap pasokan devisa dari kamar sebelah, yaitu transaksi modal dan finansial, akan tinggi ke depannya. Ini bukan harapan kosong, karena memang ada potensi arus modal tetap akan deras masuk ke pasar keuangan Indonesia.
Dalam dua hari terakhir, sudah empat bank sentral yang menurunkan suku bunga acuan yaitu Selandia Baru, India, Thailand, dan Filipina. Tidak hanya di negara-negara tetangga, bahkan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) diperkirakan kembali menurunkan suku bunga acuan bulan depan.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan 18 September adalah 76,5%. Sementara peluang penurunan 50 bps adalah 23,5%.
Situasi ini membuat berinvestasi di Indonesia semakin menguntungkan, terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi yang sensitif terhadap suku bunga. Imbal hasil (yield) obligasi di negara-negara tersebut akan terus turun, sehingga pasar obligasi Indonesia semakin seksi.
Saat ini, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun adalah 7,327%. Sementara yield instrumen serupa di India adalah 6,43%, Thailand 1,52%, Filipina 4,465%, dan Selandia Baru 1,11%. Sementara US Treasury Bond tenor 10 tahun punya yield 1,7086%.
Jadi, berinvestasi di Indonesia sangat menarik, cuan gede. Tidak hanya cuan, investasi juga aman seiring kenaikan peringkat utang (rating) Indonesia dari Standard and Poor's dari BBB- menjadi BBB yang diberikan pada akhir Mei lalu.
Baca:
S&P Upgrade Rating RI, Siap-siap Kebanjiran Dana Asing
Oleh karena itu, transaksi berjalan boleh masih defisit. Pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa mungkin masih seret. Namun dari kamar sebelah, transaksi modal dan finansial, sepertinya pasokan devisa masih deras setidaknya dalam waktu dekat. Ini membuat prospek rupiah masih cerah sehingga menarik untuk dikoleksi.
Defisit transaksi berjalan boleh saja menjadi hantu di perekonomian nasional. Namun hari ini, hantu tersebut ternyata tidak seram-seram amat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular