
Nyaris Seharian Loyo, Rupiah Finis Sebagai Juara Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 August 2019 16:19

Kalau begitu, apa yang membuat rupiah mampu menguat. Setidaknya ada tiga faktor.
Pertama, rupiah memang punya tenaga untuk technical rebound. Sebelumnya, rupiah sudah melemah selama empat hari beruntun. Selama periode tersebut, pelemahan rupiah mencapai kisaran 2%.
Artinya, rupiah sudah murah. Rupiah yang sudah murah ini tentu mengundang minat pelaku pasar.
Kedua, sepertinya Bank Indonesia (BI) masih aktif 'mengawal' rupiah. Intervensi bank sentral di pasar valas dan obligasi tampaknya mampu mengentaskan rupiah dari zona merah.
Kehadiran BI terlihat di pasar Non-Deliverable Forwards (DNDF). Kurs dolar AS di pasar tersebut masih bergerak sampai jelang lapak ditutup, pertanda pasar sedang aktif karena 'guyuran' dari MH Thamrin.
Berikut kurs Domestic NDF (DNDF) pukul 15:53 WIB:
Selain di pasar valas, BI juga tampak serius menjaga rupiah di pasar obligasi negara. Pada pukul 15:52 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri 10 tahun turun lumayan tajam yaitu 8,4 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan, yang kemungkinan besar datang dari BI.
Ketiga, rupiah terbantu oleh keputusan bank sentral dua negara Asia yang menurunkan suku bunga acuan. Bank Sentral India (RBI) menurunkan suku bunga acuan 35 bps ke 5,4%. Lebih dalam ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu penurunan 25 bps.
Kemudian Bank Sentral Thailand (BoT) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 1,5%. Ini di luar ekspektasi, karena pelaku pasar memperkirakan suku bunga dipertahankan di 1,75%. Penurunan ini menjadi yang pertama sejak 2015.
Penurunan suku bunga acuan di India dan Thailand, yang juga berstatus sebagai negara berkembang, menguntungkan Indonesia. Sebab, berinvestasi di Indonesia bisa mendatangkan cuan lebih oke. Ketika suku bunga acuan turun, imbalan investasi (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) akan ikut melorot.
Pada pukul 15:53 WIB, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 7,583%. Lebih tinggi ketimbang instrumen serupa di India (6,383%) dan Thailand (1,61%).
Tren suku bunga acuan yang turun membuat Indonesia menjadi lebih seksi di mata investor. Saat imbalan investasi di negara-negara lain semakin rendah, Indonesia kian mencolok karena mampu memberikan cuan tinggi.
Potensi cuan ini membawa arus modal masuk ke Indonesia. Aliran modal masuk kemudian membawa rupiah ke zona hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pertama, rupiah memang punya tenaga untuk technical rebound. Sebelumnya, rupiah sudah melemah selama empat hari beruntun. Selama periode tersebut, pelemahan rupiah mencapai kisaran 2%.
Artinya, rupiah sudah murah. Rupiah yang sudah murah ini tentu mengundang minat pelaku pasar.
Kedua, sepertinya Bank Indonesia (BI) masih aktif 'mengawal' rupiah. Intervensi bank sentral di pasar valas dan obligasi tampaknya mampu mengentaskan rupiah dari zona merah.
Kehadiran BI terlihat di pasar Non-Deliverable Forwards (DNDF). Kurs dolar AS di pasar tersebut masih bergerak sampai jelang lapak ditutup, pertanda pasar sedang aktif karena 'guyuran' dari MH Thamrin.
Berikut kurs Domestic NDF (DNDF) pukul 15:53 WIB:
Periode | Kurs |
1 Bulan | Rp 14.264 |
3 Bulan | Rp 14.340 |
Selain di pasar valas, BI juga tampak serius menjaga rupiah di pasar obligasi negara. Pada pukul 15:52 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri 10 tahun turun lumayan tajam yaitu 8,4 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan, yang kemungkinan besar datang dari BI.
Ketiga, rupiah terbantu oleh keputusan bank sentral dua negara Asia yang menurunkan suku bunga acuan. Bank Sentral India (RBI) menurunkan suku bunga acuan 35 bps ke 5,4%. Lebih dalam ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu penurunan 25 bps.
Kemudian Bank Sentral Thailand (BoT) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 1,5%. Ini di luar ekspektasi, karena pelaku pasar memperkirakan suku bunga dipertahankan di 1,75%. Penurunan ini menjadi yang pertama sejak 2015.
Penurunan suku bunga acuan di India dan Thailand, yang juga berstatus sebagai negara berkembang, menguntungkan Indonesia. Sebab, berinvestasi di Indonesia bisa mendatangkan cuan lebih oke. Ketika suku bunga acuan turun, imbalan investasi (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) akan ikut melorot.
Pada pukul 15:53 WIB, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 7,583%. Lebih tinggi ketimbang instrumen serupa di India (6,383%) dan Thailand (1,61%).
Tren suku bunga acuan yang turun membuat Indonesia menjadi lebih seksi di mata investor. Saat imbalan investasi di negara-negara lain semakin rendah, Indonesia kian mencolok karena mampu memberikan cuan tinggi.
Potensi cuan ini membawa arus modal masuk ke Indonesia. Aliran modal masuk kemudian membawa rupiah ke zona hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular