Nyaris Seharian Loyo, Rupiah Finis Sebagai Juara Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 August 2019 16:19
Nyaris Seharian Loyo, Rupiah Finis Sebagai Juara Asia!
Ilustrasi Rupiah (REUTERS / Beawiharta)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Namun perjalanan rupiah agak berliku, sempat melemah lumayan lama. 

Pada Rabu (7/8/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.225 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,25% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sebenarnya menguat 0,07%. Namun itu tidak lama, rupiah terpeleset ke zona merah dan bertahan di sana hingga lepas tengah hari. 


Perlahan tetapi pasti, nasib rupiah berubah. Depresiasi rupiah terus menipis, habis, dan akhirnya mata uang Tanah Air berhasil kembali menempati jalur hijau. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 


Rupiah beruntung, karena mayoritas mata uang utama Asia masih melemah terhadap dolar AS. Selain rupiah, hanya rupee India, yen Jepang, dan ringgit Malaysia yang mampu menguat. 

Hebatnya lagi, rupiah (bersama rupee) menjadi mata uang terkuat di Asia. Impresif untuk mata uang yang menghabiskan sebagian besar hari di teritori depresiasi. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16: WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Hari ini sentimen yang beredar agak mixed. Di satu sisi, investor melihat upaya China untuk meredam depresiasi yuan.  

Bank Sentral China (PBoC) menegaskan Negeri Tirai Bambu tidak menggunakan mata uang sebagai instrumen untuk mendongkrak perdagangan. Ya, isu yuan memang hangat sejak awal pekan ini karena ada tudingan China memanipulasi nilai mata uang tersebut. 

Selepas Presiden AS Donald Trump mengungkapkan rencana untuk mengenakan bea masuk 10% bagi impor produk China senilai US$ 300 miliar, China seakan membalas dengan melemahkan yuan. Ketika yuan lemah, harga produk made in China akan lebih murah di pasar ekspor sehingga bisa meningkatkan ekspor. 

Kemarin, Kementerian Keuangan AS menegaskan bakal melaporkan hal ini ke Dana Moneter Internasional (IMF). China dituduh sebagai manipulator kurs. 

Namun, hari ini investor melihat China berupaya untuk menstabilkan nilai tukar yuan. Mengutip Reuters, bank-bank milik pemerintah di China aktif mengguyur valas di pasar sehingga yuan tidak selemah awal pekan ini. 

Perkembangan ini membuat pelaku pasar mulai lega. Sebab, risiko perang dagang yang 'naik kelas' menjadi perang mata uang memudar. 


Apalagi ada pernyataan adem dari Washington. Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menyatakan AS masih menantikan kedatangan delegasi China untuk melakukan dialog dagang awal bulan depan. 

"Beliau (Presiden Trump) ingin membuat kesepakatan dan melanjutkan negosiasi. Harus ada dua orang untuk menari tango," kata Kudlow dalam wawancara dengan CNBC International. 

Bahkan Kudlow mengungkapkan AS siap untuk mengkaji ulang kebijakan bea masuk jika dialog dagang dengan China membuahkan hasil yang memuaskan. "Situasi bisa berubah mengenai kebijakan bea masuk. Bapak Presiden terbuka terhadap perubahan, jika pembicaraan dengan China positif," paparnya. 

Perkembangan ini menunjukkan bahwa harapan damai dagang AS-China masih terjaga. Walau jalan menuju ke sana masih panjang, tetapi setidaknya ditapaki. 

Namun di sisi lain, ternyata yuan masih melemah. Di perdagangan pasar spot, yuan masih diperdagangkan di kisaran CNY 7/US$. 

Jadi, ada kemungkinan investor juga melihat China tidak terlalu serius dalam stabilisasi nilai tukar yuan. Ini membuat investor bertanya-tanya, sehingga belum berani terlalu agresif. Akibatnya, mayoritas mata uang utama Asia masih melemah.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Kalau begitu, apa yang membuat rupiah mampu menguat. Setidaknya ada tiga faktor. 

Pertama, rupiah memang punya tenaga untuk technical rebound. Sebelumnya, rupiah sudah melemah selama empat hari beruntun. Selama periode tersebut, pelemahan rupiah mencapai kisaran 2%. 

Artinya, rupiah sudah murah. Rupiah yang sudah murah ini tentu mengundang minat pelaku pasar. 

Kedua, sepertinya Bank Indonesia (BI) masih aktif 'mengawal' rupiah. Intervensi bank sentral di pasar valas dan obligasi tampaknya mampu mengentaskan rupiah dari zona merah. 

Kehadiran BI terlihat di pasar Non-Deliverable Forwards (DNDF). Kurs dolar AS di pasar tersebut masih bergerak sampai jelang lapak ditutup, pertanda pasar sedang aktif karena 'guyuran' dari MH Thamrin.

Berikut kurs Domestic NDF (DNDF) pukul 15:53 WIB:  

Periode

Kurs

1 Bulan

Rp 14.264

3 Bulan

Rp 14.340

                                               
Selain di pasar valas, BI juga tampak serius menjaga rupiah di pasar obligasi negara. Pada pukul 15:52 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri 10 tahun turun lumayan tajam yaitu 8,4 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan, yang kemungkinan besar datang dari BI. 

Ketiga, rupiah terbantu oleh keputusan bank sentral dua negara Asia yang menurunkan suku bunga acuan. Bank Sentral India (RBI) menurunkan suku bunga acuan 35 bps ke 5,4%. Lebih dalam ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu penurunan 25 bps. 

Kemudian Bank Sentral Thailand (BoT) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 1,5%. Ini di luar ekspektasi, karena pelaku pasar memperkirakan suku bunga dipertahankan di 1,75%. Penurunan ini menjadi yang pertama sejak 2015. 

Penurunan suku bunga acuan di India dan Thailand, yang juga berstatus sebagai negara berkembang, menguntungkan Indonesia. Sebab, berinvestasi di Indonesia bisa mendatangkan cuan lebih oke. Ketika suku bunga acuan turun, imbalan investasi (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) akan ikut melorot. 

Pada pukul 15:53 WIB, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 7,583%. Lebih tinggi ketimbang instrumen serupa di India (6,383%) dan Thailand (1,61%). 

Tren suku bunga acuan yang turun membuat Indonesia menjadi lebih seksi di mata investor. Saat imbalan investasi di negara-negara lain semakin rendah, Indonesia kian mencolok karena mampu memberikan cuan tinggi. 

Potensi cuan ini membawa arus modal masuk ke Indonesia. Aliran modal masuk kemudian membawa rupiah ke zona hijau.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular