Bos Astra Agro: 2019 Periode Terburuk 10 Tahun Terakhir

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
06 August 2019 18:23
Kejatuhan harga CPO membuat 2019 sebagai periode terburuk yang pernah dicatat perseroan.
Foto: Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk. Santosa (CNBC Indonesia/Houtmand P Saragih)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja kurang memuaskan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) pada paruh pertama tahun 2019 menjadi catatan tersendiri bagi produsen minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari Grup Astra. Kejatuhan harga CPO membuat 2019 sebagai periode terburuk yang pernah dicatat perseroan.

"Tahun ini bisa dibilang tahun terburuk dalam 10 tahun terakhir," ungkap Presiden Direktur Astra Agro, Santosa, saat wawancara khusus dengan CNBC Indonesia di kantor Astra Agro Lestari, Pulogadung, Jakarta, Selasa (6/8/2019).

Santosa menyebutkan, harga komoditas sawit mentah rentan bergejolak memang menjadi faktor krusial karena tidak bisa dikendalikan manajamen. Hal ini, kata Santosa, diperparah dengan sentimen negatif seperti perang dagang Amerika Serikat dan China serta dampak kampanye negatif sawit di Uni Eropa.
"Semua di dunia sekarang perang dagang, Indonesia produk unggulan-nya kelapa sawit. Industri ini berpengaruh terhadap tenaga kerja dan ekonomi di tingkat akar rumput," kata dia menambahkan.

Selain itu, menurut Santoso, produsen minyak sawit domestik mengalami tekanan sepanjang semester I-2019 karena disebabkan oleh mekanisme pasar yang menentukan terbentuknya harga berdasarkan supply and demand.

Dengan stok minyak nabati dunia yang melimpah akibat produksi yang sangat tinggi semester lalu menyebabkan harga CPO anjlok.

Mengacu laporan keuangan perusahaan dengan kode saham AALI ini, perseroan membukukan pendapatan Rp 8,53 triliun pada semester I-2019, turun 5,49% menjadi Rp 9,02 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Penurunan paling besar dicatatkan oleh segmen usaha inti sawit dan turunannya yang anjlok 29,97% YoY menjadi Rp 706,65 miliar. Kemudian, segmen usaha yang menyumbang kontribusi paling besar (90,69%), yaitu minyak sawit mentah (dan turunannya) juga mencatatkan kontraksi 2,32% YoY menjadi Rp 7,73 triliun.

Pos beban pokok penjualan tumbuh 5,8% YoY menjadi Rp 7,8 triliun dikarenakan peningkatan biaya penggunaan bahan baku dan pengolahan, serta biaya penyusutan.

Kenaikan pos beban pokok pendapatan mengakibatkan laba kotor AALI anjlok hingga 55,84% menjadi hanya Rp 729,16 miliar, dari sebelumnya Rp 1,65 triliun di semester pertama tahun lalu.

Sementara itu, laba bersih perusahaan terjun bebas dengan mencatatkan penurunan hingga 94,24% YoY menjadi Rp 43,72 miliar dari Rp 783,91 miliar. Alhasil, AALI hanya mampu mencatatkan marjin bersih sebesar 0,51%, dari sebelumnya sebesar 8,69%.

[Gambas:Video CNBC]
(hps/hps) Next Article CPO Sedang Suram, Apakah Astra Agro akan PHK Karyawan?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular