
Setelah Anjlok Lebih dari 3%, Harga Minyak Mulai Bangkit
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
06 August 2019 10:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia berbalik arah menguat setelah anjlok lebih dari 3%. Pada perdagangan hari Selasa (6/8/2019) pukul 09:30 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober menguat 0,85% ke level US$ 60,32/barel.
Sementara harga minyak light sweet (West Texas Intermediate/WTI) naik 0,82% menjadi US$ 55,14/barel.
Sehari sebelumnya (5/8/2019) harga minyak Brent dan WTI anjlok masing-masing sebesar 3,36% dan 1,74%. Bahkan harga Brent ditutup di bawah level psikologis US$ 60/barel kemarin. Minyak Brent untuk patokan pasar Asia dan Eropa, sementara WTI untuk pasar Amerika.
Penguatan harga pada hari ini kemungkinan adalah rebound teknikal, yang sedikit mendapat dorongan dari ketegangan di Timur Tengah.
Pasalnya, perhatian pelaku pasar saat ini masih terfokus pada eskalasi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.
Seperti yang telah diketahui, Presiden AS, Donald Trump, telah mengumumkan akan mengenakan bea impor sebesar 10% atas produk asal China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September 2019.
Sesuai dugaan, China pun akhirnya mengonfirmasi serangan balasan terhadap keputusan tersebut.
Juru bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal negaranya telah menghentikan pembelian produk-produk agrikultur asal AS, seperti dikutip dari Reuters.
China merupakan salah satu pembeli terbesar produk-produk agrikultur AS. Bila pembelian tersebut terhenti, maka akan ada banyak petani AS yang terkena dampaknya.
Perkembangan dari perang dagang ini kemungkinan akan terus menyeret perekonomian global sehingga semakin melambat.
Di pasar minyak mentah, pertumbuhan ekonomi global memiliki perang yang sangat penting karena akan menentukan tingkat permintaan. Ada hubungan searah antara pertumbuhan permintaan energi (termasuk minyak) terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Artinya ketika ekonomi global melambat, pertumbuhan permintaan minyak juga akan mengikuti. Dalam kondisi pasokan tidak dikurangi, pelemahan permintaan akan menyebabkan penurunan harga, seperti yang terjadi kemarin.
Kini, sentimen positif perlahan-lahan mulai mempengaruhi penguatan harga minyak.
Sebuah survey yang dilakukan Reuters memprediksi inventori minyak AS untuk minggu yang berakhir pada 2 Agustus 2019 berkurang sebanyak 3,3 juta barel. Jika benar, itu akan menjadi penurunan stok minyak AS yang kedelapan secara berturut-turut.
Penurunan stok di saat permintaan sedang lesu dapat memberi angin segar bagi pasar minyak dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Ada Sinyal Baik dari AS, Harga Minyak Rebound!
Sementara harga minyak light sweet (West Texas Intermediate/WTI) naik 0,82% menjadi US$ 55,14/barel.
Sehari sebelumnya (5/8/2019) harga minyak Brent dan WTI anjlok masing-masing sebesar 3,36% dan 1,74%. Bahkan harga Brent ditutup di bawah level psikologis US$ 60/barel kemarin. Minyak Brent untuk patokan pasar Asia dan Eropa, sementara WTI untuk pasar Amerika.
Penguatan harga pada hari ini kemungkinan adalah rebound teknikal, yang sedikit mendapat dorongan dari ketegangan di Timur Tengah.
Pasalnya, perhatian pelaku pasar saat ini masih terfokus pada eskalasi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.
Seperti yang telah diketahui, Presiden AS, Donald Trump, telah mengumumkan akan mengenakan bea impor sebesar 10% atas produk asal China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September 2019.
Sesuai dugaan, China pun akhirnya mengonfirmasi serangan balasan terhadap keputusan tersebut.
Juru bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal negaranya telah menghentikan pembelian produk-produk agrikultur asal AS, seperti dikutip dari Reuters.
China merupakan salah satu pembeli terbesar produk-produk agrikultur AS. Bila pembelian tersebut terhenti, maka akan ada banyak petani AS yang terkena dampaknya.
Perkembangan dari perang dagang ini kemungkinan akan terus menyeret perekonomian global sehingga semakin melambat.
Di pasar minyak mentah, pertumbuhan ekonomi global memiliki perang yang sangat penting karena akan menentukan tingkat permintaan. Ada hubungan searah antara pertumbuhan permintaan energi (termasuk minyak) terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Artinya ketika ekonomi global melambat, pertumbuhan permintaan minyak juga akan mengikuti. Dalam kondisi pasokan tidak dikurangi, pelemahan permintaan akan menyebabkan penurunan harga, seperti yang terjadi kemarin.
Kini, sentimen positif perlahan-lahan mulai mempengaruhi penguatan harga minyak.
Sebuah survey yang dilakukan Reuters memprediksi inventori minyak AS untuk minggu yang berakhir pada 2 Agustus 2019 berkurang sebanyak 3,3 juta barel. Jika benar, itu akan menjadi penurunan stok minyak AS yang kedelapan secara berturut-turut.
Penurunan stok di saat permintaan sedang lesu dapat memberi angin segar bagi pasar minyak dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Ada Sinyal Baik dari AS, Harga Minyak Rebound!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular