Setelah Yuan, Siapa Lagi Calon 'Peserta' Perang Mata Uang?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 August 2019 13:43
Setelah Yuan, Siapa Lagi Calon 'Peserta' Perang Mata Uang?
Ilustrasi Yuan China dan Dolar AS (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar yuan China secara mengejutkan melemah tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin. Ada kecurigaan bahwa yuan sengaja dilemahkan untuk mendongkrak kinerja ekspor Negeri Tirai Bambu. 

Pada Selasa (6/8/2019), Bank Sentral China (PBoC) mematok kurs tengah yuan di CNY 6,9225/US$. Namun yuan diperdagangkan di CNY 7,0514/US$ di pasar spot pada pukul 13:24 WIB.




AS menuding China sebagai manipulator kurs. Kementerian Keuangan AS akan melaporkan kelakuan China ke Dana Moneter Internasional (IMF).

"Saya pikir ini jelas balasan," ujar Claudio Piron, Analis Bank of America Merrill Lynch Global Research, sebagaimana dikutip dari CNBC International. China membalas karena AS berencana mengenakan bea masuk 10% untuk impor produk China senilai US$ 300 miliar, berlaku 1 September.

Depresiasi nilai tukar secara sengaja hanya bisa dilakukan oleh bank sentral. Jika bank sentral lainnya dengan sengaja membuat nilai tukarnya melemah untuk mendapat keunggulan kompetitif, maka akan terjadi perang mata uang secara global.

Presiden AS Donald Trump sebelumnya berkali-kali menggerutu akibat kuatnya nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama lainnya, yang membuat AS kalah dalam perdagangan internasional dan mencatat defisit neraca dagang yang raksasa. Data terbaru dari Departemen Perdagangan AS menunjukkan defisit neraca dagang sebesar US$ 55,2 miliar pada Juni.


Trump bahkan 'mencolek' Bank Sentral AS, The Federal Reserve/The Fed. Mungkin ini merupakan kode keras agar The Fed turun gelanggang untuk meredam penguatan greenback.

"China menjatuhkan nilai mata uangnya ke titik nyaris terlemah sepanjang sejarah. Ini disebut manipulasi kurs. Apakah Anda mendengar ini, Federal Reserve? Pelanggaran besar ini justru akan melemahkan China," cuit Presiden AS Donald Trump, seperti biasa, di Twitter.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Kala The Fed menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) pekan lalu dan mengindikasikan tidak akan agresif dalam memangkas suku bunga, dolar AS langsung menguat tajam. Yen Jepang berada di level terlemah dalam dua bulan ,sementara euro di level terlemah sejak 16 Mei 2017

Namun kini arah angin sudah berubah. Dalam tiga hari terakhir, yen menguat signifikan dan mencapai titik terkuat sejak April 2018. 

Penguatan yen membuat Kementerian Keuangan Jepang, Bank Sentral Jepang (BoJ), serta Otoritas Jasa Keuangan (FSA) Jepang mengadakan pertemuan dadakan untuk membahas pergerakan yen yang dikatakan membuat gugup pasar finansial. Pertemuan ini menghasilkan pernyataan "siap bertindak jika yen terus menguat".


Setali tiga uang, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) tentunya juga bersiap untuk bertindak jika euro terus menguat. Dalam tiga hari terakhir, mata uang Benua Biru menguat 1,16%.

Gubernur ECB Mario Draghi sudah pernah 'disentil' oleh Trump setelah dirinya mengumumkan akan menggelontorkan stimulus moneter, yang membuat kurs euro melemah tajam melawan dolar AS pada pertengahan Juni lalu. 

Setelah Yuan, Siapa Lagi Yang Bisa Ikut Perang Mata Uang? Foto: Cuitan Presiden Trump Menyerang Mario Draghi
Sumber: CNBC International

Jika yen dan euro juga 'dilemahkan', maka bersiaplah menyaksikan semakin banyak 'peserta' perang mata uang 


TIM RISET CNBC INDONESIA 


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular