Waspada! Dikelilingi Sentimen Negatif, IHSG Bisa ke 6.000

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
05 August 2019 15:51
Investor asing ikut memperperah koreksi IHSG hari ini karena sejumlah sentimen dari dalam maupun luar negeri.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) benar-benar terpuruk pada perdagangan hari ini, Senin (5/8/2019). Investor asing ikut memperparah koreksi IHSG dengan melakukan jual bersih (net sell) karena sejumlah sentimen dari dalam maupun luar negeri.

Senior Analis Kresna Sekuritas Franky Riyandi Rivan menjelaskan salah satu sentimen yang mendorong IHSG lebih dari 2% yaitu tekanan terhadap busa saham Asia yang hari mayoritas merah.

Perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang makin memanas membuat bursa saham Asia ambruk. Kicauan Presiden AS Donald Trump di Twitter masih sukses dalam memantik aksi jual dengan intensitas yang besar di bursa saham Benua Kuning.

Pada hari Kamis (1/8/2019), Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

China pun panas dan angkat bicara terkait dengan serangan terbaru dari Trump. Beijing menyebut bahwa pihaknya tak akan tinggal diam menghadapi "pemerasan" yang dilakukan AS, serta memperingatkan akan adanya serangan balasan.

"Jika AS benar mengeksekusi bea masuk tersebut maka China harus meluncurkan kebijakan balasan yang diperlukan guna melindungi kepentingan-kepentingan kami yang mendasar," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari Reuters
"Pertama kita lihat dari regional emang sudah bleeding juga responding recent trade wars issue," kata Franky.

Lalu, lanjut Franky, rilis angka pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) tak memberikan memberikan kejutan.

"GDP growth memang in-line saja dengan ekspektasi, oleh karena tidak ada yang meredam peningkatan risiko di pasar saat ini," tambah Franky.


BPS mencatat ekonomi Indonesia kuartal II-2019 sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY). Walaupun sesuai ekspektasi, pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%.

Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi masyarakat Indonesia, sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.


Franky memperkirakan IHSG berpotensi ke level 6.000 sebagai level terendah. "We are looking at 6.000 level to re-test," kata Franky.

Dalam situasi seperti ini, investor disarankan untuk melirik saham-saham berkarakter defensif dengan beta kecil. "Kita masih pick ke defensive companies yang beta nya kecil seperti BBCA, PWON dan GGRM," tambah Franky.

Jelang penutupan perdagangan hari ini, investor asing tercatat melakukan net sell senilai Rp 859,5 miliar di semua pasar.

Sementara itu, Kepala Riset Mirae Aset Sekuritas Hariyanto Wijaya juga menjelaskan alasan yang sama. Penurunan IHSG lebih dari 2% disejalan dengan koreksi di bursa saham regional.

Selain itu, tambah Hariyanto, investor kecewa dengan kinerja keuangan emiten semester I-2019 yang kurang memuaskan. "Earnings Indonesian listed companies kurang bagus di pada kuartal II 2019" jelas Hariyanto.

Lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2019 yang tetap di level 5,05% semakin berat untuk mencapai target pertumbuhan 2019 pada angka 5,2%.


(hps/tas) Next Article Melesat Hampir 2%, IHSG jadi Raja di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular