
Meski The Fed Bikin Kecewa, IHSG Masih Berani ke Zona Hijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 August 2019 09:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari ini dengan pelemahan tipis 0,08% ke level 6.385,26. Namun tak lama kemudian, IHSG berhasil membalikkan keadaan. Pada pukul 09:40 WIB, IHSG ditransaksikan menguat 0,09% ke level 6.396,26.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,08%, indeks Straits Times menguat 0,19%, dan indeks Kospi bertambah 0,2%.
Sejatinya, ada sentimen negatif bagi bursa saham Benua Kuning yang datang dari hasil pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS. Pada dini hari tadi, The Fed mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 25 bps menjadi 2%-2,25%, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam. Keputusan The Fed kali ini sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar.
Melansir CNBC International, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan dengan dasar adanya dampak negatif dari perkembangan ekonomi dunia bagi prospek perekonomian, serta rendahnya tekanan inflasi.
Dalam rilis resminya, The Fed membuka pintu pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut dengan mengatakan bahwa pihaknya akan "bertindak sebagaimana mestinya untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi".
Namun, yang menjadi masalah adalah kala Jerome Powell selaku Gubernur The Fed menggelar konferensi pers. Dalam konferesi pers, Powell menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada dini hari tadi hanyalah sebuah "penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment".
Powell menjelaskan bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
"Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif," kata Powell, dilansir dari CNBC International.
"Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat."
Padahal, sebelumnya pelaku pasar berharap bahwa The Fed akan mengeluarkan pernyataan yang begitu dovish. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 31 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed tak akan lagi memangkas tingkat suku bunga acuan hingga akhir tahun berada di level 43,2%. Padahal sehari sebelumnya (sebelum hasil pertemuan The Fed diumumkan), probabilitasnya hanya sebesar 12,9%. Pelaku pasar sebelumnya berharap bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak satu atau dua kali lagi hingga akhir tahun.
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan oleh The Fed akan membuat perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing. Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Rilis data ekonomi China yang relatif menggembirakan sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Pada pagi hari ini, Manufacturing PMI China versi Caixin periode Juli 2019 diumumkan di level 49,9. Memang, angkanya masih berada di bawah 50 yang berarti aktivitas manufaktur pada bulan Juli mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan bulan Juli. Namun, Manufacturing PMI China berada di atas konsensus yang sebesar 49,6, seperti dilansir dari Trading Economics.
BERJALNJUT KE HALAMAN DUA
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,08%, indeks Straits Times menguat 0,19%, dan indeks Kospi bertambah 0,2%.
Sejatinya, ada sentimen negatif bagi bursa saham Benua Kuning yang datang dari hasil pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS. Pada dini hari tadi, The Fed mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 25 bps menjadi 2%-2,25%, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam. Keputusan The Fed kali ini sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar.
Dalam rilis resminya, The Fed membuka pintu pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut dengan mengatakan bahwa pihaknya akan "bertindak sebagaimana mestinya untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi".
Namun, yang menjadi masalah adalah kala Jerome Powell selaku Gubernur The Fed menggelar konferensi pers. Dalam konferesi pers, Powell menyebut bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada dini hari tadi hanyalah sebuah "penyesuaian di pertengahan siklus/midcycle adjustment".
Powell menjelaskan bahwa The Fed tidaklah sedang memulai era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan.
"Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif," kata Powell, dilansir dari CNBC International.
"Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat."
Padahal, sebelumnya pelaku pasar berharap bahwa The Fed akan mengeluarkan pernyataan yang begitu dovish. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 31 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed tak akan lagi memangkas tingkat suku bunga acuan hingga akhir tahun berada di level 43,2%. Padahal sehari sebelumnya (sebelum hasil pertemuan The Fed diumumkan), probabilitasnya hanya sebesar 12,9%. Pelaku pasar sebelumnya berharap bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak satu atau dua kali lagi hingga akhir tahun.
Dikhawatirkan, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang signifikan oleh The Fed akan membuat perekonomian AS mengalami yang namanya hard landing. Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Rilis data ekonomi China yang relatif menggembirakan sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Pada pagi hari ini, Manufacturing PMI China versi Caixin periode Juli 2019 diumumkan di level 49,9. Memang, angkanya masih berada di bawah 50 yang berarti aktivitas manufaktur pada bulan Juli mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan bulan Juli. Namun, Manufacturing PMI China berada di atas konsensus yang sebesar 49,6, seperti dilansir dari Trading Economics.
BERJALNJUT KE HALAMAN DUA
Next Page
Faktor Domestik Mendukung
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular