Tak Jadi Melemah, tapi Rupiah Terburuk Kedua di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 July 2019 17:38
Tak Jadi Melemah, tapi Rupiah Terburuk Kedua di Asia
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indoensia - Mata uang Rupiah mengakhiri perdagangan Selasa (30/7/19) di level 14.015 per dolar Amerika Serikat (AS) atau flat dibandingkan penutupan perdagangan awal pekan kemarin.

Meski mampu keluar dari zona merah, Mata Uang Garuda berada di posisi buncit kedua di "liga" mata uang Asia, hanya lebih baik dari ringgit Malaysia yang melemah 0,12%.

Sejak perdagangan dibuka pukul 08:00 WIB, rupiah sudah masuk ke zona merah, hingga mencapai level terlemah hari ini pada 14.035/US$ sekitar satu jam berikutnya. Pelan tapi pasti, rupiah berhasil memangkas pelemahan tersebut bahkan sempat mencicipi penguatan tipis ke 14.010/US$ selepas tengah hari.



Rupiah mampu memangkas pelemahan setelah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merilis angka realisasi investasi kuartal-II 2019.

Pada tiga bulan kedua tahun ini, realisasi penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI) tumbuh 9,61% secara tahunan (year-on-year/YoY), menandai pertumbuhan pertama dalam lima kuartal. Dalam empat kuartal sebelumnya, realisasi PMA selalu jatuh secara tahunan.

Bagi Indonesia, PMA masih memberi kontribusi lebih besar dibandingkan dengan PMDN (penanaman modal dalam negeri). Di atas kertas, pertumbuhan PMA  yang signifikan akan lebih berdampak terhadap perekonomian ketimbang pertumbuhan PMDN.





Selepas rilis data investasi tersebut, pelan tapi pasti rupiah berhasil memangkas pelemahan usai rilis realisasi PMA tersebut bahkan sempat mencicipi penguatan tipis ke 14.010/US$ selepas tengah hari.

Namun pada akhirnya, rupiah kembali masuk zona merah dan mengakhiri perdagangan dengan mendatar di level 14.015/US$.

Penggerak utama perdagangan mata uang pada hari ini tetap pengumuman suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia). Tidak hanya hari ini, bahkan sepanjang pekan ini suku bunga The Fed akan terus menjadi headline.

Berlanjut Halaman 2 >>>

The Fed dipastikan memangkas suku bunga pekan ini, tercermin dari probabilitas di piranti FedWatch milik CME Group. Data pukul 16:30 WIB menunjukkan pasar melihat ada probabilitas 73,9% The Fed akan memangkas suku bunga 25 bps menjadi 2%-2,225%, dan probabilitas sebesar 26,1% suku bunga dipangkas 50 bps menjadi 1,75%-2%.

Jika ditotal, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas (baik itu 25 bps maupun 50 bps) sudah mencapai 100%, yang berarti pelaku pasar melihat suku bunga pasti akan dipangkas, tinggal realisasi besarannya saja.

Pemangkasan suku bunga 25 bps terlihat sudah priced in atau sudah ditakar oleh pelaku pasar, sehingga pergerakan mata uang Asia baik yang menguat ataupun melemah tidak terlalu besar. 



Pemangkasan 50 bps akan menjadi kejutan, tapi kemungkinan terjadinya kecil. Yang paling menjadi pertanyaan pelaku pasar adalah berada kali The Fed akan memangkas suku bunga di tahun ini. 

Sampai saat ini pelaku pasar melihat The Fed berpeluang memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini, yakni di pekan ini, di bulan September, dan satu lagi Desember, dengan masing-masing sebesar 25 basis poin (bps). 

Hal tersebut tercermin di piranti FedWatch milik CME Group yang menunjukkan probabilitas suku bunga The Fed sebesar 1,5%-1,75% di bulan Desember sebesar 38% berdasarkan data sore ini. Persentase tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan probabilitas suku bunga lainnya.

Meski demikian, hawa-hawa The Fed tidak akan agresif mulai bermunculan. 

Sedikit memberikan gambaran, European Central Bank (ECB) pada pekan lalu tidak terlalu dovish dan kemungkinan tidak akan ada pemangkasan suku bunga yang banyak serta program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) jika ada jumlahnya tidak terlalu besar. 



Hal senada diungkapkan Bank of Japan (BOJ) pagi tadi. BOJ masih mempertahankan kebijakan moneternya, dan menyatakan tidak akan ragu untuk menambah stimulus jika kondisi ekonomi memburuk. Pernyataan ini masih sama dengan sebelumnya, sementara pelaku pasar mengharapkan BOJ akan memberikan gambaran akan stimulus akan digelontorkan. 

Dengan kondisi ekonomi zona euro dan Jepang yang tidak lebih baik dari AS, ECB dan BOJ mengambil sikap yang tidak terlalu dovish

Kondisi ekonomi AS cukup bagus, pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2019 meski melambat namun masih lebih tinggi dari prediksi pelaku pasar. 
Hal tersebut membuat peluang The Fed memangkas suku bunga kurang dari tiga kali menguat. Belum lagi pandangan dari Ketua The Fed sebelum Powell, yakni Janet Yellen. 

"Saya pikir terkait dengan risikonya (pelambatan ekonomi), saya cenderung untuk memangkas (suku bunga) sedikit. Saya tidak melihat ini sebagai awal dari siklus pelonggaran moneter, kecuali terjadi perubahan kondisi ekonomi" kata Yellen, sebagaimana dikutip CNBC International.

Dengan belum adanya gambaran jelas berapa kali bank sentral paling powerful di dunia ini akan memangkas suku bunganya, kemana arah rupiah masih agak buram, enggan menguat melemah tak mau. 

TIM RISET CNBC INDONESIA



(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular