
Pertemuan The Fed Bikin Dag-Dig-Dug, Bursa Asia Berguguran
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 July 2019 16:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak menutup perdagangan pertama di pekan ini, Senin (29/7/2019) di zona merah.
Indeks Nikkei turun 0,19%, indeks Shanghai melemah 0,12%, indeks Hang Seng jatuh 1,03%, indeks Straits Times terkoreksi 0,52%, dan indeks Kospi berkurang 1,78%.
Pelaku pasar grogi dalam menantikan hasil dari pertemuan Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS yang akan digelar pada tanggal 30 dan 31 Juli waktu setempat.
Sekedar mengingatkan, probabilitas The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps (basis poin) pada pekan ini sempat meroket ke atas 50%.
Belum lama ini, John Williams selaku New York Federal Reserve President mengatakan bahwa The Fed perlu untuk "bertindak cepat" di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.
"Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana," kata Williams.
Kini, ekspektasi yang ada justru adalah The Fed hanya akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 29 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan pekan ini adalah sebesar 78,1%.
Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas hingga 50 bps berada di level 21,9%.
Sebelumnya, Tim Riset CNBC Indonesia juga memproyeksikan bahwa tingkat suku bunga acuan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps oleh The Fed dalam pertemuan pekan ini.
Salah satu alasannya adalah pasar tenaga kerja AS yang sedang bergairah. Untuk diketahui, dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuan, The Fed memperhatikan dua indikator utama yakni inflasi dan pasar tenaga kerja.
Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi ada di level 2%.
Untuk data teranyar yakni periode Mei 2019, Core PCE price index tercatat hanya tumbuh sebesar 1,6% YoY, sangat jauh di bawah target The Fed.
Sementara itu, berbicara mengenai pasar tenaga kerja, pada bulan Juni data resmi dari pemerintah AS mencatat bahwa tercipta sebanyak 224.000 lapangan pekerjaan (sektor non-pertanian), jauh mengalahkan konsensus yang sebanyak 162.000 saja, seperti dilansir dari Forex Factory.
Penciptaan lapangan kerja pada bulan Juni juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja.
Kemudian, tingkat pengangguran per akhir Juni diumumkan di level 3,7%, di mana level tersebut berada di dekat kisaran terendah dalam 49 tahun terakhir.
Jadi, kalau dari dua indikator utama yang diperhatikan The Fed dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya, terbilang sulit untuk mengharapkan The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan secara agresif. Walaupun inflasi masih berada jauh di bawah target Powell dan koleganya, pasar tenaga kerja AS saat ini sedang bergairah.
Dengan absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan secara signifikan, dikhawatirkan perekonomian AS akan mengalami yang namanya hard landing.
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Alert! Bursa Saham Eropa 'Kebakaran'...
Indeks Nikkei turun 0,19%, indeks Shanghai melemah 0,12%, indeks Hang Seng jatuh 1,03%, indeks Straits Times terkoreksi 0,52%, dan indeks Kospi berkurang 1,78%.
Pelaku pasar grogi dalam menantikan hasil dari pertemuan Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS yang akan digelar pada tanggal 30 dan 31 Juli waktu setempat.
Sekedar mengingatkan, probabilitas The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps (basis poin) pada pekan ini sempat meroket ke atas 50%.
Belum lama ini, John Williams selaku New York Federal Reserve President mengatakan bahwa The Fed perlu untuk "bertindak cepat" di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.
"Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana," kata Williams.
Kini, ekspektasi yang ada justru adalah The Fed hanya akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 29 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan pekan ini adalah sebesar 78,1%.
Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas hingga 50 bps berada di level 21,9%.
Sebelumnya, Tim Riset CNBC Indonesia juga memproyeksikan bahwa tingkat suku bunga acuan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps oleh The Fed dalam pertemuan pekan ini.
Salah satu alasannya adalah pasar tenaga kerja AS yang sedang bergairah. Untuk diketahui, dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuan, The Fed memperhatikan dua indikator utama yakni inflasi dan pasar tenaga kerja.
Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi ada di level 2%.
Untuk data teranyar yakni periode Mei 2019, Core PCE price index tercatat hanya tumbuh sebesar 1,6% YoY, sangat jauh di bawah target The Fed.
Sementara itu, berbicara mengenai pasar tenaga kerja, pada bulan Juni data resmi dari pemerintah AS mencatat bahwa tercipta sebanyak 224.000 lapangan pekerjaan (sektor non-pertanian), jauh mengalahkan konsensus yang sebanyak 162.000 saja, seperti dilansir dari Forex Factory.
![]() |
Penciptaan lapangan kerja pada bulan Juni juga jauh mengalahkan capaian pada bulan Mei yang sebanyak 72.000 saja.
Kemudian, tingkat pengangguran per akhir Juni diumumkan di level 3,7%, di mana level tersebut berada di dekat kisaran terendah dalam 49 tahun terakhir.
Jadi, kalau dari dua indikator utama yang diperhatikan The Fed dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya, terbilang sulit untuk mengharapkan The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan secara agresif. Walaupun inflasi masih berada jauh di bawah target Powell dan koleganya, pasar tenaga kerja AS saat ini sedang bergairah.
Dengan absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan secara signifikan, dikhawatirkan perekonomian AS akan mengalami yang namanya hard landing.
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Alert! Bursa Saham Eropa 'Kebakaran'...
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular