
Ada Hantu Default, Korporasi Masih Berani Terbitkan Obligasi?
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
29 July 2019 15:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Sentimen gagal bayar obligasi belakangan jadi sorotan paska terkuaknya isu potensi gagal bayar emiten pengelola kawasan industri PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) dan perusahaan tekstil Duniatex Group.
Direktur Penilai Harga Efek Indonesia (IBPA) Wahyu Trenggono menilai, isu gagal bayar dua perusahaan tersebut tidak akan menganggu penerbitan obligasi dari perusahaan lainnya.
Apalagi pada semester II-2019, berbagai katalis positif seperti penurunan suku bunga acuan membuat korporasi cenderung menerbitkan instrumen ini mengingat tingkat imbal hasil (yield) turun sejalan dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%.
"Karena kebutuhan dana oleh calon emiten biasanya cukup mendesak untuk segera dipenuhi, dan penerbitan obligas dapat memenuhi kebutuhan dana tersebut," kata Wahyu kepada CNBC Indonesia, Senin (29/7/2019).
Dilihat secara tren, data Penilai Harga Efek Indonesia (IBPA) mencatat, hingga semester I-2019, penerbitan obligasi korporasi mencapai Rp 54,41 triliun dari 32 perusahaan. Capaian ini memang lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 75,28 triliun dari 55 perusahaan.
IBPA memprediksi, pada semester kedua tahun ini, penerbitan obligasi korporasi bisa mencapai Rp 50 triliun, dengan demikian, hingga akhir tahun diperkirakan penerbitan obligasi perusahaan mencapai Rp 120 triliun hingga Rp 130 triliun.
Pasar Kondusif
Bharat Joshi, Asian Equities Investment Director, Aberdeen Standard Investments Indonesia berpendapat, kondisi pasar obligasi korporasi relatif stabil dalam beberapa bulan ke depan seiring adanya kepastian saat Presiden Jokowi resmi dilantik dan menunjuk kabinetnya.
"Investor ingin adanya stabilitas pada sektor keuangan khususnya dalam menangani current account deficit," kata Bharat, Senin (29/7/2019).
Dia menilai, kebijakan BI melonggarkan suku bunga yang lebih rendah akan memacu pertumbuhan investasi jika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tepat. Apalagi, pemerintah memang fokus membangun sejumlah proyek infrastruktur seperti tol, bandara, dan pelabuhan untuk dapat mendatangkan investasi.
Bharat menuturkan, kebijakan pemangkasan suku bunga memang sudah terprediksi seiring perlambatan PDB di kuartal II-2019, baik di sektor konsumsi maupun investasi. Hal ini, kata dia menegaskan perlunya kelonggaran moneter lanjutan yang akan bergantung pada neraca pembayaran dan stabilitas nilai tukar.
Adapun, lanjut Bharat, instrumen investasi yang menarik bila kebijakan pelonggaran moneter berlanjut adalah saham ekuitas, reksa dana campuran dan reksa dana pendapatan tetap.
Target Emisi Obligasi Korporasi Mencapai Rp 130 T
[Gambas:Video CNBC]
(hps/hps) Next Article Begini Proyeksi Penerbitan Obligasi di Q2-2019
Direktur Penilai Harga Efek Indonesia (IBPA) Wahyu Trenggono menilai, isu gagal bayar dua perusahaan tersebut tidak akan menganggu penerbitan obligasi dari perusahaan lainnya.
Apalagi pada semester II-2019, berbagai katalis positif seperti penurunan suku bunga acuan membuat korporasi cenderung menerbitkan instrumen ini mengingat tingkat imbal hasil (yield) turun sejalan dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%.
Dilihat secara tren, data Penilai Harga Efek Indonesia (IBPA) mencatat, hingga semester I-2019, penerbitan obligasi korporasi mencapai Rp 54,41 triliun dari 32 perusahaan. Capaian ini memang lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 75,28 triliun dari 55 perusahaan.
IBPA memprediksi, pada semester kedua tahun ini, penerbitan obligasi korporasi bisa mencapai Rp 50 triliun, dengan demikian, hingga akhir tahun diperkirakan penerbitan obligasi perusahaan mencapai Rp 120 triliun hingga Rp 130 triliun.
Pasar Kondusif
Bharat Joshi, Asian Equities Investment Director, Aberdeen Standard Investments Indonesia berpendapat, kondisi pasar obligasi korporasi relatif stabil dalam beberapa bulan ke depan seiring adanya kepastian saat Presiden Jokowi resmi dilantik dan menunjuk kabinetnya.
"Investor ingin adanya stabilitas pada sektor keuangan khususnya dalam menangani current account deficit," kata Bharat, Senin (29/7/2019).
Dia menilai, kebijakan BI melonggarkan suku bunga yang lebih rendah akan memacu pertumbuhan investasi jika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tepat. Apalagi, pemerintah memang fokus membangun sejumlah proyek infrastruktur seperti tol, bandara, dan pelabuhan untuk dapat mendatangkan investasi.
Bharat menuturkan, kebijakan pemangkasan suku bunga memang sudah terprediksi seiring perlambatan PDB di kuartal II-2019, baik di sektor konsumsi maupun investasi. Hal ini, kata dia menegaskan perlunya kelonggaran moneter lanjutan yang akan bergantung pada neraca pembayaran dan stabilitas nilai tukar.
Adapun, lanjut Bharat, instrumen investasi yang menarik bila kebijakan pelonggaran moneter berlanjut adalah saham ekuitas, reksa dana campuran dan reksa dana pendapatan tetap.
Target Emisi Obligasi Korporasi Mencapai Rp 130 T
[Gambas:Video CNBC]
(hps/hps) Next Article Begini Proyeksi Penerbitan Obligasi di Q2-2019
Most Popular