
Dibuka Menguat, Ini Penyebab IHSG Langsung Berbalik Melemah
Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 July 2019 09:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,18% ke level 6.336,85, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung berbalik arah ke zona merah. Pada pukul 09:35 WIB, IHSG ditransaksikan melemah 0,43% ke level 6.298,28.
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang kompak ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,43%, indeks Shanghai melemah 0,1%, indeks Hang Seng jatuh 0,86%, indeks Straits Times terkoreksi 0,42%, dan indeks Kospi berkurang 1,58%.
Pelaku pasar dibuat grogi dalam menantikan jalannya negosiasi dagang antara AS dengan China. Dalam wawancara dengan CNBC International pada hari Rabu (24/7/2019), Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa dirinya dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer akan bertandang ke China pada hari Senin (29/7/2019) untuk kemudian menggelar negosiasi dagang selama dua hari yang dimulai sehari setelahnya (Selasa, 30/7/2019).
Walaupun etikat baik kedua negara untuk kembali ke meja perundingan merupakan sesuatu yang sangat positif, namun jalannya negosiasi memang patut untuk dikawal ketat oleh pelaku pasar. Pasalnya, Mnuchin sendiri mengakui bahwa pada saat ini ada banyak masalah yang belum bisa dipecahkan oleh kedua belah pihak.
"Saya akan mengatakan bahwa ada banyak permasalahan (yang belum bisa dipecahkan)," kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.
Sebelumnya, pejabat Gedung Putih memberi sinyal bahwa kesepakatan dagang kedua negara membutuhkan waktu yang lama untuk bisa diteken atau sekitar enam bulan. Ada kemungkinan yang besar bahwa perang dagang AS-China akan berlanjut hingga ke tahun 2020.
Kalau negosiasi dagang antar kedua negara tak berjalan dengan mulus, tentu potensi eskalasi perang dagang menjadi tak bisa dikesampingkan. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.
Selain itu, pelaku pasar juga grogi dalam menantikan hasil dari pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS yang akan digelar pada tanggal 30 dan 31 Juli waktu setempat.
Selepas pertemuan selama dua hari usai, bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut akan mengumumkan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Pelaku pasar akan memantau terkait apakah The Fed benar-benar akan memangkas tingkat suku bunga acuan untuk kali pertama dalam lebih dari satu dekade.
HALAMAN SELANJUTNYA >>>> Selain itu, depresiasi rupiah ikut membuat IHSG harus pasrah terjebak di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,06% di pasar spot ke level 14.008/dolar AS. Rupiah melemah lantaran ada kekhawatiran bahwa The Fed tak akan begitu agresif dalam memangkas tingkat suku bunga acuannya dalam pertemuan pekan ini.
Sekedar mengingatkan, probabilitas The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps pada pekan ini sempat meroket ke atas 50%. Belum lama ini, John Williams selaku New York Federal Reserve President mengatakan bahwa The Fed perlu untuk “bertindak cepat” di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.
“Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana,” kata Williams.
Kini, ekspektasi yang ada justru adalah The Fed hanya akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 28 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan pekan ini adalah sebesar 79,1%. Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas hingga 50 bps berada di level 20,9%.
Sebelumnya, Tim Riset CNBC Indonesia juga memproyeksikan bahwa tingkat suku bunga acuan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps oleh The Fed dalam pertemuan pekan ini.
Alasannya, walaupun inflasi masih berada jauh di bawah target Powell dan koleganya, pasar tenaga kerja AS saat ini sedang bergairah. Untuk diketahui, dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya, The Fed memperhatikan dua indikator utama yakni inflasi dan pasar tenaga kerja.
Seiring dengan ekspektasi bahwa The Fed tak akan bertindak terlalu dovish dalam pertemuannya pekan ini, dolar AS mendapatkan suntikan energi untuk mengungguli rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang kompak ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,43%, indeks Shanghai melemah 0,1%, indeks Hang Seng jatuh 0,86%, indeks Straits Times terkoreksi 0,42%, dan indeks Kospi berkurang 1,58%.
Pelaku pasar dibuat grogi dalam menantikan jalannya negosiasi dagang antara AS dengan China. Dalam wawancara dengan CNBC International pada hari Rabu (24/7/2019), Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa dirinya dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer akan bertandang ke China pada hari Senin (29/7/2019) untuk kemudian menggelar negosiasi dagang selama dua hari yang dimulai sehari setelahnya (Selasa, 30/7/2019).
"Saya akan mengatakan bahwa ada banyak permasalahan (yang belum bisa dipecahkan)," kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.
Sebelumnya, pejabat Gedung Putih memberi sinyal bahwa kesepakatan dagang kedua negara membutuhkan waktu yang lama untuk bisa diteken atau sekitar enam bulan. Ada kemungkinan yang besar bahwa perang dagang AS-China akan berlanjut hingga ke tahun 2020.
Kalau negosiasi dagang antar kedua negara tak berjalan dengan mulus, tentu potensi eskalasi perang dagang menjadi tak bisa dikesampingkan. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.
Selain itu, pelaku pasar juga grogi dalam menantikan hasil dari pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS yang akan digelar pada tanggal 30 dan 31 Juli waktu setempat.
Selepas pertemuan selama dua hari usai, bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut akan mengumumkan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Pelaku pasar akan memantau terkait apakah The Fed benar-benar akan memangkas tingkat suku bunga acuan untuk kali pertama dalam lebih dari satu dekade.
HALAMAN SELANJUTNYA >>>> Selain itu, depresiasi rupiah ikut membuat IHSG harus pasrah terjebak di zona merah. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,06% di pasar spot ke level 14.008/dolar AS. Rupiah melemah lantaran ada kekhawatiran bahwa The Fed tak akan begitu agresif dalam memangkas tingkat suku bunga acuannya dalam pertemuan pekan ini.
Sekedar mengingatkan, probabilitas The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps pada pekan ini sempat meroket ke atas 50%. Belum lama ini, John Williams selaku New York Federal Reserve President mengatakan bahwa The Fed perlu untuk “bertindak cepat” di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.
“Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana,” kata Williams.
Kini, ekspektasi yang ada justru adalah The Fed hanya akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 28 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan pekan ini adalah sebesar 79,1%. Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas hingga 50 bps berada di level 20,9%.
Sebelumnya, Tim Riset CNBC Indonesia juga memproyeksikan bahwa tingkat suku bunga acuan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps oleh The Fed dalam pertemuan pekan ini.
Alasannya, walaupun inflasi masih berada jauh di bawah target Powell dan koleganya, pasar tenaga kerja AS saat ini sedang bergairah. Untuk diketahui, dalam merumuskan kebijakan suku bunga acuannya, The Fed memperhatikan dua indikator utama yakni inflasi dan pasar tenaga kerja.
Seiring dengan ekspektasi bahwa The Fed tak akan bertindak terlalu dovish dalam pertemuannya pekan ini, dolar AS mendapatkan suntikan energi untuk mengungguli rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular