
Penjelasan Bos BI Soal Rupiah yang Kembali ke Rp 14.000/US$
Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
26 July 2019 14:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah hari ini menyentuh level Rp 14.000/US$. Terkait itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan penjelasan bahwa melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lebih disebabkan faktor teknikal, bukan faktor fundamental.
"Naik turun lebih karena faktor teknikal, bukan fundamental," ujar Perry di Kompleks Bank Indonesia, Jumat (26/7/2019).
Perry menambahkan naik turun nilai tukar rupiah juga merespon apa yang terjadi di global, baik di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Salah satunya, keputusan Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang mempertahankan suku bunga setelah sebelumnya diperkirakan akan menurun.
Terlepas dari itu, nilai tukar rupiah dinilai masih bergerak stabil didorong oleh mengalirnya arus modal asing sebesar Rp 192,5 triliun per 25 Juli lalu. Premi risiko masih rendah dan imbal hasil investasi di Indonesia masih menarik.
"Nilai tukar masih bergerak stabil. Faktor-faktor aliran modal asing, faktor positif. Premi risiko kita rendah. Jadi, imbal hasil masih cukup menarik," tutur Perry.
Namun demikian, masih ada risiko Brexit yang bisa saja membuat dolar menguat meski mata uang Euro menguat akhir-akhir ini. Diketahui, kata Perry, Perdana Menteri (PM) baru Inggris Borris Johnson memang pro terhadap permasalahan Brexit.
Sehingga semuanya tergantung bagaimana negosiasi antara Inggris dengan Uni Eropa (UE). Kalau pun memang terjadi Brexit atau no deal Brexit maka akan memakan waktu lama.
"Tentu kondisi di Inggris akan terkena. Akan menurun. Kalau menurun maka pound akan melemah lalu dolar akan menguat," imbuhnya.
Di luar faktor eksternal tersebut, Indonesia dipastikan masih dalam keadaan stabil. Inflow masih masuk dan kebijakan masih teruji kredibilitasnya sehingga imbal hasil masih menarik.
Supply dan demand di Indonesia juga terus beredar di pasar Indonesia sehingga mekanisme dipastikan berjalan baik. Begitu juga dengan industri perbankan RI.
"Sejauh ini mekanisme pasar berjalan baik. Terima kasih para eksportir. Perbankan jalankan mekanisme pasar dengan baik. Importir yang butuh dolar tidak 'nubruk-nubruk' karena yakin nilai tukar stabil." tutupnya.
(dru) Next Article Setelah Pemilu Modal Asing Bakal Banjiri RI, Percaya?
"Naik turun lebih karena faktor teknikal, bukan fundamental," ujar Perry di Kompleks Bank Indonesia, Jumat (26/7/2019).
Perry menambahkan naik turun nilai tukar rupiah juga merespon apa yang terjadi di global, baik di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Salah satunya, keputusan Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang mempertahankan suku bunga setelah sebelumnya diperkirakan akan menurun.
"Nilai tukar masih bergerak stabil. Faktor-faktor aliran modal asing, faktor positif. Premi risiko kita rendah. Jadi, imbal hasil masih cukup menarik," tutur Perry.
Namun demikian, masih ada risiko Brexit yang bisa saja membuat dolar menguat meski mata uang Euro menguat akhir-akhir ini. Diketahui, kata Perry, Perdana Menteri (PM) baru Inggris Borris Johnson memang pro terhadap permasalahan Brexit.
Sehingga semuanya tergantung bagaimana negosiasi antara Inggris dengan Uni Eropa (UE). Kalau pun memang terjadi Brexit atau no deal Brexit maka akan memakan waktu lama.
"Tentu kondisi di Inggris akan terkena. Akan menurun. Kalau menurun maka pound akan melemah lalu dolar akan menguat," imbuhnya.
Di luar faktor eksternal tersebut, Indonesia dipastikan masih dalam keadaan stabil. Inflow masih masuk dan kebijakan masih teruji kredibilitasnya sehingga imbal hasil masih menarik.
Supply dan demand di Indonesia juga terus beredar di pasar Indonesia sehingga mekanisme dipastikan berjalan baik. Begitu juga dengan industri perbankan RI.
"Sejauh ini mekanisme pasar berjalan baik. Terima kasih para eksportir. Perbankan jalankan mekanisme pasar dengan baik. Importir yang butuh dolar tidak 'nubruk-nubruk' karena yakin nilai tukar stabil." tutupnya.
(dru) Next Article Setelah Pemilu Modal Asing Bakal Banjiri RI, Percaya?
Most Popular