
Biar Krakatau Steel Selamat, Ini Solusi dari Komisaris
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
24 July 2019 16:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibutuhkan langkah revolusioner untuk memperbaiki kinerja perusahaan baja pelat merah, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Hal tersebut disampaikan Komisaris Krakatau Steel Roy Edison Maningkas setelah menyampaikan surat pengunduran diri dari jabatannya.
Roy menjelaskan, saat ini KRAS memiliki utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan utang jangka panjang sebesar US$ 899,43 juta.
Menurut Roy jika tidak bisa bertarung di integrated strip mill, maka perusahaan bisa memperbesar bisnis pendukungnya. Beberapa bisnis perusahaan yang berkembang pesat misalnya perusahaan PT Krakatau Tirta Industri, PT Krakatau Bandar Samudera, dan PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC).
"Dibutuhkan tindakan yang sifatnya revolusioner, bukan evolutif. Misalnya, kalau tidak bisa bertarung di integrated strip millnya, kita lihat dong kan ada industri pendukung yang untung," kata Roy kepada CNBC Indonesia TV, Rabu (24/07/2019).
Sementara lini produksi baja milik perseroan bisa dilakukan dengan berbagi risiko dengan perusahaan yang memiliki kompetisi disana. Roy mencontohkan perusahaan asal Korea Selatan seperti Posco, atau menggandeng perusahaan asal China yang sudah berpengalaman.
"Misalnya kita produksinya 2,5 juta ton, kemudian kita berdiri sama dengan Posco, Posco sudah 50 juta ton. Kemudian China 800 juta ton per tahun, kita tidak ada apa-apanya. Jadi harus lebih cerdik, perusahaan ini harus untung," ujarnya.
Selain utang, perseroan juga tengah menggarap proyek blast furnace yang berpotensi membuat perusahaan rugi hingga Rp 1,17 triliun- 1,38 triliun per tahun (US$ 85-96 juta). Pasalnya, harga pokok produksi dari blast furnace justru menjadi lebih mahal, otomatis harga produk pun akan lebih mahal di pasaran.
"Saya menghitung harga pokok produksi akan lebih mahal sekitar US$ 70-82 per ton. Kalau kapasitasnya 1,2 juta ton kan besar sekali kerugiannya," kata Roy.
Proyek Blast Furnace Dilanjutkan, Komisaris KRAS Mundur
[Gambas:Video CNBC]
Diapun sudah berkali-kali melayangkan surat pada direksi maupun Kementerian BUMN perihal proyek untuk menghentikan hot metal tersebut. Pada kenyataannya proyek dijalankan terus, hingga direksi menyatakan siap beroperasi. Padahal Roy menilai proyek tersebut belum siap dijalankan.
"Kami berkali-kali kirim surat ke direksi dan Kementerian BUMN, karena ini bukan lampu kuning tapi lampu merah," tegasnya.
(hps) Next Article KRAS Raih Pendapatan US$ 689,8 Juta di Kuartal I 2023
Roy menjelaskan, saat ini KRAS memiliki utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan utang jangka panjang sebesar US$ 899,43 juta.
Menurut Roy jika tidak bisa bertarung di integrated strip mill, maka perusahaan bisa memperbesar bisnis pendukungnya. Beberapa bisnis perusahaan yang berkembang pesat misalnya perusahaan PT Krakatau Tirta Industri, PT Krakatau Bandar Samudera, dan PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC).
"Dibutuhkan tindakan yang sifatnya revolusioner, bukan evolutif. Misalnya, kalau tidak bisa bertarung di integrated strip millnya, kita lihat dong kan ada industri pendukung yang untung," kata Roy kepada CNBC Indonesia TV, Rabu (24/07/2019).
"Misalnya kita produksinya 2,5 juta ton, kemudian kita berdiri sama dengan Posco, Posco sudah 50 juta ton. Kemudian China 800 juta ton per tahun, kita tidak ada apa-apanya. Jadi harus lebih cerdik, perusahaan ini harus untung," ujarnya.
Selain utang, perseroan juga tengah menggarap proyek blast furnace yang berpotensi membuat perusahaan rugi hingga Rp 1,17 triliun- 1,38 triliun per tahun (US$ 85-96 juta). Pasalnya, harga pokok produksi dari blast furnace justru menjadi lebih mahal, otomatis harga produk pun akan lebih mahal di pasaran.
"Saya menghitung harga pokok produksi akan lebih mahal sekitar US$ 70-82 per ton. Kalau kapasitasnya 1,2 juta ton kan besar sekali kerugiannya," kata Roy.
Proyek Blast Furnace Dilanjutkan, Komisaris KRAS Mundur
[Gambas:Video CNBC]
Diapun sudah berkali-kali melayangkan surat pada direksi maupun Kementerian BUMN perihal proyek untuk menghentikan hot metal tersebut. Pada kenyataannya proyek dijalankan terus, hingga direksi menyatakan siap beroperasi. Padahal Roy menilai proyek tersebut belum siap dijalankan.
"Kami berkali-kali kirim surat ke direksi dan Kementerian BUMN, karena ini bukan lampu kuning tapi lampu merah," tegasnya.
(hps) Next Article KRAS Raih Pendapatan US$ 689,8 Juta di Kuartal I 2023
Most Popular