
Cerita Dahlan Iskan, Cerdiknya Bursa Shanghai & Star Market
tahir saleh, CNBC Indonesia
24 July 2019 11:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mempersiapkan adanya papan pencatatan baru yakni Papan Akselerasi yang dikhususkan mengakomodasi perusahaan skala kecil hingga menengah untuk bisa mencatatkan sahamnya di Bursa.
Nantinya akan ada tiga papan pencatatan yakni Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi. Menariknya, papan baru ini justru dikhususkan untuk menggaet minat investor profesional dan institusi dengan aturan yang lebih ketat dibanding dua papan perdagangan lain.
Papan ini juga nantinya menarik saham dari emiten dengan aset skala kecil atau emiten dengan aset skala menengah, termasuk perusahaan rintisan alias startup.
Ketika Indonesia masih menggodok papan perdagangan baru ini, China lewat Bursa Shanghai sudah memulainya pada Senin pekan ini (22/7/2019).
Namanya adalah Star Market, atau Science and Technology Innovation Board, papan baru untuk perusahaan rintisan di China. Fokusnya adalah pada industri bernilai dengan potensi pertumbuhan besar seperti manufaktur peralatan berteknologi tinggi dan bioteknologi.
"Ini sangat menarik, ini adalah perkembangan yang sangat penting dalam hal pasar modal China untuk memiliki papan perdagangan yang berfokus pada teknologi seperti ini," kata Stefan Hofer, Direktur Pelaksana dan Kepala Strategi Investasi di LGT Bank Asia, kepada CNBC International, dikutip Rabu (24/7/2019).
Star Market dioperasikan oleh Shanghai Stock Exchange yang didesain akan memudahkan perusahaan teknologi atau rintisan untuk masuk bursa atau go public (initial public offering/IPO), lebih mudah syaratnya ketimbang papan utama di Bursa Shanghai, A-share.
"Saya pikir banyak orang akan benar-benar berada di belakang ini [papan baru ini]," kata Gareth Nicholson, Kepala Pendapatan Tetap di Bank Singapura, dikutip CNBC International. "[Papan baru ini] akan menjadi sangat liar."
Star Market mulai diperdagangkan di Shanghai pada Senin pekan ini ketika saham dari 25 perusahaan rintisan langsung melonjak, setelah sebelumnya kelebihan permintaan (oversubscription) sebelum debut publik mereka.
Ternyata Star Market ini pun menjadi perhatian dari Dahlan Iskan, mantan CEO Jawa Pos dan Menteri Negara BUMN era Oktober 2011-2014 zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam situs pribadinya, disway.id, Dahkan menceritakan bagaimana cerdiknya China dalam memperkuat perusahaan rintisan di tengah kecamuk perang dagang dengan AS, dalam tulisan berjudul 'Star Market' yang diunggah pada 24 Juli ini.
"Menjelang tengah hari, saya terkaget-kaget. Senin kemarin. Itu hari pertama ada program baru: namanya Star Market. Bikin kejutan pula. Program ini begitu nyata. Bulan Mei tahun lalu Presiden Donald Trump memulai perang dagang. Bulan Nopember Xi Jinping sudah keluarkan perintah: berikan dorongan pada startup secara konkret," kata Dahlan.
Melalui pasar modal Shanghai, program itu digalakkan. "Dalam 7 bulan perintah itu diolah. Disusun konsep. Dirumuskan peraturan. Ditemukanlah jalan khusus. Agar anak muda bergairah. Dalam memulai startup. Caranya: pasar modal Shanghai membuat jalur khusus untuk startup. Agar mereka bisa segera mendapat modal besar. Secara fair. Dari pasar saham," cerita Dahlan.
Program baru Star Market ini menurut Dahlan mirip Bursa Nasdaq di Amerika Serikat (AS) karena pemerintah tidak terlibat langsung. Pemerintah juga tidak perlu ikut menilai mana startup yang berpotensi maju karena semuanya diserahkan ke pasar. Masyarakatlah yang akan menentukan masa depan startup.
"Dalam waktu sekejap peminatnya terlihat besar. Ada 141 perusahaan startup yang mengajukan diri untuk go public. Dari jumlah itu 25 perusahaan dinyatakan memenuhi syarat. Dimasukkan dalam gelombang pertama IPO. Senin kemarin adalah hari pertama itu. Dimulailah penjualan saham mereka. Jualan itu dimulai pukul 9. Responnya luar biasa," kata mantan jurnalis Tempo ini.
"Bahkan [perdagangan sahamnya] keterlaluan. Satu jam kemudian dilakukanlah ini: penjualan saham salah satu perusahaan itu dihentikan. Terlalu laris. Harga sahamnya naik sampai lebih 400 persen. Hanya dalam waktu satu jam."
"Ketika penjualan dibuka lagi terjadi kegilaan lagi. Dihentikan lagi 10 menit. Lalu dibuka lagi. Aturannya memang begitu. Begitu harga naik 30 persen harus ditutup. Setelah ditutup 10 menit harus dibuka lagi. Kalau masih naik lagi lebih 30 persen lagi harus ditutup lagi. Selama 10 menit lagi. Setelah itu dibuka lagi. Diserahkan ke mekanisme pasar."
Menurut Dahlan, batas 30%, dua kali, itu juga keistimewaan Star Market mengingat untuk saham di papan utama batas itu 20%.
Sebagai perbandingan, di BEI, batas auto reject atau penolakan di sistem perdagangan ialah:
- Saham dengan rentang harga Rp 50-Rp 200: batasan auto rejection 35% (naik & turun)
- Saham dengan rentang harga Rp 200-Rp 5.000: batasan auto rejection 25% (naik & turun)
- Saham dengan Rp 5.000 ke atas: batasan auto rejection 20% (naik & turun)
Sementara itu, untuk saham yang baru pertama kali diperdagangkan (hari pertama listing di BEI) di pasar sekunder, batasan auto rejection yang berlaku adalah dua kali lipatnya yakni 70% untuk rentang harga Rp 50-Rp 200, 50% untuk rentang harga Rp 200-Rp 5.000, dan 40% untuk saham dengan harga di atas Rp 5.000.
"Bukan main terkejutnya pasar modal Shanghai. Mana ada bisnis seperti ini: dalam satu jam untung empat kali lipat. Nama perusahaan yang sahamnya sampai ditutup dua kali itu adalah: Shanghai Anji Microelectronics. Bergerak di bidang microchip," cerita Dahlan lagi.
Perang Dagang
Menurut Dahlan, perang dagang rupanya ada manfaatnya. Bagi para startup, penemuan teknologi mereka menjadi pilihan masa depan sebagai pengganti teknologi dari AS yang oleh Trump dilarang masuk ke China.
Namun salah satu sisi buruknya dengan Star Market ini adalah pasar saham utama di China turun sekitar 1,5%, baik di pasar modal Shanghai, Shenzhen, dan Hong Kong.
"Banyak uang tersedot ke Star Market."
Dahlan menjelaskan perbedaan papan baru ini dengan papan utama di Shanghai ialah persyaratan IPO-nya. Untuk masuk Star Market harus perusahaan startup dan tidak perlu sudah laba. Bahkan tidak perlu perusahaan yang sudah punya pendapatan. Artinya perusahaan baru pun sudah bisa mendaftar.
"Pengelola Star Market-lah yang akan menyeleksi. Syaratnya: harus bergerak di bidang yang sangat diperlukan negara. Untuk masa depan kejayaan bangsa. Dan untuk kelangsungan pertumbuhan ekonomi."
"Intinya: agar Tiongkok tidak tergantung pada teknologi Amerika lagi. Contohnya 25 perusahaan startup yang masuk Star Market gelombang pertama itu. Mereka bergerak di bidang chip, bioteknologi, artificial intelligence, semiconductor dan material baru."
Menurut Dahlan, Star Market menjadi terobosan bagi para penemu teknologi yang biasanya kesulitan modal dan lantas menyerah ke pemilik modal yang belum tentu mengerjakannya.
Dia menilai melonjaknya harga saham Star Market itu tentu menjadi pendorong penemuan-penemuan baru. Bahkan akan membuat perang dagang dengan Amerika kian seru dan berpotensi terus meningkatkan harga saham mereka. Seperti ada keyakinan dan jaminan bahwa produk mereka akan laris di dalam negeri, jadi tidak perlu bersaing dengan bikinan Amerika.
"Bagi pasar modal Shanghai ini juga jadi obat. Setelah tahun 2015 lalu babak belur. Jutaan orang Tiongkok menangis. Harga saham hancur-hancuran. Kapitalisasi di pasar modal Shanghai turun sampai US$ 5 triliun. Setara dengan hampir Rp 70 ribu triliun."
"Kita lantas bisa tahu betapa kuat Tiongkok. Kehilangan Rp 70 ribu triliun dalam sekejap tidak terjadi oleng. Di Tiongkok memang terdapat sekitar 100 juta orang yang aktif jual beli saham di pasar modal. Yang mampu melakukan transaksi di atas Rp 1 miliar pun sudah sekitar 4 juta orang. Kesulitan memang sering memunculkan ide baru. Star Market tidak mungkin lahir kalau Trump tidak menekan Tiongkok."
BEI tentu tak mau ketinggalan kereta.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan Bursa masih merampungkan aturan mengenai papan perdagangan baru yang mengakomodasi startup ini. Sebab, nantinya perdagangannya akan berbeda.
"Berbeda nanti lebih kecil auto rejection-nya, lebih kecil baik di perdagangan reguler dan listing. Kita berharap market lebih kayak showcase [lemari kaca], [jadi] tidak diharapkan orang aktif trading di sana, lebih ke private equity dan investor profesional dan institusi," kata Laksono di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (17/7).
Simak deretan IPO bernilai jumbo.
(tas/hps) Next Article Bentar Lagi 'Banjir' IPO Startup, Bursa Rombak Aturan Listing
Nantinya akan ada tiga papan pencatatan yakni Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi. Menariknya, papan baru ini justru dikhususkan untuk menggaet minat investor profesional dan institusi dengan aturan yang lebih ketat dibanding dua papan perdagangan lain.
Papan ini juga nantinya menarik saham dari emiten dengan aset skala kecil atau emiten dengan aset skala menengah, termasuk perusahaan rintisan alias startup.
Ketika Indonesia masih menggodok papan perdagangan baru ini, China lewat Bursa Shanghai sudah memulainya pada Senin pekan ini (22/7/2019).
Namanya adalah Star Market, atau Science and Technology Innovation Board, papan baru untuk perusahaan rintisan di China. Fokusnya adalah pada industri bernilai dengan potensi pertumbuhan besar seperti manufaktur peralatan berteknologi tinggi dan bioteknologi.
Star Market dioperasikan oleh Shanghai Stock Exchange yang didesain akan memudahkan perusahaan teknologi atau rintisan untuk masuk bursa atau go public (initial public offering/IPO), lebih mudah syaratnya ketimbang papan utama di Bursa Shanghai, A-share.
"Saya pikir banyak orang akan benar-benar berada di belakang ini [papan baru ini]," kata Gareth Nicholson, Kepala Pendapatan Tetap di Bank Singapura, dikutip CNBC International. "[Papan baru ini] akan menjadi sangat liar."
![]() |
Star Market mulai diperdagangkan di Shanghai pada Senin pekan ini ketika saham dari 25 perusahaan rintisan langsung melonjak, setelah sebelumnya kelebihan permintaan (oversubscription) sebelum debut publik mereka.
Ternyata Star Market ini pun menjadi perhatian dari Dahlan Iskan, mantan CEO Jawa Pos dan Menteri Negara BUMN era Oktober 2011-2014 zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam situs pribadinya, disway.id, Dahkan menceritakan bagaimana cerdiknya China dalam memperkuat perusahaan rintisan di tengah kecamuk perang dagang dengan AS, dalam tulisan berjudul 'Star Market' yang diunggah pada 24 Juli ini.
"Menjelang tengah hari, saya terkaget-kaget. Senin kemarin. Itu hari pertama ada program baru: namanya Star Market. Bikin kejutan pula. Program ini begitu nyata. Bulan Mei tahun lalu Presiden Donald Trump memulai perang dagang. Bulan Nopember Xi Jinping sudah keluarkan perintah: berikan dorongan pada startup secara konkret," kata Dahlan.
Melalui pasar modal Shanghai, program itu digalakkan. "Dalam 7 bulan perintah itu diolah. Disusun konsep. Dirumuskan peraturan. Ditemukanlah jalan khusus. Agar anak muda bergairah. Dalam memulai startup. Caranya: pasar modal Shanghai membuat jalur khusus untuk startup. Agar mereka bisa segera mendapat modal besar. Secara fair. Dari pasar saham," cerita Dahlan.
Program baru Star Market ini menurut Dahlan mirip Bursa Nasdaq di Amerika Serikat (AS) karena pemerintah tidak terlibat langsung. Pemerintah juga tidak perlu ikut menilai mana startup yang berpotensi maju karena semuanya diserahkan ke pasar. Masyarakatlah yang akan menentukan masa depan startup.
"Dalam waktu sekejap peminatnya terlihat besar. Ada 141 perusahaan startup yang mengajukan diri untuk go public. Dari jumlah itu 25 perusahaan dinyatakan memenuhi syarat. Dimasukkan dalam gelombang pertama IPO. Senin kemarin adalah hari pertama itu. Dimulailah penjualan saham mereka. Jualan itu dimulai pukul 9. Responnya luar biasa," kata mantan jurnalis Tempo ini.
"Bahkan [perdagangan sahamnya] keterlaluan. Satu jam kemudian dilakukanlah ini: penjualan saham salah satu perusahaan itu dihentikan. Terlalu laris. Harga sahamnya naik sampai lebih 400 persen. Hanya dalam waktu satu jam."
"Ketika penjualan dibuka lagi terjadi kegilaan lagi. Dihentikan lagi 10 menit. Lalu dibuka lagi. Aturannya memang begitu. Begitu harga naik 30 persen harus ditutup. Setelah ditutup 10 menit harus dibuka lagi. Kalau masih naik lagi lebih 30 persen lagi harus ditutup lagi. Selama 10 menit lagi. Setelah itu dibuka lagi. Diserahkan ke mekanisme pasar."
Menurut Dahlan, batas 30%, dua kali, itu juga keistimewaan Star Market mengingat untuk saham di papan utama batas itu 20%.
Sebagai perbandingan, di BEI, batas auto reject atau penolakan di sistem perdagangan ialah:
- Saham dengan rentang harga Rp 50-Rp 200: batasan auto rejection 35% (naik & turun)
- Saham dengan rentang harga Rp 200-Rp 5.000: batasan auto rejection 25% (naik & turun)
- Saham dengan Rp 5.000 ke atas: batasan auto rejection 20% (naik & turun)
Sementara itu, untuk saham yang baru pertama kali diperdagangkan (hari pertama listing di BEI) di pasar sekunder, batasan auto rejection yang berlaku adalah dua kali lipatnya yakni 70% untuk rentang harga Rp 50-Rp 200, 50% untuk rentang harga Rp 200-Rp 5.000, dan 40% untuk saham dengan harga di atas Rp 5.000.
"Bukan main terkejutnya pasar modal Shanghai. Mana ada bisnis seperti ini: dalam satu jam untung empat kali lipat. Nama perusahaan yang sahamnya sampai ditutup dua kali itu adalah: Shanghai Anji Microelectronics. Bergerak di bidang microchip," cerita Dahlan lagi.
Perang Dagang
Menurut Dahlan, perang dagang rupanya ada manfaatnya. Bagi para startup, penemuan teknologi mereka menjadi pilihan masa depan sebagai pengganti teknologi dari AS yang oleh Trump dilarang masuk ke China.
Namun salah satu sisi buruknya dengan Star Market ini adalah pasar saham utama di China turun sekitar 1,5%, baik di pasar modal Shanghai, Shenzhen, dan Hong Kong.
"Banyak uang tersedot ke Star Market."
Dahlan menjelaskan perbedaan papan baru ini dengan papan utama di Shanghai ialah persyaratan IPO-nya. Untuk masuk Star Market harus perusahaan startup dan tidak perlu sudah laba. Bahkan tidak perlu perusahaan yang sudah punya pendapatan. Artinya perusahaan baru pun sudah bisa mendaftar.
"Pengelola Star Market-lah yang akan menyeleksi. Syaratnya: harus bergerak di bidang yang sangat diperlukan negara. Untuk masa depan kejayaan bangsa. Dan untuk kelangsungan pertumbuhan ekonomi."
"Intinya: agar Tiongkok tidak tergantung pada teknologi Amerika lagi. Contohnya 25 perusahaan startup yang masuk Star Market gelombang pertama itu. Mereka bergerak di bidang chip, bioteknologi, artificial intelligence, semiconductor dan material baru."
Menurut Dahlan, Star Market menjadi terobosan bagi para penemu teknologi yang biasanya kesulitan modal dan lantas menyerah ke pemilik modal yang belum tentu mengerjakannya.
Dia menilai melonjaknya harga saham Star Market itu tentu menjadi pendorong penemuan-penemuan baru. Bahkan akan membuat perang dagang dengan Amerika kian seru dan berpotensi terus meningkatkan harga saham mereka. Seperti ada keyakinan dan jaminan bahwa produk mereka akan laris di dalam negeri, jadi tidak perlu bersaing dengan bikinan Amerika.
"Bagi pasar modal Shanghai ini juga jadi obat. Setelah tahun 2015 lalu babak belur. Jutaan orang Tiongkok menangis. Harga saham hancur-hancuran. Kapitalisasi di pasar modal Shanghai turun sampai US$ 5 triliun. Setara dengan hampir Rp 70 ribu triliun."
"Kita lantas bisa tahu betapa kuat Tiongkok. Kehilangan Rp 70 ribu triliun dalam sekejap tidak terjadi oleng. Di Tiongkok memang terdapat sekitar 100 juta orang yang aktif jual beli saham di pasar modal. Yang mampu melakukan transaksi di atas Rp 1 miliar pun sudah sekitar 4 juta orang. Kesulitan memang sering memunculkan ide baru. Star Market tidak mungkin lahir kalau Trump tidak menekan Tiongkok."
BEI tentu tak mau ketinggalan kereta.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan Bursa masih merampungkan aturan mengenai papan perdagangan baru yang mengakomodasi startup ini. Sebab, nantinya perdagangannya akan berbeda.
"Berbeda nanti lebih kecil auto rejection-nya, lebih kecil baik di perdagangan reguler dan listing. Kita berharap market lebih kayak showcase [lemari kaca], [jadi] tidak diharapkan orang aktif trading di sana, lebih ke private equity dan investor profesional dan institusi," kata Laksono di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (17/7).
Simak deretan IPO bernilai jumbo.
(tas/hps) Next Article Bentar Lagi 'Banjir' IPO Startup, Bursa Rombak Aturan Listing
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular