
Dipukul Rupiah, IHSG Merah Saat Bursa Asia Hijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 July 2019 09:39

Depresiasi rupiah membuat sentimen positif berupa kemesraan AS-China di bidang perdagangan menjadi tak bisa mengangkat kinerja bursa saham tanah air. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.041/dolar AS. Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka rupiah akan membukukan koreksi selama tiga hari beruntun.
Kekhawatiran bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS tak akan bertindak kelewat dovish dalam pertemuannya bulan ini masih menjadi faktor yang membuat rupiah babak belur.
Sejatinya, pada pekan lalu sempat membuncah optimisme yang begitu besar bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam pertemuannya bulan ini. Optimisme tersebut membuncah seiring dengan komentar yang dilontarkan John Williams selaku New York Federal Reserve President.
Williams mengatakan bahwa The Fed perlu untuk “bertindak cepat” di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.
“Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana,” kata Williams.
Namun, pernyataan tersebut kemudian didinginkan oleh Federal Reserve Bank of New York yang menyebut bahwa pernyataan dari Williams tersebut bersifat akademis dan tidak mencerminkan arah kebijakan moneter dari bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 23 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini hanya tersisa 21,4%. Padahal sebelumnya, merespons pernyataan dari Williams, probabilitasnya sempat melonjak menjadi ke atas 50%.
Kini, pelaku pasar meyakini bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang akan dieksekusi oleh The Fed pada akhir bulan ini hanya sebesar 25 bps, di mana probabilitasnya mencapai 78,6%.
Kala The Fed tak kelewat agresif dalam memangkas tingkat suku bunga acuan, imbal hasil dari instrumen berpendapatan tetap di AS akan berada di level yang relatif tinggi. Akibatnya, aliran modal asing berlarian meninggalkan rupiah dan menyemut di dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Kekhawatiran bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS tak akan bertindak kelewat dovish dalam pertemuannya bulan ini masih menjadi faktor yang membuat rupiah babak belur.
Sejatinya, pada pekan lalu sempat membuncah optimisme yang begitu besar bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan hingga 50 bps dalam pertemuannya bulan ini. Optimisme tersebut membuncah seiring dengan komentar yang dilontarkan John Williams selaku New York Federal Reserve President.
“Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana,” kata Williams.
Namun, pernyataan tersebut kemudian didinginkan oleh Federal Reserve Bank of New York yang menyebut bahwa pernyataan dari Williams tersebut bersifat akademis dan tidak mencerminkan arah kebijakan moneter dari bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 23 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini hanya tersisa 21,4%. Padahal sebelumnya, merespons pernyataan dari Williams, probabilitasnya sempat melonjak menjadi ke atas 50%.
Kini, pelaku pasar meyakini bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang akan dieksekusi oleh The Fed pada akhir bulan ini hanya sebesar 25 bps, di mana probabilitasnya mencapai 78,6%.
Kala The Fed tak kelewat agresif dalam memangkas tingkat suku bunga acuan, imbal hasil dari instrumen berpendapatan tetap di AS akan berada di level yang relatif tinggi. Akibatnya, aliran modal asing berlarian meninggalkan rupiah dan menyemut di dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular