Ricuh Jababeka & Injury Time Buktikan Pengendali tak Berubah

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
24 July 2019 06:37
Ricuh Jababeka & Injury Time Buktikan Pengendali tak Berubah
Foto: Kawasan Industri Jababeka Kendal (dok. jababeka.com)
Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. (KIJA) tinggal punya waktu dua hari jelang tenggat waktu melakukan penawaran pembelian kembali notes yang diterbitkan anak usaha.

Tenggat waktu tersebut berdasarkan perhitungan dari manajemen lama yang menilai terjadi action in concert sehingga terjadi perubahan pemegang saham pengendali (change of control/CoC).

Namun Sugiharto, direktur utama yang ditunjuk berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan 26 Juni 2019, menyangkal bahwa telah terjadi perubahan pemegang pengendali.

Oleh karena itu, dalam beberapa hari ini (sebelum 26 Juni 2019) atau 30 hari setelah RUPS, Sugiharto menyampaikan kepada pemegang notes dan bank-bank tidak terjadi perubahan pemegang saham.

"Tidak ada persyaratan yang sesuai dengan kovenan notes yang membuat terjadi perubahan pemegang saham pengendali. Jadi sebelum tanggal 26 kami akan menyampaikan itu kepada bank-bank," kata Sugiharto kepada CNBC Indonesia, Senin (22/07/2017).



Cerita ini bermula dari keterbukaan informasi yang disampaikan mantan direktur utama yang saat ini menjabat sebagai direktur dan juga corporate secretary Tedjo Budianto Liman. Ia mengungkapkan ada risiko gagal bayar atau default atas kewajiban pembayaran notes yang diterbitkan anak usaha. Risiko ini muncul akibat perubahan susunan anggota direksi dan anggota dewan komisaris perusahaan.

Disebutkan, manajemen perseroan mengungkapkan perubahan susunan anggota direksi dan anggota dewan komisaris yang merupakan usulan dari PT Imakotama Investido dan Islamic Development Bank (IDB), berturut-turut selaku pemegang saham perseroan sebesar 6,387% dan 10,841% dari seluruh saham perseroan (saat RUPST 26 Juni 2019 berlangsung), mengusulkan Sugiharto sebagai dirut dan Aries Liman sebagai komisaris.

Usulan ini telah disetujui dalam RUPST dengan jumlah suara setuju sebesar 52,117%.

"[ini] dapat dilihat sebagai telah terjadi acting in concert dan adanya perubahan pengendalian berdasarkan syarat dan kondisi notes yang tepat diterbitkan perseroan," sebut Budianto dalam keterbukaan informasi.

Perubahan pengendalian dalam perseroan, sebagaimana dimaksud dalam syarat dan kondisi dari notes yang diterbitkan oleh Jababeka International BV, anak usaha, maka Jababeka International berkewajiban untuk memberikan penawaran pembelian kepada para pemegang notes dengan harga pembelian 101% dari nilai pokok notes sebesar US$ 300 juta ditambah kewajiban bunga atau setara Rp 4,2 triliun.

Kewajiban ini harus dilakukan dalam 30 hari setelah perubahan pengendali tersebut ditetapkan. Tentu saja hal tersebut mustahil karena kas Jababeka per 31 Maret 2019 hanya senilai Rp 873,89 miliar. Inilah versi yang disampaikan Budianto, yang kemudian diikuti oleh tuntutan kontraktor dan 7 pemegang saham lainnya.

Ricuh Jababeka & Injury Time Buktikan Pengendali tak BerubahFoto: Infografis/ Tak Cuma Jababeka, Emiten ini Juga Tak Bisa Bayar Utang/Arie Pratama
Sugiharto punya versi lain soal hal ini. Seperti disampaikan di atas, Sugiharto kekeuh menyatakan tidak ada perubahan pemegang saham pengendali.

Sugiharto malah menuduh Budianto sudah melakukan penggelapan hukum. Pasalnya, bunyi ringkasan risalah hasil RUPST berbeda dengan rekaman dan adanya surat revisi atas bunyi hasil RUPST tersebut.

Sugiharto mengatakan, ada informasi dalam RUPST tidak dipublikasikan dalam keterbukaan informasi.

"Terjadi penyelundupan hukum. Karena ada perbedaan informasi (risalah hasil rapat) dari yang disampaikan ke media massa dengan rekaman didengar notaris," kata Sugiharto saat berbincang langsung dengan CNBC Indonesia, Senin (22/07/2019)

Ia kemudian memaparkan sejumlah dokumen yang menunjukkan terjadinya penyelundupan hukum. Dokumen-dokumen tersebut merupakan dokumen internal yang menjelaskan hasil RUPST dengan versi yang berbeda.

Dalam publikasi ringkasan risalah hasil RUPST yang berlangsung pada 26 Juni, pada mata acara kelima disebutkan:

"Menyetujui mengangkat Bapak Sugiharto sebagai Direktur Utama dan Bapak Aries Liman sebagai Komisaris Independen yang berlaku efektif setelah diperolehnya persetujuan dari pihak ketiga, termasuk persetujuan dari kreditur perseroan yang akan dilakukan dalam kurun waktu maksimal 1 bulan, sehingga susunan anggota Direksi dan Dewan Komisaris sampai dengan penutupan RUPST Tahun 2021, adalah sebagai berikut :..."

Dalam susunan tersebut ada tujuh anggota direksi dan dewan komisaris.

Isi pernyataan di atas merupakan isi surat yang disampaikan manajemen pada 27 Juni 2019. Namun isi surat tersebut kemudian direvisi setelah pihak notaris mendengarkan ulang rekamanan tersebut.



Manajemen Jababeka kemudian pada 16 Juli 2019 mengirimkan kembali surat perihal Perbaikan Ringkasan Risalah RUPST PT Jababeka Tbk.

Dalam surat tersebut, isi mata acara kelima hasil RUPST berubah. Isinya:

"Dengan mengingat diperolehnya persetujuan dari pihak ketiga termasuk kreditur perseroan, apabila disyaratkan:

Menyetujui untuk mengangkat Bapak Aries Liman sebagai Komisaris Perseroan dan Bapak Sugiharto sebagai Direktur Utama merangkap Direktur Independen terhitung sejak ditutupnya rapat ini untuk masa jabatan yang sama dengan sisa masa jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota direksi yang lainnya yang telah menjabat pada saat ini yaitu sampai dengan ditutupnya RUPST perseroan yang akan diselenggarakan tahun 2021.

Berdasarkan isi surat tersebut maka, menurut Sugiharto, dirinya sudah resmi menjabat sebagai direktur utama setelah RUPST selesai. Namun dalam pengumuman yang disampaikan ke publik masa berlaku efektif berlaku setelah 30 hari.

"Kami dan notaris dengar berkali-kali isi rekaman tidak ada isinya seperti yang disebutkan (dalam pengumuman). Berarti ini penyelundupan hukum," kata Sugiharto.

Tujuannya, lanjut dia, agar dirinya tidak buru-buru masuk dan ada sesuatu yang ingin "dibereskan" oleh manajemen lama.

Sugiharto juga menekankan, bahwa hasil RUPST tidak membuat terjadinya perubahan pemegang saham pengendali (change of control) pada Jababeka.

"Berdasarkan kovenan notes yang sudah saya baca, semua kondisi hasil RUPS tidak memenuhi syarat (untuk melakukan kewajiban menawarkan pembelian notes)," ujar Sugiharto.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Telkom & Jababeka Kolaborasi Tingkatkan Kompetensi SDM RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular