Timur Tengah Panas, Inggris Gaduh, Rupiah Melemah Deh

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 July 2019 08:40
Timur Tengah Panas, Inggris Gaduh, Rupiah Melemah <i>Deh</i>
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Berbagai sentimen negatif eksternal membuat investor memilih bermain aman. 

Pada Selasa (23/7/2019), US$ 1 setara dengan Rp 13.950 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam. Pada pukul 08:06 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.960 di mana rupiah melemah 0,14%. 

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan pelemahan 0,07% di hadapan dolar AS. Jika pelemahan saat ini terus terjadi hingga lapak ditutup, maka rupiah terdepresiasi selama dua hari beruntun. 


Tidak hanya rupiah, pagi ini sebagian besar mata uang utama Asia juga melemah terhadap dolar AS. Hanya yuan China, dolar Taiwan, dan rupee India yang masih bisa bertahan di zona hijau. 

Won Korea Selatan menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning. Disusul oleh yen Jepang dan rupiah di posisi ketiga terbawah. 

Berikut perkembangan nila tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:08 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Pagi ini, berbagai sentimen negatif beredar di pasar. Pertama adalah dinamika di Timur Tengah yang memanas akibat ketegangan antara Iran dengan AS dan sekutunya. 

Seperti diwartakan oleh Reuters, Garda Revolusioner Iran menangkap kapal tanker berbendera Inggris di wilayah Teluk. Ini merupakan balasan atas langkah Inggris yang menahan kapal Iran di wilayah Gibraltar.  

Tidak hanya itu, pantauan Refinitiv menunjukkan kapal berbendera Liberia yang dioperasikan maskapai Inggris terpantau berubah arah menuju perairan Iran. Ada dugaan kapal tersebut 'diarahkan' oleh Teheran. 

Inggris tidak terima dengan kelakuan tersebut. Bahkan London menyebut aksi itu sebagai perompakan. 

"Berdasarkan hukum internasional, Iran tidak punya hak untuk menghalangi jalur pelayaran, apalagi sampai naik ke kapal. Ini adalah aksi perompakan. Kami akan meminta misi perlindungan maritim Eropa untuk memastikan keamanan kapal dan awaknya di wilayah yang vital tersebut," tegas Jeremy Hunt, Menteri Luar Negeri Inggris, seperti dikutip dari Reuters. 

Namun Iran bersikeras bahwa tindakannya adalah hal yang benar. Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, menyatakan kapal Inggris mematikan sinyal lebih lama dari ketentuan dan berada di jalur yang salah. 

"Kami tidak mencari konflik. Memulai konflik itu mudah, tetapi mustahil untuk mengakhirinya. Penting bagi semua pihak, penting bagi Boris Johnson (calon kuat perdana Menteri Inggris), untuk mengerti bahwa Iran tidak mencari konfrontasi," kata Zarif, seperti diberitakan Reuters. 

Tensi Timur Tengah yang meninggi membuat investor cemas. Jangan-jangan kalau terus berlanjut bisa berujung kepada konflik bersenjata alias perang. Amit-amit... 

Oleh karena itu, investor memilih untuk menunggu perkembangan terbaru sebelum mengambil langkah. Sembari menunggu, pelaku pasar tentu memilih bermain aman sehingga aset-aset berisiko di negara berkembang ditinggalkan dulu, termasuk di Indonesia. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Sentimen kedua, masih terkait Inggris, adalah dinamika politik jelang pergantian kepemimpinan. Kandidat kuat perdana menteri Inggris pengganti Theresa May adalah Johnson dan sang Menlu Hunt. Namun sepertinya peluang Johnson menempati Jalan Downing Nomor 10 lebih besar.

Merasa tidak sejalan dengan sang calon pemimpin, sejumlah menteri di kabinet memilih mundur. Alan Duncan, Menteri Muda Luar Negeri, mundur dari posisinya karena khawatir Johnson akan membawa Inggris menuju No Deal Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa). Kalau sampai terjadi, maka perekonomian Inggris dalam bahaya karena ekspor ke Uni Eropa bakal dikenai bea masuk. 

Pekan lalu, Margot James juga mundur dari jabatannya sebagai menteri kebudayaan. Bahkan Menteri Keuangan Philip Hammond juga memilih mundur daripada nantinya dipecat oleh Johnson. 

Sengkarut politik Inggris membuat nasib Brexit menjadi samar-samar. Kalau banyak menteri yang mundur, maka perdana menteri baru harus memilih lagi para kompatriotnya. Butuh waktu bagi mereka untuk menyesuaikan diri, sehingga muncul pertanyaan apakah Inggris bisa mendapatkan kesepakatan yang terbaik? 

Ketidakpastian Timur Tengah ditambah kisruh politik di Negeri Ratu Elizabeth membuat investor malas bermain agresif. Akibatnya arus modal ke Asia menjadi seret sehingga berbagai mata uang melemah, termasuk rupiah. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular