
Jamu Manis Perry Antar IHSG Melejit 0,83% Jelang Akhir Pekan
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 July 2019 16:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terapresiasi sebesar 0,22% ke level 6.417,44. IHSG terus memperlebar penguatannya ditutup menguat 0,83% ke level 6.456,54.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong apresiasi IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,9%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+6,67%), PT Sinar Mas Multiartha Tbk/SMMA (+8,7%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+2,69%), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+0,71%).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang kompak ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei melonjak 2%, indeks Shanghai melesat 0,79%, indeks Hang Seng melejit 1,07%, indeks Straits Times naik 0,48%, dan indeks Kospi bertambah 1,35%.
Aura dovish yang kian terasa dari The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS sukses memantik aksi beli di bursa saham regional. Aura dovish tersebut kian terasa pasca John Williams selaku New York Federal Reserve President mengatakan bahwa The Fed perlu untuk "bertindak cepat" di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.
"Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana," kata Williams.
Komentar dari Williams tersebut lantas melengkapi pernyataan-pernyataan dovish yang sebelumnya diutarakan oleh Jerome Powell selaku Gubernur The Fed. Pada pekan lalu, Powell memberikan testimoni terkait dengan laporan kebijakan moneter semi tahunan di hadapan para anggota kongres AS.
Pesimisnya Powell dalam melihat kondisi perekonomian di masa depan dibuktikan dengan pengulangan kata 'ketidakpastian' (uncertainty) yang begitu sering. CNBC International mencatat bahwa dalam testimoninya di hadapan anggota kongres, setidaknya 26 kali kata 'ketidakpastian' diucapkan oleh suksesor dari Janet Yellen itu.
'Ketidakpastian' yang diucapkan Powell mengacu kepada berbagai macam hal, seperti prospek perekonomian AS, rendahnya tekanan inflasi, perang dagang AS-China, hingga konsumsi rumah tangga.
"Banyak anggota FOMC sebelumnya melihat bahwa urgensi untuk mengadopsi kebijakan moneter yang lebih akomodatif telah meningkat. Sejak saat itu, berdasarkan data yang dirilis dan berbagai perkembangan lainnya, nampak bahwa ketidakpastian terkait perang dagang dan kekhawatiran mengenai laju perekonomian dunia telah terus membebani prospek perekonomian AS," demikian satu dari sedikit pernyataan Powell yang mengandung kata ketidakpastian.
Di satu sisi, pengulangan kata 'ketidakpastian' yang begitu sering menunjukkan bahwa laju perekonomian dunia saat ini berikut dengan prospeknya benar-benar sedang lesu. Namun di sisi lain, terlihat jelas bahwa Powell memberi sinyal yang kuat terkait dengan pemangkasan tingkat suku bunga acuan secara agresif.
Kini, pernyataan dari Powell dan Williams sukses membuat optimisme terkait pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan The Fed bulan ini membuncah. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 19 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 50,4%, jauh lebih tinggi ketimbang posisi minggu lalu yang sebesar 23%.
Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 25 bps berada di level 49,6%, turun jauh dari posisi minggu lalu yang sebesar 77%.
Pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi sangat krusial guna menghindarkan perekonomian AS dari yang namanya hard landing. Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Ketika laju perekonomian AS bisa didorong di level yang tinggi, perekonomian dari negara-negara lain akan bisa dipacu untuk melaju di level yang tinggi juga. Maklum, AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong apresiasi IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,9%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+6,67%), PT Sinar Mas Multiartha Tbk/SMMA (+8,7%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+2,69%), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+0,71%).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang kompak ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei melonjak 2%, indeks Shanghai melesat 0,79%, indeks Hang Seng melejit 1,07%, indeks Straits Times naik 0,48%, dan indeks Kospi bertambah 1,35%.
"Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana," kata Williams.
Komentar dari Williams tersebut lantas melengkapi pernyataan-pernyataan dovish yang sebelumnya diutarakan oleh Jerome Powell selaku Gubernur The Fed. Pada pekan lalu, Powell memberikan testimoni terkait dengan laporan kebijakan moneter semi tahunan di hadapan para anggota kongres AS.
Pesimisnya Powell dalam melihat kondisi perekonomian di masa depan dibuktikan dengan pengulangan kata 'ketidakpastian' (uncertainty) yang begitu sering. CNBC International mencatat bahwa dalam testimoninya di hadapan anggota kongres, setidaknya 26 kali kata 'ketidakpastian' diucapkan oleh suksesor dari Janet Yellen itu.
'Ketidakpastian' yang diucapkan Powell mengacu kepada berbagai macam hal, seperti prospek perekonomian AS, rendahnya tekanan inflasi, perang dagang AS-China, hingga konsumsi rumah tangga.
"Banyak anggota FOMC sebelumnya melihat bahwa urgensi untuk mengadopsi kebijakan moneter yang lebih akomodatif telah meningkat. Sejak saat itu, berdasarkan data yang dirilis dan berbagai perkembangan lainnya, nampak bahwa ketidakpastian terkait perang dagang dan kekhawatiran mengenai laju perekonomian dunia telah terus membebani prospek perekonomian AS," demikian satu dari sedikit pernyataan Powell yang mengandung kata ketidakpastian.
Di satu sisi, pengulangan kata 'ketidakpastian' yang begitu sering menunjukkan bahwa laju perekonomian dunia saat ini berikut dengan prospeknya benar-benar sedang lesu. Namun di sisi lain, terlihat jelas bahwa Powell memberi sinyal yang kuat terkait dengan pemangkasan tingkat suku bunga acuan secara agresif.
Kini, pernyataan dari Powell dan Williams sukses membuat optimisme terkait pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan The Fed bulan ini membuncah. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 19 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 50,4%, jauh lebih tinggi ketimbang posisi minggu lalu yang sebesar 23%.
Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas sebesar 25 bps berada di level 49,6%, turun jauh dari posisi minggu lalu yang sebesar 77%.
Pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi sangat krusial guna menghindarkan perekonomian AS dari yang namanya hard landing. Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.
Ketika laju perekonomian AS bisa didorong di level yang tinggi, perekonomian dari negara-negara lain akan bisa dipacu untuk melaju di level yang tinggi juga. Maklum, AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular