
Jamu Manis Perry Antar IHSG Melejit 0,83% Jelang Akhir Pekan
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 July 2019 16:45

Dari dalam negeri, memasuki hari kedua, ‘Perry Warjiyo Effect’ terbukti belum luntur. Perry merupakan Gubernur dari Bank Indonesia (BI). Sebelumnya, Perry dan BI secara keseluruhan bisa dikatakan behind the curve lantaran belum juga memangkas tingkat suku bunga acuan, terlepas adanya sinyal kuat dari The Fed bahwa tingkat suku bunga acuan akan segera dipangkas (yang pada akhirnya membuat bank sentral negara-negara Asia melakukan normalisasi terlebih dulu).
Pasca menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari yang dimulai sejak hari Rabu (17/7/2019) dan berakhir kemarin (18/7/2019), BI akhirnya mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps, dari 6% ke level 5,75%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juli 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps (menjadi) 5,75%," kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, berikut juga proyeksi dari Tim Riset CNBC Indonesia, bahwa tingkat suku bunga acuan akan diturunkan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini.
Kedepannya, BI bahkan melihat bahwa ruang pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut masih terbuka seiring dengan rendahnya inflasi serta demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi, tekanan dari perekonomian global sudah mulai mereda di tahun ini karena China dan AS kembali sepakat untuk melanjutkan negosiasi dagang.
"Sudah akomodatif dari beberapa bulan terakhir dan akan tetap akomodatif ke depannya. Kita longgarkan kebijakan atau bisa juga penurunan suku bunga," tegas Perry.
Di tengah lesunya kondisi perekonomian saat ini, tentu pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi terbaik yang bisa diambil oleh bank sentral. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas, tingkat suku bunga kredit diharapkan bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Kala roda perekonomian berputar lebih kencang, penjualan perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa terdongkrak.
Sebagai informasi, lesunya kondisi perekonomian saat ini terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2018, target pertumbuhan ekonomi dipatok di level 5,4%. Namun, realisasinya hanyalah 5,17%.
Pada kuartal I-2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh di level 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,19% YoY. (ank/hps)
Pasca menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari yang dimulai sejak hari Rabu (17/7/2019) dan berakhir kemarin (18/7/2019), BI akhirnya mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps, dari 6% ke level 5,75%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juli 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps (menjadi) 5,75%," kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Kedepannya, BI bahkan melihat bahwa ruang pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut masih terbuka seiring dengan rendahnya inflasi serta demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi, tekanan dari perekonomian global sudah mulai mereda di tahun ini karena China dan AS kembali sepakat untuk melanjutkan negosiasi dagang.
"Sudah akomodatif dari beberapa bulan terakhir dan akan tetap akomodatif ke depannya. Kita longgarkan kebijakan atau bisa juga penurunan suku bunga," tegas Perry.
Di tengah lesunya kondisi perekonomian saat ini, tentu pemangkasan tingkat suku bunga acuan menjadi opsi terbaik yang bisa diambil oleh bank sentral. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas, tingkat suku bunga kredit diharapkan bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Kala roda perekonomian berputar lebih kencang, penjualan perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa terdongkrak.
Sebagai informasi, lesunya kondisi perekonomian saat ini terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2018, target pertumbuhan ekonomi dipatok di level 5,4%. Namun, realisasinya hanyalah 5,17%.
Pada kuartal I-2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh di level 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,19% YoY. (ank/hps)
Next Page
Investor Asing Masuk Rp 137 Miliar
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular