
Rupiah 'Dimanja' 2 Bank Sentral: The Fed dan BI
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 July 2019 08:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Dua bank sentral memberikan angin segar bagi mata uang Tanah Air.
Pada Jumat (19/7/2019), US$ 1 dihargai Rp 13.930 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah sedikit menipis. Pada pukul 08:20 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 13.935 di mana rupiah menguat 0,14%.
Pagi ini, berbagai mata uang utama Asia juga berhasil terapresiasi di hadapan greenback. Dolar Taiwan menjadi yang terkuat, disusul oleh baht Thailand dan ringgit Malaysia.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:22 WIB:
Adalah Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed, yang membuat mata uang Asia berhasil berjaya. John Williams, Presiden The Fed New York, menegaskan bahwa AS membutuhkan stimulus baru seiring kelesuan ekonomi yang semakin terasa.
Williams mencontohkan inflasi masih sulit stabil di angka 2%. The Fed menggunakan Personal Consumption Expenditure (PCE) inti untuk mengukur inflasi. Terakhir, PCE inti pada Juni berada di 1,6% year-on-year (YoY).
"Lebih baik mengambil langkah preventif daripada menunggu bencana terjadi. Saat Anda sudah menghabiskan begitu banyak stimulus, yang harus dilakukan selanjutnya adalah menurunkan suku bunga dengan segera saat tanda-tanda perlambatan ekonomi sudah terlihat," jelas Williams, seperti dikutip dari Reuters.
Pernyataan Williams semakin mempertegas posisi The Fed yang sepertinya akan longgar. Penurunan suku bunga acuan rasanya sudah sulit untuk dihindari.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan Fed Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada 31 Jull adalah 55,9%. Sementara peluang pemangkasan 50 bps juga cukup besar yaitu 44,2%.
Situasi seperti ini sangat tidak menguntungkan dolar AS, sebab penurunan suku bunga membuat investasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi tidak menarik. Pada pukul 08:38 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 2,0415%. Terendah sejak 9 Juli dan mungkin akan lebih rendah lagi kalau The Fed jadi menurunkan suku bunga acuan.
Arus modal berhamburan keluar dari Negeri Paman Sam, hinggap ke berbagai penjuru termasuk Asia. Ini yang membuat rupiah dkk mampu digdaya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pada Jumat (19/7/2019), US$ 1 dihargai Rp 13.930 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah sedikit menipis. Pada pukul 08:20 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 13.935 di mana rupiah menguat 0,14%.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:22 WIB:
Adalah Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed, yang membuat mata uang Asia berhasil berjaya. John Williams, Presiden The Fed New York, menegaskan bahwa AS membutuhkan stimulus baru seiring kelesuan ekonomi yang semakin terasa.
Williams mencontohkan inflasi masih sulit stabil di angka 2%. The Fed menggunakan Personal Consumption Expenditure (PCE) inti untuk mengukur inflasi. Terakhir, PCE inti pada Juni berada di 1,6% year-on-year (YoY).
"Lebih baik mengambil langkah preventif daripada menunggu bencana terjadi. Saat Anda sudah menghabiskan begitu banyak stimulus, yang harus dilakukan selanjutnya adalah menurunkan suku bunga dengan segera saat tanda-tanda perlambatan ekonomi sudah terlihat," jelas Williams, seperti dikutip dari Reuters.
Pernyataan Williams semakin mempertegas posisi The Fed yang sepertinya akan longgar. Penurunan suku bunga acuan rasanya sudah sulit untuk dihindari.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan Fed Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada 31 Jull adalah 55,9%. Sementara peluang pemangkasan 50 bps juga cukup besar yaitu 44,2%.
Situasi seperti ini sangat tidak menguntungkan dolar AS, sebab penurunan suku bunga membuat investasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi tidak menarik. Pada pukul 08:38 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 2,0415%. Terendah sejak 9 Juli dan mungkin akan lebih rendah lagi kalau The Fed jadi menurunkan suku bunga acuan.
Arus modal berhamburan keluar dari Negeri Paman Sam, hinggap ke berbagai penjuru termasuk Asia. Ini yang membuat rupiah dkk mampu digdaya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
BI Effect Masih Terasa
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular