Pengumuman Suku Bunga Acuan Bikin Grogi, IHSG Turun Tipis

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 July 2019 12:54
Pengumuman Suku Bunga Acuan Bikin Grogi, IHSG Turun Tipis
Foto: Bursa Efek Indonesia (BEI) (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Hingga tengah hari, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus berada dalam tekanan. Pada pembukaan perdagangan, indeks saham acuan di Indonesia tersebut melemah 0,15% ke level 6.385,06. Selepas itu, IHSG beberapa kali bolak-balik di hijau dan merah. Per akhir sesi satu, IHSG melemah tipis 0,02% ke level 6.393,48.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei jatuh 1,95%, indeks Shanghai turun 0,83%, indeks Hang Seng melemah 0,55%, indeks Straits Times terkoreksi 0,28%, dan indeks Kospi berkurang 0,35%.

Potensi memanasnya perang dagang AS-China menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Wall Street Journal melaporkan bahwa proses negosiasi dagang AS-China kini mandek lantaran keduanya tak mampu mencapai kata sepakat terkait dengan kasus Huawei, dilansir dari CNBC International.

Seperti yang diketahui, pada bulan Mei Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.

Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 70 entitas terafiliasi dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.

Sejatinya pasca Trump bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Jepang pada akhir bulan lalu, Trump mengatakan bahwa dirinya akan melonggarkan sanksi yang diberikan terhadap Huawei. Namun, hingga kini AS masih menimbang seberapa besar keringanan yang akan diberikan kepada raksasa pembuat perangkat telekomunikasi asal China tersebut.

Kabar negatif terkait negosiasi dagang AS-China ini datang sehari pasca Trump melempar komentar yang begitu pedas. Dalam rapat kabinet di Gedung Putih yang digelar pada hari Selasa (16/7/2019), Trump menekankan bahwa AS dapat mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 325 miliar jika diperlukan.

"Ada produk impor senilai US$ 325 miliar yang bisa kita kenakan bea masuk baru jika kita mau," kata Trump, dilansir dari Bloomberg.

Perkembangan yang ada dalam beberapa waktu terakhir sangat mungkin untuk membuat perang dagang kedua negara justru tereskalasi. Jika ini yang terjadi, dampaknya terhadap laju perekonomian dunia dipastikan akan signifikan, mengingat AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Sebagai informasi, pada awal pekan ini biro statistik Negeri Panda mengumumkan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) China periode kuartal II-2019 berada di level 6,2% secara tahunan (year-on-year/YoY), menandai laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.


NEXT >>> Halaman Selanjutnya


Lebih lanjut, tekanan bagi IHSG datang dari kekhawatiran yang menyelimuti terkait dengan pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang sudah dimulai sejak kemarin (17/7/2019) dan hasilnya akan diumumkan pada siang hari ini.

Sejatinya, konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memproyeksikan bahwa 7-Day Reverse Repo Rate akan dipangkas sebesar 25 bps menjadi 5,75% dalam pertemuan kali ini. Dari 14 institusi yang berparitisipasi dalam pembentukan konsensus kami, hanya dua yang memperkirakan suku bunga acuan masih akan dipertahankan di level 6%.


Tim Riset CNBC Indonesia juga memperkirakan bahwa 7-Day Reverse Repo Rate akan dipangkas sebesar 25 bps. Pasalnya, BI sejatinya sudah ‘cek ombak’ sedari bulan lalu.

Walau kembali mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate di level 6%, BI memutuskan untuk menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank umum menjadi 6%, dari yang sebelumnya 6,5%. Sementara itu, GWM untuk bank syariah juga dipangkas sebesar 50 bps menjadi 4,5%, dari yang sebelumnya 5%. Penurunan ini berlaku efektif pada 1 Juli 2019 dan disebut oleh BI akan menambah likuiditas perbankan senilai Rp 25 triliun.

Melalui kebijakan ini, BI terlihat ingin melihat respons pelaku pasar keuangan kala tingkat suku bunga acuan dipangkas nantinya.

Hasilnya, ternyata dana investor asing mengalir deras ke pasar saham dan obligasi.




Jika BI kembali melonggarkan kebijakan moneter dengan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan bulan ini, ada peluang yang besar bahwa kestabilan nilai tukar rupiah akan tetap bisa dijaga.

Namun, pelaku pasar tampak memilih bermain aman mengingat kebijakan BI di era Perry Warjiyo selaku Gubernur seringkali sulit ditebak.

Saat ini perekonomian Indonesia jelas membutuhkan stimulus moneter. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, target pertumbuhan ekonomi dipatok di level 5,1%. Tak puas sampai di situ, pemerintah seolah menyombongkan diri dengan menaikkan target menjadi 5,2% dalam APBNP 2017. Padahal, biasanya target justru diturunkan dari yang dicanangkan di APBN. Kenyataannya, realisasi pertumbuhan ekonomi hanyalah 5,07%.

Untuk tahun 2018, pemerintah tidak mengajukan APBNP ke Dewan Pewakilan Rakyat (DPR). Dalam APBN 2018, pertumbuhan ekonomi dipatok di level 5,4% dan yang terealisasi hanyalah 5,17%.

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi periode kuartal I-2019 diumumkan di level 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY) oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jauh lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,19% YoY.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular