
'Uji Nyali' BI: Beranikah Pangkas Suku Bunga Acuan Besok?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 July 2019 17:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Lain dulu lain sekarang, itulah gambaran mengenai kepemimpinan Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia (BI). Kalau dulu Perry selalu menyuarakan jargon ahead the curve, kini justru BI bersikap behind the curve.
Sekadar mengingatkan, jargon ahead the curve yang acap kali disebut oleh Perry mengacu kepada sikap hawkish yang diterapkannya dalam merespons normalisasi tingkat suku bunga acuan yang dilakukan oleh The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS.
Maklum, terhitung sejak Perry menduduki posisi BI-1 pada pertengahan Mei 2018, bank sentral Negeri Paman Sam sudah memberi sinyal yang kuat bahwa tingkat suku bunga acuan akan dikerek naik dalam pertemuan-pertemuan mendatang.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pertamanya sebagai bos BI pada pertengahan Mei 2018, Perry memutuskan untuk mengerek naik tingkat suku bunga acuan alias BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps, dari 4,25% menjadi 4,5%.
Kemudian secara mengejutkan, Perry memutuskan untuk menggelar RDG insidentil pada akhir Mei 2018. Hasilnya, tingkat suku bunga acuan kembali dikerek naik sebesar 25 bps menjadi 4,75%.
Pada Juni 2018, The Fed tercatat menaikkan federal funds rate (FFR) ke rentang 1,75%-2%, dari yang sebelumnya 1,5%-1,75%. Inilah yang disebut ahead the curve, di mana BI mengerek naik tingkat suku bunga acuan sebelum The Fed melakukan hal serupa.
Sepanjang tahun 2018, The Fed tercatat mengerek naik tingkat suku bunga acuan sebanyak empat kali dengan total 100 bps. Sementara itu, BI mengerek naik tingkat suku bunga acuan sebanyak total 175 bps.
Namun kini, The Fed sudah sangat dekat untuk putar balik. Bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut, utamanya melalui Jerome Powell selaku Gubernur, sudah melontarkan pernyataan bernada dovish yang mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga acuan akan segera dipangkas.
Bahkan, pelaku pasar meyakini bahwa FFR akan dipangkas pada bulan ini juga. Laju perekonomian AS yang relatif lesu dan rendahnya tekanan inflasi menjadi faktor yang membuat The Fed diyakini akan melonggarkan tingkat suku bunga acuan pada bulan ini.
Bank sentral negara-negara lain pun sudah 'colong start' dengan mengeksekusi pemangkasan terlebih dulu. Malaysia misalnya, pada bulan Mei Bank Negara Malaysia (BNM) memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 3%, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2016 silam.
Lalu, Reserve Bank of Australia (RBA) telah menurunkan tingkat suku bunga acuannya ke level terendah sepanjang sejarah. Pada Selasa (2/7/2019), RBA memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 1%. Langkah tersebut diambil guna mencegah Negeri Kanguru itu jatuh ke dalam jurang resesi.
Sementara itu, Reserve Bank of India (RBI) kembali memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan Juni, menandai pemangkasan ketiga di tahun ini. Langkah dovish itu diambil setelah data terbaru menunjukkan bahwa perekonomian mencatatkan laju pertumbuhan terlambat dalam empat tahun terakhir.
Lebih lanjut, walaupun sejauh ini belum memangkas tingkat suku bunga acuan, People's Bank of China (PBoC) selaku bank sentral China dan Bank of Thailand's (BoT) selaku bank sentral Thailand sudah mengirim sinyal bahwa akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan di masa depan.
Pada awal bulan lalu, Gubernur PBOC Yi Gang mengatakan bahwa ada ruang yang sangat besar untuk menyesuaikan kebijakan moneter jika perang dagang antara AS dengan China semakin memanas, seperti dilansir dari Bloomberg.
Sementara itu, sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh BoT datang beberapa waktu yang lalu kala salah satu pejabatnya mengatakan bahwa stance kebijakan bank sentral di masa depan akan bergantung kepada data-data ekonomi, dilansir dari Bangkok Post.
HALAMAN SELANJUTNYA >>>
Sekadar mengingatkan, jargon ahead the curve yang acap kali disebut oleh Perry mengacu kepada sikap hawkish yang diterapkannya dalam merespons normalisasi tingkat suku bunga acuan yang dilakukan oleh The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS.
Maklum, terhitung sejak Perry menduduki posisi BI-1 pada pertengahan Mei 2018, bank sentral Negeri Paman Sam sudah memberi sinyal yang kuat bahwa tingkat suku bunga acuan akan dikerek naik dalam pertemuan-pertemuan mendatang.
Kemudian secara mengejutkan, Perry memutuskan untuk menggelar RDG insidentil pada akhir Mei 2018. Hasilnya, tingkat suku bunga acuan kembali dikerek naik sebesar 25 bps menjadi 4,75%.
Pada Juni 2018, The Fed tercatat menaikkan federal funds rate (FFR) ke rentang 1,75%-2%, dari yang sebelumnya 1,5%-1,75%. Inilah yang disebut ahead the curve, di mana BI mengerek naik tingkat suku bunga acuan sebelum The Fed melakukan hal serupa.
Sepanjang tahun 2018, The Fed tercatat mengerek naik tingkat suku bunga acuan sebanyak empat kali dengan total 100 bps. Sementara itu, BI mengerek naik tingkat suku bunga acuan sebanyak total 175 bps.
Namun kini, The Fed sudah sangat dekat untuk putar balik. Bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut, utamanya melalui Jerome Powell selaku Gubernur, sudah melontarkan pernyataan bernada dovish yang mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga acuan akan segera dipangkas.
Bahkan, pelaku pasar meyakini bahwa FFR akan dipangkas pada bulan ini juga. Laju perekonomian AS yang relatif lesu dan rendahnya tekanan inflasi menjadi faktor yang membuat The Fed diyakini akan melonggarkan tingkat suku bunga acuan pada bulan ini.
Bank sentral negara-negara lain pun sudah 'colong start' dengan mengeksekusi pemangkasan terlebih dulu. Malaysia misalnya, pada bulan Mei Bank Negara Malaysia (BNM) memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 3%, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2016 silam.
Lalu, Reserve Bank of Australia (RBA) telah menurunkan tingkat suku bunga acuannya ke level terendah sepanjang sejarah. Pada Selasa (2/7/2019), RBA memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 1%. Langkah tersebut diambil guna mencegah Negeri Kanguru itu jatuh ke dalam jurang resesi.
Sementara itu, Reserve Bank of India (RBI) kembali memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan Juni, menandai pemangkasan ketiga di tahun ini. Langkah dovish itu diambil setelah data terbaru menunjukkan bahwa perekonomian mencatatkan laju pertumbuhan terlambat dalam empat tahun terakhir.
Lebih lanjut, walaupun sejauh ini belum memangkas tingkat suku bunga acuan, People's Bank of China (PBoC) selaku bank sentral China dan Bank of Thailand's (BoT) selaku bank sentral Thailand sudah mengirim sinyal bahwa akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan di masa depan.
Pada awal bulan lalu, Gubernur PBOC Yi Gang mengatakan bahwa ada ruang yang sangat besar untuk menyesuaikan kebijakan moneter jika perang dagang antara AS dengan China semakin memanas, seperti dilansir dari Bloomberg.
Sementara itu, sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh BoT datang beberapa waktu yang lalu kala salah satu pejabatnya mengatakan bahwa stance kebijakan bank sentral di masa depan akan bergantung kepada data-data ekonomi, dilansir dari Bangkok Post.
HALAMAN SELANJUTNYA >>>
Next Page
Peta Permainan Sudah Berubah
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular