'Uji Nyali' BI: Beranikah Pangkas Suku Bunga Acuan Besok?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 July 2019 17:20
Sudah ‘Cek Ombak’
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Lantas, bernyalikah BI untuk kini memangkas tingkat suku bunga acuan dan membalikkan posisinya menjadi ahead the curve, dari yang saat ini behind the curve?

Sebagai informasi, RDG edisi Juli 2019 digelar mulai hari ini hingga besok (18/7/2019). Pengumuman hasil RDG akan disampaikan besok siang.

Sekedar mengingatkan, alasan dari BI terkait mengapa tingkat suku bunga acuan belum diturunkan hingga saat ini adalah pihaknya masih akan mencermati kondisi pasar global dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).

“…sementara kebijakan suku bunga kami sampaikan kami cermati kondisi pasar global dan NPI dalam pertimbangkan (pemangkasan) suku bunga,” kata Perry di Gedung BI, Kamis (20/6/2019).

Jika diamati, BI sejatinya sudah ‘cek ombak’ sedari bulan lalu. Walau kembali mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate di level 6%, BI memutuskan untuk menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank umum menjadi 6%, dari yang sebelumnya 6,5%. Sementara itu, GWM untuk bank syariah juga dipangkas sebesar 50 bps menjadi 4,5%, dari yang sebelumnya 5%. Penurunan ini berlaku efektif pada 1 Juli 2019 dan disebut oleh BI akan menambah likuiditas perbankan senilai Rp 25 triliun.

Melalui kebijakan ini, BI terlihat ingin melihat respons pelaku pasar keuangan kala tingkat suku bunga acuan dipangkas nantinya.

Hasilnya, ternyata dana investor asing mengalir deras ke pasar saham dan obligasi.

Di pasar saham (pasar reguler), dalam periode 20 Juni hingga kemarin (16/7/2019) investor asing tercatat membukukan beli bersih senilai Rp 4,6 triliun. Di seluruh pasar, beli bersih investor asing bahkan mencapai Rp 14,5 triliun.

Sementara itu, di pasar obligasi, dalam periode 20 Juni hingga 15 Juli (data terakhir yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko/DJPPR) terdapat beli bersih senilai Rp 43 triliun oleh investor asing.

Seiring dengan derasnya aliran modal investor asing yang masuk, dalam periode 20 Juni hingga 16 Juli rupiah menguat sebesar 2,35% di pasar spot, dari level Rp 14.265/dolar AS ke level Rp 13.930/dolar AS.

Dengan mengamati perkembangan tersebut, bisa dikatakan bahwa investor asing menyambut dengan sangat-sangat positif pelonggaran kebijakan moneter (berupa penurunan rasio GWM) yang dieksekusi BI pada bulan lalu.

Jika BI kembali melonggarkan kebijakan moneter dengan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan bulan ini, ada peluang yang besar bahwa kestabilan nilai tukar rupiah akan tetap bisa dijaga.

Selama ini, kestabilan nilai tukar rupiah memang menjadi ganjalan bagi BI ketika ingin memangkas tingkat suku bunga acuan. Ada kekhawatiran bahwa investor asing akan menarik dananya dari pasar saham dan obligasi lantaran fundamental rupiah yang bermasalah.

Bermasalahnya fundamental rupiah bisa dilihat dari besarnya defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) yang merupakan bagian dari NPI. CAD Indonesia jauh lebih dalam jika dibandingkan dengan negara-negara tetangganya. Bahkan, Thailand & Malaysia justru bisa membukukan surplus transaksi berjalan.


Sebagai informasi, BI mencatat bahwa CAD periode kuartal I-2019 adalah senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal I-2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Dengan mencermati perkembangan yang ada, kami meyakini bahwa Perry Warjiyo dan koleganya di bank sentral akan mengumumkan pemangkasan tingkat suku bunga acuan esok hari, setidaknya sebesar 25 bps.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/dru)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular