
Sangar, Rupiah di Posisi Terkuat Sejak Juni Tahun Lalu!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 July 2019 16:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Faktor domestik begitu berperan dalam penguatan rupiah.
Pada Senin (15/7/2019), US$ 1 dibanderol Rp 13.915 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,6% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Rupiah kini berada di posisi terkuat sejak 7 Juni 2018. Sementara penguatan 0,6% menjadi apresiasi harian sejak 31 Mei.
Kala pembukaan pasar, rupiah sudah menguat tetapi hanya 0,03%. Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin kuat.
Bahkan dolar AS sempat didorong ke kisaran Rp 13.800. Namun itu tidak lama, dolar AS berhasil kembali merangkak ke level Rp 13.900.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:
Tidak hanya rupiah, sebagian besar mata uang utama Asia juga berhasil menguat di hadapan dolar AS. Akan tetapi dengan apresiasi 0,6%, rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia. Bahkan selisih penguatannya lumayan jauh dibandingkan baht Thailand yang berada di posisi kedua.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 16:10 WIB:
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
Faktor domestik menjadi pembeda antara rupiah dengan para tetangganya. Hari ini rupiah menikmati berbagai sentimen positif sehingga mampu menguat cukup signifikan.
Pertama adalah rilis data perdagangan internasional. Pada Juni, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor turun 8,98% YoY sementara impor malah naik 2,8% YoY. Ini membuat neraca perdagangan masih surplus US$ 200 juta.
Walau surplus, tetapi angka US$ 200 juta lebih sedikit dibandingkan ekspektasi pelaku pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan surplus neraca perdagangan Juni bisa mencapai US$ 516 juta. Konsensus Reuters bahkan lebih tinggi lagi yaitu US$ 690 juta.
Oleh karena itu, data perdagangan memang masih mampu menjaga rupiah di zona hijau. Namun sepertinya data ini berperan membuat penguatan rupiah tidak bisa lebih kencang lagi.
Sentimen kedua, presiden terpilih 2019-2024 Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan mantan rivalnya di Pemilihan Presiden (Pilpres), Prabowo Subianto. Ini adalah pertemuan pertama bagi mereka seusai pesta demokrasi.
Pada 2014, pertemuan Jokowi-Prabowo usai Pilpres sukses mendongrak euforia investor. Suhu politik yang panas berhasil didinginkan oleh momentum ini, sehingga membuat investor bergairah. Risiko politik tidak perlu lagi menjadi kekhawatiran.
Hal serupa kembali terjadi tahun ini. Kemesraan Jokowi-Prabowo mampu membuat pasar berbunga-bunga. Akibatnya investor lebih berani mengambil risiko dan memperkuat rupiah.
Sentimen ketiga adalah, Jokowi telah memaparkan Visi Indonesia yang menjadi arah kebijakan pemerintah lima tahun mendatang. Ada lima fokus yang menjadi prioritas pembangunan yaitu infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatan investasi, reformasi birokrasi, dan optimalisasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sejatinya berbagai program prioritas tersebut agak minim hal yang baru, lebih ke memperkuat apa yang sudah dilakukan Jokowi pada 2014-2019. Namun pidato Jokowi tadi malam memberi petunjuk yang jelas mengenai rencana pemerintah sehingga pasar bisa lebih baik dalam membuat kalkulasi.
Berbagai ketidakpastian sudah bisa dikikis. Dengan situasi politik dan kebijakan pemerintah yang sudah lebih pasti, investor pun tidak punya keraguan lagi. Arus modal mengalir deras ke pasar keuangan Indonesia dan membuat rupiah perkasa.
Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 583,67 miliar yang mengantar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,7%. Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 8 basis poin. Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Senin (15/7/2019), US$ 1 dibanderol Rp 13.915 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,6% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Rupiah kini berada di posisi terkuat sejak 7 Juni 2018. Sementara penguatan 0,6% menjadi apresiasi harian sejak 31 Mei.
Kala pembukaan pasar, rupiah sudah menguat tetapi hanya 0,03%. Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin kuat.
Bahkan dolar AS sempat didorong ke kisaran Rp 13.800. Namun itu tidak lama, dolar AS berhasil kembali merangkak ke level Rp 13.900.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:
Tidak hanya rupiah, sebagian besar mata uang utama Asia juga berhasil menguat di hadapan dolar AS. Akan tetapi dengan apresiasi 0,6%, rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia. Bahkan selisih penguatannya lumayan jauh dibandingkan baht Thailand yang berada di posisi kedua.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 16:10 WIB:
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
Faktor domestik menjadi pembeda antara rupiah dengan para tetangganya. Hari ini rupiah menikmati berbagai sentimen positif sehingga mampu menguat cukup signifikan.
Pertama adalah rilis data perdagangan internasional. Pada Juni, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor turun 8,98% YoY sementara impor malah naik 2,8% YoY. Ini membuat neraca perdagangan masih surplus US$ 200 juta.
Walau surplus, tetapi angka US$ 200 juta lebih sedikit dibandingkan ekspektasi pelaku pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan surplus neraca perdagangan Juni bisa mencapai US$ 516 juta. Konsensus Reuters bahkan lebih tinggi lagi yaitu US$ 690 juta.
Oleh karena itu, data perdagangan memang masih mampu menjaga rupiah di zona hijau. Namun sepertinya data ini berperan membuat penguatan rupiah tidak bisa lebih kencang lagi.
Sentimen kedua, presiden terpilih 2019-2024 Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan mantan rivalnya di Pemilihan Presiden (Pilpres), Prabowo Subianto. Ini adalah pertemuan pertama bagi mereka seusai pesta demokrasi.
Pada 2014, pertemuan Jokowi-Prabowo usai Pilpres sukses mendongrak euforia investor. Suhu politik yang panas berhasil didinginkan oleh momentum ini, sehingga membuat investor bergairah. Risiko politik tidak perlu lagi menjadi kekhawatiran.
Hal serupa kembali terjadi tahun ini. Kemesraan Jokowi-Prabowo mampu membuat pasar berbunga-bunga. Akibatnya investor lebih berani mengambil risiko dan memperkuat rupiah.
Sentimen ketiga adalah, Jokowi telah memaparkan Visi Indonesia yang menjadi arah kebijakan pemerintah lima tahun mendatang. Ada lima fokus yang menjadi prioritas pembangunan yaitu infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatan investasi, reformasi birokrasi, dan optimalisasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sejatinya berbagai program prioritas tersebut agak minim hal yang baru, lebih ke memperkuat apa yang sudah dilakukan Jokowi pada 2014-2019. Namun pidato Jokowi tadi malam memberi petunjuk yang jelas mengenai rencana pemerintah sehingga pasar bisa lebih baik dalam membuat kalkulasi.
Berbagai ketidakpastian sudah bisa dikikis. Dengan situasi politik dan kebijakan pemerintah yang sudah lebih pasti, investor pun tidak punya keraguan lagi. Arus modal mengalir deras ke pasar keuangan Indonesia dan membuat rupiah perkasa.
Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 583,67 miliar yang mengantar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,7%. Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 8 basis poin. Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular