Neraca Dagang Surplus, IHSG Tancap Gas!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 July 2019 12:57
Neraca Dagang Surplus, IHSG Tancap Gas!
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan pertama di pekan ini dengan apresiasi sebesar 0,55% ke level 6.408,31, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus memperlebar penguatannya seiring dengan berjalannya waktu. Per akhir sesi satu, IHSG melejit 0,83% ke level 6.426,16.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,5%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+2,15%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+3,81%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+2,23%), dan PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (+4,74%).

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,2%, indeks Shanghai menguat 0,55%, dan indeks Hang Seng terparesiasi 0,18%.

Sejatinya, rilis data pertumbuhan ekonomi China tak mendukung bagi pelaku pasar saham Asia untuk melakukan aksi beli. Pada pagi hari ini, biro statistik Negeri Panda mengumumkan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) China periode kuartal II-2019 berada di level 6,2% secara tahunan (year-on-year/YoY), menandai laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.

Namun, data ekonomi China lainnya bisa dibilang menggembirakan. Pada pagi hari ini juga, produksi industri periode Juni 2019 diumumkan tumbuh sebesar 6,3%, mengalahkan konsensus yang sebesar 5,2%, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, penjualan barang-barang ritel periode Juni 2019 diumumkan melejit hingga 9,8% YoY, di atas konsensus yang sebesar 8,5%, dilansir dari Trading Economics.

Dari kedua data tersebut, terlihat bahwa tekanan terhadap perekonomian China sudah mengendur pada bulan Juni, walaupun secara keseluruhan untuk kuartal II-2019 terdapat tekanan yang signifikan. Dari dalam negeri, kabar gembira bagi pasar saham tanah air datang dari rilis data perdagangan internasional.

Sekitar sejam menjelang perdagangan sesi satu berakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor periode Juni 2019 mengalami penurunan sebesar 8,98% secara tahunan (year-on-year/YoY), sedikit lebih dalam ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor terkoreksi sebesar 8,3% YoY. Sementara itu, impor tercatat tumbuh 2,8% YoY, jauh lebih baik ketimbang konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 5,26% YoY.

Dengan begitu, surplus neraca dagang pada bulan Juni tercatat senilai US$ 196 juta. Walaupun neraca dagang berhasil mencetak surplus selama dua bulan beruntun, namun surplus pada bulan Juni berada di bawah ekspektasi yang senilai US$ 516 juta.

Walaupun surplus tercatat lebih rendah dari ekspektasi, pelaku pasar tampak menyusukuri surplus yang bisa dibukukan. Pasalnya dengan surplus yang ada, membuncah harapan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menjadi bisa ditekan.

Seiring dengan mebuncahnya optimisme bahwa CAD akan menjadi bisa ditekan, rupiah mencetak apresiasi sebesar 0,53% di pasar spot ke level Rp 13.925/dolar AS. Apresiasi rupiah pada akhirnya membuat minat pelaku pasar untuk melakukan aksi beli di pasar saham tanah air tetap terjaga.

Jika berbicara mengenai rupiah, pos transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi finansial (yang merupakan koponen pembentuk NPI lainnya) yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Sempat Negatif, Kini Neraca Dagang Bawa IHSG Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular