
China Melambat, Bagaimana Peluang Cuan Forex di Pekan Ini?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 July 2019 10:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) kembali menunjukkan performa negatif pada pekan lalu (8-12 Juli) setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengindikasikan akan memangkas suku bunga di tahun ini.
Padahal dua data yang dijadikan acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga, yakni data tenaga kerja dan inflasi AS dirilis cukup bagus. Pelaku pasar kembali memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini yang membuat dolar AS jeblok.
Buruknya performa the greenback ini tentunya membuat lawan-lawannya seperti yen Jepang, euro, dan poundsterling menguat.
Bagaimana pekan ini?
Dolar sepertinya masih akan tertekan melihat beberapa data yang akan dirilis pekan ini. Hari ini China melaporkan data pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) kuartal-II 2019, dengan prediksi sebesar 6,2% berdasarkan data dari Forex Factory.
Angka tersebut lebih rendah dari PDB kuartal sebelumnya sebesar 6,4%.
Dan hasilnya sesuai dengan prediksi, China merilis angka kuartal II-2019 sebesar 6,2% secara tahunan. Ini merupakan angka pertumbuhan terendah dalam 27 tahun terakhir dan menunjukkan perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) sudah memberikan dampak negatif.
Angka 6,2% merupakan angka pertumbuhan terendah Negeri Panda sejak kuartal pertama 1992. Jika pertumbuhan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut melambat, para investor akan semakin cemas akan pelambatan ekonomi global, sehingga mengalihkan investasinya ke aset-aset safe haven.
Dalam kondisi seperti ini mata uang yen Jepang yang akan paling seksi, dan menjadi incaran pelaku pasar. Dolar berpotensi besar jeblok melawan Mata Uang Negeri Matahari terbit.
Melambat ekonomi China bisa jadi akan memicu kecemasan akan pelambatan ekonomi Paman Sam, mengingat perang dagang kedua negara merupakan penyebab utama pelambatan.
Hal ini bisa berdampak pada semakin kuatnya spekulasi The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini, dan tidak menutup kemungkinan dolar (meski menyandang status safe haven) juga akan jeblok melawan mata uang lainnya.
Pada hari Selasa (16/7/19), AS akan melaporkan data penjualan ritel dan penjualan ritel inti bulan Juni dengan prediksi tumbuh 0,1% dan 0,2%.
Prediksi tersebut jauh lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya masing-masing sebesar 0,5%, sekali lagi the greenback berpeluang merosot jika data tersebut dirilis sesuai prediksi atau malah lebih rendah lagi.
Usai data tersebut, ketua The Fed Jerome Powell akan berpidato di Paris, pasar akan kembali mencari kejelasan akan kemungkinan pemangkasan suku bunga di AS. Jika Powell masih menunjukkan sikap dovish (bersabar) yang sama dengan pekan lalu, dolar akan kembali tertekan.
(tas) Next Article Jadi Korban Keganasan Dolar AS, Euro Anjlok 2% Lebih
Padahal dua data yang dijadikan acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga, yakni data tenaga kerja dan inflasi AS dirilis cukup bagus. Pelaku pasar kembali memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini yang membuat dolar AS jeblok.
Buruknya performa the greenback ini tentunya membuat lawan-lawannya seperti yen Jepang, euro, dan poundsterling menguat.
Bagaimana pekan ini?
Dolar sepertinya masih akan tertekan melihat beberapa data yang akan dirilis pekan ini. Hari ini China melaporkan data pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) kuartal-II 2019, dengan prediksi sebesar 6,2% berdasarkan data dari Forex Factory.
Angka tersebut lebih rendah dari PDB kuartal sebelumnya sebesar 6,4%.
Dan hasilnya sesuai dengan prediksi, China merilis angka kuartal II-2019 sebesar 6,2% secara tahunan. Ini merupakan angka pertumbuhan terendah dalam 27 tahun terakhir dan menunjukkan perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) sudah memberikan dampak negatif.
Angka 6,2% merupakan angka pertumbuhan terendah Negeri Panda sejak kuartal pertama 1992. Jika pertumbuhan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut melambat, para investor akan semakin cemas akan pelambatan ekonomi global, sehingga mengalihkan investasinya ke aset-aset safe haven.
Dalam kondisi seperti ini mata uang yen Jepang yang akan paling seksi, dan menjadi incaran pelaku pasar. Dolar berpotensi besar jeblok melawan Mata Uang Negeri Matahari terbit.
Melambat ekonomi China bisa jadi akan memicu kecemasan akan pelambatan ekonomi Paman Sam, mengingat perang dagang kedua negara merupakan penyebab utama pelambatan.
Hal ini bisa berdampak pada semakin kuatnya spekulasi The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini, dan tidak menutup kemungkinan dolar (meski menyandang status safe haven) juga akan jeblok melawan mata uang lainnya.
Pada hari Selasa (16/7/19), AS akan melaporkan data penjualan ritel dan penjualan ritel inti bulan Juni dengan prediksi tumbuh 0,1% dan 0,2%.
Prediksi tersebut jauh lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya masing-masing sebesar 0,5%, sekali lagi the greenback berpeluang merosot jika data tersebut dirilis sesuai prediksi atau malah lebih rendah lagi.
Usai data tersebut, ketua The Fed Jerome Powell akan berpidato di Paris, pasar akan kembali mencari kejelasan akan kemungkinan pemangkasan suku bunga di AS. Jika Powell masih menunjukkan sikap dovish (bersabar) yang sama dengan pekan lalu, dolar akan kembali tertekan.
(tas) Next Article Jadi Korban Keganasan Dolar AS, Euro Anjlok 2% Lebih
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular