
Testimoni Powell Kedua Kembali Angkat Harga Obligasi RI
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
12 July 2019 10:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat tipis pada awal perdagangan di penghujung pekan akibat sentimen positif dari The Fed semalam.
Sentimen positif hari ini datang dari pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang memberi sinyal tambahan terhadap potensi penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) melalui pemaparannya terhadap risiko yang akan dihadapi perekonomian global.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus secara kompak menurunkan tingkat imbal hasil (yield) seluruh seri acuan.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 5,5 basis poin (bps) menjadi 6,59%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 12 Jul'19
Sumber: Refinitiv
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 510,2 bps, menyempit dari posisi kemarin 510,8 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,124% dari posisi kemarin 2,12%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Inversi yang terjadi semakin menipis menjadi tinggal 2,2 bps, dari posisi tertinggi yang sempat mencapai 26,5 bps pada 5 Juli.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.000,23 triliun SBN, atau 39,33% dari total beredar Rp 2.543 triliun berdasarkan data per 10 Juli.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 106,98 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Sentimen positif hari ini datang dari pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang memberi sinyal tambahan terhadap potensi penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) melalui pemaparannya terhadap risiko yang akan dihadapi perekonomian global.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 5,5 basis poin (bps) menjadi 6,59%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 12 Jul'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 11 Jul'19 (%) | Yield 12 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 12 Jul'19 |
FR0077 | 5 tahun | 6.645 | 6.59 | -5.50 | 6.618 |
FR0078 | 10 tahun | 7.228 | 7.226 | -0.20 | 7.1863 |
FR0068 | 15 tahun | 7.578 | 7.551 | -2.70 | 7.5429 |
FR0079 | 20 tahun | 7.76 | 7.748 | -1.20 | 7.7142 |
Avg movement | -2.40 |
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 510,2 bps, menyempit dari posisi kemarin 510,8 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,124% dari posisi kemarin 2,12%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Inversi yang terjadi semakin menipis menjadi tinggal 2,2 bps, dari posisi tertinggi yang sempat mencapai 26,5 bps pada 5 Juli.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 12 Jul'19 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 11 Jul'19 (%) | Yield 12 Jul'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.158 | 2.146 | 3 bulan-5 tahun | 26.7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.852 | 1.85 | 2 tahun-5 tahun | -2.9 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.833 | 1.836 | 3 tahun-5 tahun | -4.3 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.876 | 1.879 | 3 bulan-10 tahun | 2.2 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.12 | 2.124 | 2 tahun-10 tahun | -27.4 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.000,23 triliun SBN, atau 39,33% dari total beredar Rp 2.543 triliun berdasarkan data per 10 Juli.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 106,98 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 11 Jul'19 (%) | Yield 12 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.22 | 7.2 | -2.00 |
China | 3.178 | 3.199 | 2.10 |
Jerman | -0.264 | -0.259 | 0.50 |
Perancis | 0.024 | 0.027 | 0.30 |
Inggris | 0.836 | 0.837 | 0.10 |
India | 6.543 | 6.493 | -5.00 |
Jepang | -0.139 | -0.124 | 1.50 |
Malaysia | 3.634 | 3.631 | -0.30 |
Filipina | 5.033 | 5.045 | 1.20 |
Rusia | 7.29 | 7.31 | 2.00 |
Singapura | 1.924 | 1.978 | 5.40 |
Thailand | 1.97 | 2 | 3.00 |
Amerika Serikat | 2.12 | 2.124 | 0.40 |
Afrika Selatan | 8.11 | 8.03 | -8.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular