Emiten Ritel Dilibas E-Commerce, Siapa Berkinerja Terbaik?

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
11 July 2019 17:33
Emiten Ritel Dilibas E-Commerce, Siapa Berkinerja Terbaik?
Foto: Suasana Giant Expres di Cinere, Depok, Jawa Barat. Senin (24/6) yang akan tutup. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri perdagangan daring (e-commerce) semakin menggeliat. Terlebih lagi setelah beredar informasi bahwa barang-barang impor asal China yang di jual di platform e-commerce beberapa tidak dikenai biaya ongkos kirim (ongkir).

Hal tersebut tentunya semakin mendorong konsumen untuk beralih dari berbelanja di toko offline ke daring. Toko daring juga mempunyai kelebihan lain, yaitu masih terhindar dari pembayaran pajak--hingga saat ini.

Pasalnya, aturan pajak yang diinisiasi Kementerian Perdagangan sejak awal tahun masih belum ketok palu. Beleid yang dimaksud ialah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (RPP E-Commerce).

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita juga mengatakan pembahasan RPP E-Commerce ini cukup pelik karena melibatkan banyak sekali kementerian dan pemangku kepentingan (stakeholders).

Persaingan Tidak Sehat, Ritel Lokal Dilibas E-CommerceFoto: Muhammad Sabki

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tatum Rahanta pun buka suara. Dia mengatakan dirinya tidak mempermasalahkan terkait barang impor di platform e-commerce, tapi lebih menitikberatkan pada fairness (keadilan).


"Saya tidak mempermasalahkan impor atau tidak impor. Yang saya masalahkan adalah keadilan di persaingan. Apapun yang dijual dan beredar di Indonesia itu harus sama-sama bayar pajak, mengurus SNI, BPOM," kata Tatum kepada CNBC Indonesia, Kamis (11/7/2019).

Merajalelanya pemain di industri perdagangan daring dan persaingan yang tidak adil dengan peritel lokal, tentunya berdampak buruk pada kinerja pemain-pemain lama.

Sebagai contohnya, beberapa minggu lalu masyarakat dihebohkan dengan diskon besar-besaran pada 6 jaringan ritel Giant Supermarket (Giant). Ternyata diskon diberikan karena PT Hero Supermarket Tbk (HERO), pengelola Giant, akan menghentikan operasi keenam toko tersebut per 28 Juli 2019. Sebelumnya, HERO juga telah menutup 26 gerai Giant per tahun 2018.

Tidak hanya HERO, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), dan PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI) juga menutup sejumlah gerainya.

MAPI bahkan menutup beberapa gerai brand department store ternama seperti Lotus Department Store, Debenhams, dan New Look.

Lalu, bagaimana kinerja ritel lokal di tahun ini dengan serbuan e-commerce?

YUK KE HALAMAN 2 >>>
Dari tabel di bawah terlihat HERO dan MPPA gagal mengantongi keuntungan per akhir Maret 2019 dengan masing-masing mencatat kerugian Rp 3,52 miliar dan Rp 112,7 miliar pada kuartal I ini.

Sementara itu, meskipun tidak merugi beberapa emiten mencatatkan pertumbuhan laba bersih negatif, di antaranya LPPF, MAPI, PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), dan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE). ERAA dan TELE fokus pada penjualan ponsel dan produk telekomunikasi.



Lalu, dari daftar di atas, PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) berhasil memimpin dari segi pencapaian laba bersih tertinggi dengan perolehan Rp 236,89 miliar. ACES ialah peritel produk-produk rumah tangga.

Akan tetapi, dari segi imbal hasil yang dihitung dari margin bersih (Net Profit Margin/NPM), maka PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) menjadi jawara klasemen dengan perolehan 131,6%. Ini artinya laba bersih perusahaan pengelola toko ritel Indomaret ini berhasil melebihi pemasukan, bagaimana mungkin?

Setelah ditilik lebih seksama, pada kuartal pertama DNET membukukan keuntungan dari investasi jangka pendek mencapai Rp 123, 68 miliar dan laba dari entitas asosiasi senilai Rp 81,88 miliar.


Lebih lanjut, selain NPM tingkat imbal hasil perusahaan juga dapat dinilai dari return on asset (ROA) dan return on equity (ROE).

ROA dan ROE mengindikasi kemampuan perusahaan memanfaatkan aset dan modal (ekuitas) untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi nilainya, semakin besar imbal hasil yang didapat perusahaan.

Dari segi ROA dan ROE, emiten ACES, MAPA, dan LPPF terbilang jauh lebih unggul dibandingkan yang lainnya karena hasil perhitungan mencapai dua digit. Sedangkan HERO dan MPPA mencatatkan nilai negatif karena membukukan kerugian.

Di lain pihak, nilai ROE dari Tiphone bahkan tidak dapat dihitung karena pada 3 bulan pertama tahun ini perusahaan mencatatkan nilai ekuitas negatif. Artinya total utang (liabilitas) melebihi jumlah aset, dimana ini merupakan pertanda awal kesulitan keuangan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular