
Gelar Public Expose, Apa Saja Itikad Baik Bakrie Telecom?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
04 July 2019 16:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan operator yang menyediakan layanan telekomunikasi dengan teknologi Code-Division Multiple Access (CDMA), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dijadwalkan akan melakukan public expose (PE) insidentil pada 9 Juli 2019.
Penyelenggaraan public expose tersebut merupakan langkah manajemen perusahaan untuk berupaya bangkit dari 'tidur panjangnya', dan diharapkan dapat membuat investor kembali melirik emiten Grup Bakrie tersebut.
Melansir materi public expose perusahaan, BTEL melakukan transformasi dengan fokus di bisnis baru, diantaranya contact center services, premium access number, dan voice & data solution untuk pelanggan korporat, UKM, dan residensial. Proses restrukturisasi bisnis tersebut sudah mulai berjalan sejak tahun 2014.
Lebih lanjut, sejak tahun 2017, perusahaan sudah mulai menerbitkan obligasi wajib konversi (OWK) yang telah didistribusikan sebagai bagian dari implementasi ketetapan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) atas surat wesel senior perusahaan.
Sebagai informasi hasil keputusan PKPU mencakup penyelesaian utang secara cicilan tunai dan penerbitan OWK yang dapat dikonversi menjadi saham BTEL. Hingga detik ini, perusahaan belum melakukan pembayaran untuk cicilan tunai.
Di lain pihak, manajemen perusahaan dalam materi PE juga menginformasikan bahwa 'opini tidak menyampaikan pendapat/disclaimer' oleh auditor disebabkan proses restrukturisasi wesel senior yang sampai tanggal 17 Mei masih dalam tahap finalisasi.
Untuk diketahui, BTEL merupakan salah satu anak usaha Grup Bakrie yang terus terjelit utang.
Jumlah hutang perusahaan makin menggelembung, dimana total hutang yang awalnya hanya sekitar Rp 7,16 triliun di tahun 2010 menjadi Rp 16,13 triliun di tahun 2018. Kondisi ini mengkhawatirkan karena seiring bertambahnya hutang perusahaan, nilai ekuitas lama-lama menjadi negatif.
Melansir laporan keuangan BTEL, perusahaan mencatatkan nilai buku ekuitas negatif sejak tahun 2013. Sebagai informasi, jika nilai buku ekuitas suatu perusahaan sudah negatif lebih dari 3 tahun berturut-turut sudah merupakan indikasi adanya financial distress atau kesulitan keuangan.
Dengan kesulitan keuangan yang dialami, wajar saja jika total karyawan perusahaan terus menyusut. Jumlah kartawan perusahaan yang di tahun 2010 tercatat sebanyak 1.901, per akhir tahun 2018 hanya tersisa 10 orang.
Dengan kondisi demikian, materi public expose yang disiapkan perusahaan kurang meyakinkan. Hal ini dikarenakan, meski perusahaan beritikad baik dengan melakukan restrukturisasi bisnis, namun seberapa besar potensi pemasukan dari bisnis baru tidak disampaikan.
Dengan pengalihan bisnis, mampukah BTEL melunasi utang-utangnya?
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Nasib BTEL: Aset Cuma Rp 4,5 M, tapi Utang Rp 9,67 T
Penyelenggaraan public expose tersebut merupakan langkah manajemen perusahaan untuk berupaya bangkit dari 'tidur panjangnya', dan diharapkan dapat membuat investor kembali melirik emiten Grup Bakrie tersebut.
Melansir materi public expose perusahaan, BTEL melakukan transformasi dengan fokus di bisnis baru, diantaranya contact center services, premium access number, dan voice & data solution untuk pelanggan korporat, UKM, dan residensial. Proses restrukturisasi bisnis tersebut sudah mulai berjalan sejak tahun 2014.
Lebih lanjut, sejak tahun 2017, perusahaan sudah mulai menerbitkan obligasi wajib konversi (OWK) yang telah didistribusikan sebagai bagian dari implementasi ketetapan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) atas surat wesel senior perusahaan.
Di lain pihak, manajemen perusahaan dalam materi PE juga menginformasikan bahwa 'opini tidak menyampaikan pendapat/disclaimer' oleh auditor disebabkan proses restrukturisasi wesel senior yang sampai tanggal 17 Mei masih dalam tahap finalisasi.
Untuk diketahui, BTEL merupakan salah satu anak usaha Grup Bakrie yang terus terjelit utang.
Jumlah hutang perusahaan makin menggelembung, dimana total hutang yang awalnya hanya sekitar Rp 7,16 triliun di tahun 2010 menjadi Rp 16,13 triliun di tahun 2018. Kondisi ini mengkhawatirkan karena seiring bertambahnya hutang perusahaan, nilai ekuitas lama-lama menjadi negatif.
Melansir laporan keuangan BTEL, perusahaan mencatatkan nilai buku ekuitas negatif sejak tahun 2013. Sebagai informasi, jika nilai buku ekuitas suatu perusahaan sudah negatif lebih dari 3 tahun berturut-turut sudah merupakan indikasi adanya financial distress atau kesulitan keuangan.
Dengan kesulitan keuangan yang dialami, wajar saja jika total karyawan perusahaan terus menyusut. Jumlah kartawan perusahaan yang di tahun 2010 tercatat sebanyak 1.901, per akhir tahun 2018 hanya tersisa 10 orang.
Dengan kondisi demikian, materi public expose yang disiapkan perusahaan kurang meyakinkan. Hal ini dikarenakan, meski perusahaan beritikad baik dengan melakukan restrukturisasi bisnis, namun seberapa besar potensi pemasukan dari bisnis baru tidak disampaikan.
Dengan pengalihan bisnis, mampukah BTEL melunasi utang-utangnya?
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Nasib BTEL: Aset Cuma Rp 4,5 M, tapi Utang Rp 9,67 T
Most Popular