Kena Suspensi (Lagi), Bagaimana Nasib Bakrie Telecom?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
27 May 2019 16:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham perusahaan jasa telekomunikasi Grup Bakrie, PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) di seluruh pasar sejak sesi II perdagangan hari ini, Senin (27/5/2019).
Saham BTEL sebelumnya sudah pernah disuspensi oleh BEI pada 31 Oktober 2017, yang kemudian keputusan tersebut dicabut pada 13 November 2017. Selain itu, sejak 7 Maret 2013 harga saham perusahaan tidak bergerak di level Rp 50/saham alias saham gocap.
Dalam keterbukaan informasi, BEI menyebutkan alasan suspensi BTEL kali ini adalah karena perusahaan memperoleh 'Opini Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)' dari akuntan publik/auditor selama 2 tahun berturut-turut, yaitu periode 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017.
Opini disclaimer umumnya diberikan ketika auditor merasa bahwa ruang lingkup pemeriksaannya dibatasi sehingga auditor tidak melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar audit yang berlaku.
Alasan lainnya termasuk meragukan nilai yang disajikan pada laporan keuangan, perusahaan sedang menjalani kasus hukum, dan atau auditor tidak yakin atas keberlangsungan bisnis perusahaan di masa mendatang.
Lebih lanjut, alasan ke-empat sebenarnya terlihat dari laporan keuangan perusahaan. Pasalnya, nilai aset perusahaan sejak 2010 terjun bebas hingga hampir setengahnya.
Pada akhir kuartal 3 tahun lalu, total aset BTEL tercatat hanya sebesar Rp 738,95 miliar dari sebelumnya Rp 12,35 triliun pada akhir tahun 2010.
Adapun total utang perusahaan justru menggelembung lebih dari dua kali lipat (120,99%) pada periode tersebut, dari hanya Rp 7.16 triliun di tahun 2010 menjadi Rp 15,82 triliun di akhir September 2018.
Alhasil, dengan kondisi tersebut, maka nilai ekuitas perusahaan otomatis tercatat negatif 6 tahun berturut-turut sejak 2013.
Di lain pihak, dari sisi kinerja laba rugi, semenjak tahun 2011 perusahaan juga tidak pernah mencatatkan keuntungan, bahkan BTEL juga mencatatkan rugi operasional.
Sebelumnya Bakrie Telecom sempat sukses dengan brand Esia, tapi sejak 2016 perusahaan Grup Bakrie itu mengumumkan melakukan perombakan besar-besaran dengan menganti layanan bisnis dari operator seluler berbasis code division multiple access (CDMA) menjadi bisnis lebih ke korporasi (Business-to-Business/B2B).
Mempertimbangkan kondisi neraca dan kinerja laba perusahaan, bisa disimpulkan BTEL sudah masuk ke dalam kategori financial distress atau kesulitan keuangan.
Suatu perusahaan dapat dikategorikan sedang mengalami financial distress atau kesulitan keuangan apabila perusahaan tersebut menunjukkan angka negatif pada laba operasi, laba bersih dan nilai buku ekuitas. Kondisi ini umumnya ditemukan sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Disuspensi & Lapkeu Disclaimer, Ini Penjelasan Bakrie Telecom
Saham BTEL sebelumnya sudah pernah disuspensi oleh BEI pada 31 Oktober 2017, yang kemudian keputusan tersebut dicabut pada 13 November 2017. Selain itu, sejak 7 Maret 2013 harga saham perusahaan tidak bergerak di level Rp 50/saham alias saham gocap.
Dalam keterbukaan informasi, BEI menyebutkan alasan suspensi BTEL kali ini adalah karena perusahaan memperoleh 'Opini Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)' dari akuntan publik/auditor selama 2 tahun berturut-turut, yaitu periode 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017.
Alasan lainnya termasuk meragukan nilai yang disajikan pada laporan keuangan, perusahaan sedang menjalani kasus hukum, dan atau auditor tidak yakin atas keberlangsungan bisnis perusahaan di masa mendatang.
![]() |
Lebih lanjut, alasan ke-empat sebenarnya terlihat dari laporan keuangan perusahaan. Pasalnya, nilai aset perusahaan sejak 2010 terjun bebas hingga hampir setengahnya.
Pada akhir kuartal 3 tahun lalu, total aset BTEL tercatat hanya sebesar Rp 738,95 miliar dari sebelumnya Rp 12,35 triliun pada akhir tahun 2010.
Adapun total utang perusahaan justru menggelembung lebih dari dua kali lipat (120,99%) pada periode tersebut, dari hanya Rp 7.16 triliun di tahun 2010 menjadi Rp 15,82 triliun di akhir September 2018.
Alhasil, dengan kondisi tersebut, maka nilai ekuitas perusahaan otomatis tercatat negatif 6 tahun berturut-turut sejak 2013.
Di lain pihak, dari sisi kinerja laba rugi, semenjak tahun 2011 perusahaan juga tidak pernah mencatatkan keuntungan, bahkan BTEL juga mencatatkan rugi operasional.
Sebelumnya Bakrie Telecom sempat sukses dengan brand Esia, tapi sejak 2016 perusahaan Grup Bakrie itu mengumumkan melakukan perombakan besar-besaran dengan menganti layanan bisnis dari operator seluler berbasis code division multiple access (CDMA) menjadi bisnis lebih ke korporasi (Business-to-Business/B2B).
Mempertimbangkan kondisi neraca dan kinerja laba perusahaan, bisa disimpulkan BTEL sudah masuk ke dalam kategori financial distress atau kesulitan keuangan.
Suatu perusahaan dapat dikategorikan sedang mengalami financial distress atau kesulitan keuangan apabila perusahaan tersebut menunjukkan angka negatif pada laba operasi, laba bersih dan nilai buku ekuitas. Kondisi ini umumnya ditemukan sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Disuspensi & Lapkeu Disclaimer, Ini Penjelasan Bakrie Telecom
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular