
Analisis
Mirip Pergerakan Kemarin, Bisakah Rupiah Menguat Lagi?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 July 2019 12:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan rupiah di awal perdagangan Kamis (4/6/19) mirip dengan Rabu kemarin, melemah di awal perdagangan. Dengan sentimen yang masih sama, ditambah buruknya data tenaga kerja Amerika Serikat (AS), ada peluang rupiah kembali menguat di akhir perdagangan nanti, meski tidak besar.
Semakin dekatnya pengumuman suku bunga Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed), yakni pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia), dolar semakin banyak diterpa sentimen negatif. Yang pertama dari Presiden AS Donald Trump yang menominasikan Judy Shelton sebagai anggota dewan The Fed.
Shelton merupakan tokoh yang sejalan dengan pemikiran Trump, penempatannya menjadi salah satu anggota dewan The Fed bisa jadi membawa misi penurunan suku bunga yang agresif.
Pada pertengahan Juni lalu, Shelton mengatakan jika ditunjuk menjadi anggota dewan The Fed, dia akan menurunkan suku bunga acuan menjadi 0% dalam waktu dua tahun.
Sentimen negatif kedua datang dari dari Automatic Data Processing Inc (ADP) melaporkan sektor swasta AS menyerap tenaga kerja sebanyak 102.000 orang pada bulan Juni. Jumlah tersebut memang menunjukkan kenaikan dibandingkan bulan Mei sebanyak 41.000 orang.
Namun, angka di bulan Mei ini merupakan yang terendah sejak Maret 2010, sehingga kenaikan di bulan Juni terbilang mengecewakan, apalagi masih di bawah prediksi di Reuters sebanyak 140.000 orang.
Data dari ADP biasanya dijadikan acuan untuk memprediksi rilis data tenaga kerja AS versi pemerintah (non-farm payroll) yang dirilis hari Jumat (5/7/19) nanti. Data ini menjadi salah satu acuan The Fed untuk menetapkan tingkat suku bunga.
Selanjutnya cuitan Presiden Trump yang akan melalukan manipulasi nilai tukar karena negara lain melakukan hal yang sama.
"China dan Eropa memainkan permainan manipulasi kurs, mereka memompa uang ke sistem (perekonomian) agar bisa berkompetisi dengan AS. Kita harus menyamakan, atau terus menjadi boneka yang duduk manis dan melihat negara lain melanjutkan permainan mereka seperti yang dilakukan selama bertahun-tahun," tegas Trump.
Serangkaian sentimen negatif bagi dolar AS tersebut seharusnya bisa membuat rupiah terus menekan dolar AS, tetapi nyatanya rupiah terlihat "malu-malu" untuk terus menguat. Hal ini terjadi kemungkinan besar akibat technical rebound dolar, melihat posisinya yang berada di level terlemah dalam lebih dari 2 bulan melawan rupiah.
Tanpa ada sentimen positif dari dalam negeri, rupiah sepertinya enggan untuk menguat lebih jauh di pekan ini. Pada pukul 11:30 WIB, rupiah diperdagangkan di kisaran Rp 14.132/US$, mengutip data investing.com.
Halaman Selanjutnya >>>
Melihat grafik harian, sejak 21 Juni pelemahan rupiah selalu dijaga resisten (tahanan atas) Rp 14.180. Mata Uang Garuda sempat beberapa kali melemah dan menguji level tersebut, pada akhirnya berbalik lagi menguat.
Selama Rp 14.180 tidak ditembus, peluang penguatan rupiah masih terbuka. Hal ini terbukti pada perdagangan Rabu kemarin, dimana rupiah berakhir menguat setelah tertahan di bawah Rp 14.180.
Rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR kini berada di kisaran rerata pergerakan (Moving Average/MA) 5 hari (garis biru) dan di bawah MA20 /rerata 20 hari (garis merah).
Indikatorrerata pergerakan konvergen dandevergen (MACD) masih di wilayah negatif yang memberikan gambaran sentimen bearish atau pelemahan dolar AS. Indikator-indikator tersebut memberikan gambaran penguatan rupiah (USD/IDR bergerak turun) dalam jangka menengah.
Pada time frame 1 jam, rupiah berada di bawah MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru) dan di bawah MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator Stochastic bergerak naik dari wilayah jenuh jual (oversold), sehingga bisa membatasi pelemahan rupiah.
Resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.152, selama tertahan di bawah level tersebut, rupiah berpeluang memangkas pelemahan dan kembali menuju area Rp 14.115. Penembusan di bawah area ini akan membuka peluang penguatan ke area Rp 14.082. Sementara jika resisten ditembus, Mata Uang Garuda berpeluang melemah ke Rp 14.180.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jaga Kestabilan Rupiah, BI-7 D RRR Diprediksi Sulit
Semakin dekatnya pengumuman suku bunga Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed), yakni pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia), dolar semakin banyak diterpa sentimen negatif. Yang pertama dari Presiden AS Donald Trump yang menominasikan Judy Shelton sebagai anggota dewan The Fed.
Shelton merupakan tokoh yang sejalan dengan pemikiran Trump, penempatannya menjadi salah satu anggota dewan The Fed bisa jadi membawa misi penurunan suku bunga yang agresif.
Pada pertengahan Juni lalu, Shelton mengatakan jika ditunjuk menjadi anggota dewan The Fed, dia akan menurunkan suku bunga acuan menjadi 0% dalam waktu dua tahun.
Sentimen negatif kedua datang dari dari Automatic Data Processing Inc (ADP) melaporkan sektor swasta AS menyerap tenaga kerja sebanyak 102.000 orang pada bulan Juni. Jumlah tersebut memang menunjukkan kenaikan dibandingkan bulan Mei sebanyak 41.000 orang.
Namun, angka di bulan Mei ini merupakan yang terendah sejak Maret 2010, sehingga kenaikan di bulan Juni terbilang mengecewakan, apalagi masih di bawah prediksi di Reuters sebanyak 140.000 orang.
Data dari ADP biasanya dijadikan acuan untuk memprediksi rilis data tenaga kerja AS versi pemerintah (non-farm payroll) yang dirilis hari Jumat (5/7/19) nanti. Data ini menjadi salah satu acuan The Fed untuk menetapkan tingkat suku bunga.
Selanjutnya cuitan Presiden Trump yang akan melalukan manipulasi nilai tukar karena negara lain melakukan hal yang sama.
"China dan Eropa memainkan permainan manipulasi kurs, mereka memompa uang ke sistem (perekonomian) agar bisa berkompetisi dengan AS. Kita harus menyamakan, atau terus menjadi boneka yang duduk manis dan melihat negara lain melanjutkan permainan mereka seperti yang dilakukan selama bertahun-tahun," tegas Trump.
Serangkaian sentimen negatif bagi dolar AS tersebut seharusnya bisa membuat rupiah terus menekan dolar AS, tetapi nyatanya rupiah terlihat "malu-malu" untuk terus menguat. Hal ini terjadi kemungkinan besar akibat technical rebound dolar, melihat posisinya yang berada di level terlemah dalam lebih dari 2 bulan melawan rupiah.
Tanpa ada sentimen positif dari dalam negeri, rupiah sepertinya enggan untuk menguat lebih jauh di pekan ini. Pada pukul 11:30 WIB, rupiah diperdagangkan di kisaran Rp 14.132/US$, mengutip data investing.com.
Halaman Selanjutnya >>>
Melihat grafik harian, sejak 21 Juni pelemahan rupiah selalu dijaga resisten (tahanan atas) Rp 14.180. Mata Uang Garuda sempat beberapa kali melemah dan menguji level tersebut, pada akhirnya berbalik lagi menguat.
Selama Rp 14.180 tidak ditembus, peluang penguatan rupiah masih terbuka. Hal ini terbukti pada perdagangan Rabu kemarin, dimana rupiah berakhir menguat setelah tertahan di bawah Rp 14.180.
![]() Sumber: investing.com |
Rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR kini berada di kisaran rerata pergerakan (Moving Average/MA) 5 hari (garis biru) dan di bawah MA20 /rerata 20 hari (garis merah).
Indikatorrerata pergerakan konvergen dandevergen (MACD) masih di wilayah negatif yang memberikan gambaran sentimen bearish atau pelemahan dolar AS. Indikator-indikator tersebut memberikan gambaran penguatan rupiah (USD/IDR bergerak turun) dalam jangka menengah.
![]() Sumber: investing.com |
Resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.152, selama tertahan di bawah level tersebut, rupiah berpeluang memangkas pelemahan dan kembali menuju area Rp 14.115. Penembusan di bawah area ini akan membuka peluang penguatan ke area Rp 14.082. Sementara jika resisten ditembus, Mata Uang Garuda berpeluang melemah ke Rp 14.180.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jaga Kestabilan Rupiah, BI-7 D RRR Diprediksi Sulit
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular