
Ulasan Semester I-2019
Priiitt! Rupiah Ungguli Dolar AS di Babak I-2019
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 July 2019 10:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanpa terasa kemeriahan pesta Tahun Baru 2019 sudah enam bulan berlalu. Artinya kita sudah menghabiskan paruh pertama alias semester I-2019. Ibarat pertandingan sepakbola, peluit panjang tanda selesainya babak I sudah ditiup.
Kini saatnya kita menilik kinerja perekonomian domestik sepanjang babak I 2019. Mari membahas mata uang kebanggaan Tanah Air, rupiah.
Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), performa rupiah cukup mengesankan. Sepanjang semester I-2019, rupiah menguat 1,74%.
Rupiah pun duduk di 10 besar klasemen mata uang utama dunia. Tepatnya rupiah menempati peringkat ketujuh.
Pada babak I 2019, situasi eksternal dan domestik memang mendukung keperkasaan rupiah. Dari dalam negeri, investor melihat rupiah sudah teraniaya pada 2018 dengan depresiasi mencapai sekitar 5%.
Rupiah yang sudah murah menjadi menarik di mata pelaku pasar. Aksi borong membuat rupiah menguat.
Inflasi domestik yang 'jinak' ikut memberi andil bagi penguatan rupiah. Sepanjang semester I-2019, laju inflasi masih stabil di kisaran 3%. Bahkan sampai akhir tahun Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi domestik sekitar 3,1%, berada di batas bawah kisaran 2,5-4,5%.
Inflasi rendah berarti nilai tukar mata uang relatif aman, tidak tergerus oleh kenaikan harga barang dan jasa. Jadi berinvestasi di rupiah masih membawa cuan.
Kemudian, investor juga semakin yakin untuk berinvestasi di pasar keuangan Indonesia seiring kenaikan peringkat utang dari Standard and Poor's (S&P). Lembaga pemeringkat yang berkantor pusat di New York ini terkenal agak konservatif, sehingga ketika menaikkan rating maka tentu ada yang spesial.
"Kami menaikkan peringkat utang sebagai cerminan kuatnya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan yang mendukungnya seiring perkiraan kembali terpilihnya Presiden Joko Widodo (Jokowi). Peringkat utang Indonesia akan terus didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah," sebut keterangan tertulis S&P.
Menurut S&P, Indonesia memang layak mendapatkan 'hadiah' kenaikan rating. Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 4,1%. Jauh di atas negara-negara dengan peringkat utang yang sama yaitu 2,2%.
Sepanjang pemerintahan Jokowi, S&P juga memperkirakan defisit anggaran negara stabil rendah di kisaran 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, beban utang relatif minim.
"Kami memperkirakan rasio utang pemerintah akan bertahan di bawah 30% PDB. Dengan beban utang yang rendah, liabilitas pemerintah juga terbatas," lanjut keterangan S&P.
Baca:
S&P Antar Rupiah Jadi Nomor 1 di Asia!
Sudah memberi cuan, berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah juga aman karena S&P sudah terbukti menganggap Indonesia semakin layak investasi (investment grade). Derasnya aliran modal asing membuat rupiah perkasa sepanjang semester I-2019.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kini saatnya kita menilik kinerja perekonomian domestik sepanjang babak I 2019. Mari membahas mata uang kebanggaan Tanah Air, rupiah.
Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), performa rupiah cukup mengesankan. Sepanjang semester I-2019, rupiah menguat 1,74%.
Rupiah pun duduk di 10 besar klasemen mata uang utama dunia. Tepatnya rupiah menempati peringkat ketujuh.
![]() |
Pada babak I 2019, situasi eksternal dan domestik memang mendukung keperkasaan rupiah. Dari dalam negeri, investor melihat rupiah sudah teraniaya pada 2018 dengan depresiasi mencapai sekitar 5%.
Rupiah yang sudah murah menjadi menarik di mata pelaku pasar. Aksi borong membuat rupiah menguat.
Inflasi domestik yang 'jinak' ikut memberi andil bagi penguatan rupiah. Sepanjang semester I-2019, laju inflasi masih stabil di kisaran 3%. Bahkan sampai akhir tahun Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi domestik sekitar 3,1%, berada di batas bawah kisaran 2,5-4,5%.
Inflasi rendah berarti nilai tukar mata uang relatif aman, tidak tergerus oleh kenaikan harga barang dan jasa. Jadi berinvestasi di rupiah masih membawa cuan.
Kemudian, investor juga semakin yakin untuk berinvestasi di pasar keuangan Indonesia seiring kenaikan peringkat utang dari Standard and Poor's (S&P). Lembaga pemeringkat yang berkantor pusat di New York ini terkenal agak konservatif, sehingga ketika menaikkan rating maka tentu ada yang spesial.
"Kami menaikkan peringkat utang sebagai cerminan kuatnya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan yang mendukungnya seiring perkiraan kembali terpilihnya Presiden Joko Widodo (Jokowi). Peringkat utang Indonesia akan terus didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah," sebut keterangan tertulis S&P.
Menurut S&P, Indonesia memang layak mendapatkan 'hadiah' kenaikan rating. Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 4,1%. Jauh di atas negara-negara dengan peringkat utang yang sama yaitu 2,2%.
Sepanjang pemerintahan Jokowi, S&P juga memperkirakan defisit anggaran negara stabil rendah di kisaran 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, beban utang relatif minim.
"Kami memperkirakan rasio utang pemerintah akan bertahan di bawah 30% PDB. Dengan beban utang yang rendah, liabilitas pemerintah juga terbatas," lanjut keterangan S&P.
Baca:
S&P Antar Rupiah Jadi Nomor 1 di Asia!
Sudah memberi cuan, berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah juga aman karena S&P sudah terbukti menganggap Indonesia semakin layak investasi (investment grade). Derasnya aliran modal asing membuat rupiah perkasa sepanjang semester I-2019.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Suku Bunga Global Untungkan Rupiah
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular