
Ulasan Semester I-2019
Priiitt! Rupiah Ungguli Dolar AS di Babak I-2019
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 July 2019 10:06

Sedangkan dari sisi eksternal, faktor utama penyebab apresiasi rupiah adalah hawa kebijakan moneter global yang kian longgar. Sinyal penurunan suku bunga acuan begitu jelas terlihat, baik di AS, Eropa, Jepang, dan sebagainya.
Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed, sepertinya sudah tidak punya kuasa untuk mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% sampai akhir tahun. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate 50 basis poin (bps) sampai akhir 2019 mencapai 36,2%. Bahkan kemungkinan penurunan 75 bps sedikit lebih besar yaitu 37,2%.
Sementara bank sentral sejumlah negara tetangga seperti Australia, Malaysia, Filipina, dan India bahkan sudah 'mencuri' start menurunkan suku bunga acuan. Bank Sentral Australia (RBA) menyatakan penurunan suku bunga acuan 25 bps belum cukup.
Tren pelonggaran kebijakan moneter, pemangkasan suku bunga, akan membuat likuiditas di pasar keuangan global melimpah-ruah. Uang-uang ini tidak bisa ngendon begitu saja, harus ditempatkan di aset-aset yang bisa membuatnya 'beranak' berlipat-lipat.
Nah, pasar keuangan Indonesia bisa menyediakan itu. Benar bahwa imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia terus turun. Namun masih di kisaran 7%.
Indonesia masih menawarkan yield yang lebih tinggi dibandingkan instrumen serupa di beberapa negara tetangga. Misalnya, yield obligasi pemerintah India tenor 10 tahun berada di kisaran 6%. Sementara di Malaysia, Thailand, sampai Filipina lebih rendah lagi yaitu masing-masing di level 3%, 2%, dan 5%.
Tergiur oleh yield yang masih tinggi, investor asing menyemut di sekitar surat utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sejak awal tahun sampai 27 Juni, kepemilikan investor asing di obligasi pemerintah bertambah Rp 93,55 triliun. Bahkan pada 27 Juni, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) menyentuh rekor tertinggi yaitu mencapai Rp 987,03 triliun.
Ditopang oleh derasnya arus modal di pasar keuangan, rupiah berhasil unggul dari dolar AS pada babak I 2019. Semoga keunggulan ini bertahan hingga babak II usai...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed, sepertinya sudah tidak punya kuasa untuk mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% sampai akhir tahun. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate 50 basis poin (bps) sampai akhir 2019 mencapai 36,2%. Bahkan kemungkinan penurunan 75 bps sedikit lebih besar yaitu 37,2%.
Sementara bank sentral sejumlah negara tetangga seperti Australia, Malaysia, Filipina, dan India bahkan sudah 'mencuri' start menurunkan suku bunga acuan. Bank Sentral Australia (RBA) menyatakan penurunan suku bunga acuan 25 bps belum cukup.
Tren pelonggaran kebijakan moneter, pemangkasan suku bunga, akan membuat likuiditas di pasar keuangan global melimpah-ruah. Uang-uang ini tidak bisa ngendon begitu saja, harus ditempatkan di aset-aset yang bisa membuatnya 'beranak' berlipat-lipat.
Nah, pasar keuangan Indonesia bisa menyediakan itu. Benar bahwa imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia terus turun. Namun masih di kisaran 7%.
Indonesia masih menawarkan yield yang lebih tinggi dibandingkan instrumen serupa di beberapa negara tetangga. Misalnya, yield obligasi pemerintah India tenor 10 tahun berada di kisaran 6%. Sementara di Malaysia, Thailand, sampai Filipina lebih rendah lagi yaitu masing-masing di level 3%, 2%, dan 5%.
Tergiur oleh yield yang masih tinggi, investor asing menyemut di sekitar surat utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sejak awal tahun sampai 27 Juni, kepemilikan investor asing di obligasi pemerintah bertambah Rp 93,55 triliun. Bahkan pada 27 Juni, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) menyentuh rekor tertinggi yaitu mencapai Rp 987,03 triliun.
Ditopang oleh derasnya arus modal di pasar keuangan, rupiah berhasil unggul dari dolar AS pada babak I 2019. Semoga keunggulan ini bertahan hingga babak II usai...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular