Manuver Trump ke Asia, Donald Trump Menang Banyak

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 June 2019 20:28
Manuver Trump ke Asia, Donald Trump Menang Banyak
Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)
Jakarta, CNBC Indonesia - Gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 telah resmi berakhir. Selama dua hari yakni Sabtu hingga Minggu (29-30 Juni), para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam keanggotaan G20 bersua di Osaka, Jepang, guna membahas berbagai hal. Mulai dari perdagangan, investasi, produksi minyak, hingga perubahan iklim dibahas di sini.

Sebagai informasi, G20 merupakan forum yang terdiri dari 20 negara dengan nilai perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) yang besar. Karena nilai perekonomiannya yang besar, negara-negara anggota G20 dipastikan memiliki dampak sistemik pada perekonomian global.

Oleh karena itu, gelaran KTT G20 menjadi momen yang ditunggu oleh seluruh pelaku pasar keuangan, bahkan seluruh masyarakat dunia. Dalam gelaran ini, rantai diplomasi antar negara-negara anggota bisa diperkuat.

Berbicara mengenai gelaran KTT G20 tahun 2019, ada satu tokoh yang bisa dibilang keluar sebagai 'pemenang'. Sosok tersebut adalah Donald Trump, mantap pebisnis yang kini menjabat sebagai presiden Amerika Serikat (AS), negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia.

Tak lengkap rasanya jika gelaran KTT G20 tak dikaitkan dengan perang dagang AS-China. Seperti yang kita ketahui, sudah berbulan-bulan lamanya AS dan China saling mengenakan bea masuk bagi produk impor satu sama lain senilai ratusan miliar.

Hal ini dilakukan AS guna menekan kebijakan pemerintah China yang dianggap sangat merugikan AS, seperti pemberian subsidi kepada perusahaan-perusahaan milik pemerintah China, pencurian kekayaan intelektual, hingga transfer teknologi secara paksa yang dialami oleh perusahaan asal AS yang berinvestasi di Negeri Panda.

Menjelang gelaran KTT G20 sebenarnya pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping sudah santer terdengar, hingga akhirnya dikonfirmasi sendiri oleh Trump.

Setelah itu, pemberitaan yang santer terdengar adalah AS dan China telah secara tentatif setuju untuk memberlakukan gencatan senjata di bidang perdagangan guna menyambung lagi rantai negosiasi yang sudah terputus sejak bulan Mei. Pemberitaan tersebut pertama kali digaungkan oleh South China Morning Post (SCMP) dengan mengutip berbagai sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Seorang sumber mengatakan bahwa keputusan Trump terkait pemberlakuan gencatan senjata tersebut merupakan syarat dari Xi jika Trump ingin melakukan pertemuan dengannya di sela-sela gelaran KTT G20.

Walaupun positif bagi perekonomian dan pasar keuangan dunia jika AS dan China menyepakati gencatan senjata di bidang perdagangan, namun hal ini sedikit berbeda bagi Trump. Pasalnya, timbul citra bahwa dirinya lah yang begitu 'ngebet' ingin meneken kesepakatan dagang dengan China. Hal ini sangat bertolak belakang dengan komentarnya (yang dilontarkan berulang kali) bahwa ia nyaman dengan bea masuk yang ditetapkan AS terhadap produk impor asal China.

Pada hari Jumat (28/6/2019) waktu Asia atau sehari menjelang gelaran KTT G20, Trump kemudian membantah sendiri pemberitaan tersebut.

"Saya tak menjanjikkannya, tidak," kata Trump, dilansir dari Reuters.

Tapi nyatanya, AS tetap saja menyetujui gencatan senjata dengan China pasca kedua pimpinan negara bertemu. Dilansir dari CNBC International, pasca Trump dan Xi bertemu selama sekitar 80 menit, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat."

Di sini, citra Trump terangkat. Terlihat bahwa China lah yang sesungguhnya 'ngebet' untuk meneken kesepakatan dagang. Buktinya, tanpa adanya perjanjian bahwa gencatan senjata akan diteken pun Xi tetap bersedia menemui Trump. Hal ini berarti sikap keras yang diambil Trump kepada China telah membuahkan hasil.
Hebatnya lagi, Trump berani menyebut bahwa China akan membeli produk-produk agrikultur asal AS dalam jumlah besar.

“Kami menahan diri dari (mengenakan) bea masuk dan mereka akan membeli produk pertanian (asal AS),” tutur Trump, dilansir dari CNBC International.

Walaupun belum dikonfirmasi pihak China, jika apa yang disebutkan Trump tersebut benar adanya, maka hal ini bisa secara signifikan mendongkrak popularitasnya.

Ya, selama ini produk agrikultur memang menjadi incaran pemerintah China dalam upayanya melawan balik serangan-serangan AS. Pada tanggal 1 Juni, pemerintah China resmi mengenakan bea masuk baru bagi produk agrikultur asal AS seperti kacang tanah, gula, gandum, ayam, dan kalkun dari Negeri Paman Sam. Bea masuk baru yang berlaku adalah 20% dan 25%, dari yang sebelumnya 5% dan 10%. Jangan lupa, tahun depan Trump akan menghadapi pemilihan umum (Pemilu). Lantas, naiknya popularitas Trump di kalangan petani menjadi krusial baginya dalam menghadapi gelaran Pemilu tersebut.

Lagi-lagi, Trump mencetak kemenangan di sini. Dalam judul artikel ini kami menaruh kata ‘Asia’ dan bukan ‘Jepang’ di mana KTT G20 digelar. Ya, pasalnya Trump tak hanya menang banyak di Jepang kala gelaran KTT G20 berlangsung.

Selepas gelaran KTT G20 berakhir, Trump bertolak ke Korea Selatan. Menjelang kunjungannya tersebut, Trump mengungkapkan keinginannya untuk bertemu dengan Pimpinan Korea Utara, Kim Jong Un. Hal ini diungkapkan melalui akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Kalau hal ini dilakukan Trump kepada sekutunya, seperti Inggris misalnya, mungkin tak akan menjadi masalah yang begitu besar. Namun, di sini yang dilakukan Trump adalah mengundang pimpinan negara yang secara teknis sedang berperang dengan AS untuk bertemu hanya melalui sebuah cuitan di Twitter.

Tapi apa yang terjadi? Secara mengejutkan Kim bersedia untuk menemuinya. Pada hari ini waktu setempat, Trump menemui Kim di zona demiliterisasi yang memisahkan Korea Selatan dengan Korea Utara. Usai berjabat tangan dan sedikit berbincang dengan Kim, Trump kemudian diajaknya untuk melewati perbatasan, menjadikannya presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara kala sedang menjabat.

Saat bertemu Kim, Trump mengundang orang nomor satu di Korea Utara itu untuk bertandang ke AS, tepatnya ke Gedung Putih.

"Kapanpun dia mau melakukannya. Saya pikir kami ingin membawa ini ke tingkat selanjutnya, mari kita lihat apa yang akan terjadi," kata Trump seperti dilansir dari detikcom, Minggu (30/6/2019).

Trump mengatakan bahwa pasca pertemuannya dengan Kim, delegasi AS dan Korea Utara akan melakukan pertemuan lanjutan dalam dua atau tiga minggu ke depan guna membicarakan program nuklir milik Pyongyang. Padahal kalau diingat-ingat, belum begitu lama kedua pimpinan negara saling mengancam akan memusnahkan satu sama lain dengan senjata nuklir yang masing-masing mereka miliki. Kini, Trump justru semakin dekat dalam upayanya untuk mendamaikan AS dengan Korea Utara. Momen di mana Trump menginjakkan kaki di Korea Utara rasanya akan menjadi salah satu momen yang paling diingat oleh dunia kala tahun 2019 berakhir.

Kalau dipikir lebih jauh lagi, bukan tak mungkin jika Trump pada akhirnya memenangkan nobel perdamaian lantaran berhasil mendamaikan AS dengan Korea Utara.

Jadi sekali lagi, lawatan Trump selama dua hari ke Asia (Jepang & Korea Selatan) berbuah sangat-sangat manis. Kesepakatan dagang AS-China menjadi kian dekat untuk disegel, China bisa diluluhkan untuk membeli produk agrikultur AS dalam jumlah yang besar, dan hubungan dengan Pimpinan Korea Utara Kim Jong Un bisa dirajut dengan manis.

Tak salah jika slogan Trump dalam kampanye tahun 2016 berbunyi Make Amerika Great Again (MAGA).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular