
Jokowi 2 Periode Bawa IHSG jadi Runner Up Asia
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
29 June 2019 13:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbeda dengan rupiah yang harus pasrah dengan penguatan terbatas, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mampu menduduki jajaran atas klasemen.
Pada perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jumat (28/6/2019), IHSG ditutup di level 6.358,63 poin, dimana ini berarti dalam sepekan bursa acuan Tanah Air berhasil menguat 0,68%.
Penguatan ini mengukuhkan posisi IHSG menjadi runner-up Asia, dengan kalah tipis dari bursa acuan Thailand (indeks SET) yang menguat 0,77% dalam sepekan.
Dalam sepekan, sentimen yang menyelimuti pasar keuangan global semuanya berasal dari Negeri Paman Sam.
Awal pekan, pelaku pasar dibuat resah dengan ketegangan yang memuncak antara Amerika Serikat (AS) dan Iran setelah Washington mengenakan sanksi baru kepada jajaran pemimpin Teheran pada Senin (24/6/2019).
Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menjatuhkan sanksi baru pada pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Washington mengambil langkah dramatis untuk menekan Teheran agar mau terbuka terkait program misil dan nuklirnya, termasuk aktifitas yang direncanakan di wilayah itu.
Sanksi terbaru ini ditujukan untuk menolak akses kepemimpinan Iran ke sumber daya keuangan, menghalangi mereka dari menggunakan sistem keuangan Negeri Paman Sam atau memiliki askes ke aset manapun di AS, dikutip Reuters.
Washington juga dikabarkan akan memberikan sanksi serupa kepada Menteri Luar Negeri Iran Mohmmad Javad Zahir akhir pekan nanti.
Lebih lanjut juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi dalam Twitternya menyampaikan bahwa sanksi baru tersebut berarti pemutusan hubungan diplomasi antara kedua negara.
"Memberlakukan sanksi yang tidak berguna pada pemimpin tertinggi Iran dan komandan diplomasi Iran adalah penutupan jalur diplomasi," cuit Mousavi di Twitter.
Dengan semakin panasnya tensi antara kedua negara, tentu eskalasi menjadi perang menjadi sebuah hal yang tak bisa dikesampingkan, suatu berita yang sangat buruk bagi pasar saham dunia.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) Sentimen positif dari dalam negeri berhasil mendongkrak kinerja IHSG, dimana Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa neraca dagang Indonesia membukukan surplus senilai US$ 210 juta, sangat bertolak belakang dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memproyeksikan defisit senilai US$ 1,29 miliar.
Surplus yang di luar perkiraan membuat defisit neraca dagang Indonesia secara kumulatif (Januari-Mei) menyusut menjadi m enyusut menjadi US$ 2,14 miliar, cukup jauh di bawah defisit pada periode Januari-Mei 2018 yang senilai US$ 2,86 miliar.
Di lain pihak, pelaku pasar awalnya optimis terkait pertemuan kembali Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Osaka,Jepang.
Namun, sentimen optimis itu segera berbalik arah ketika kedua pemimpin negara malah masih bersikap dingin.
Trump menyampaikan bahwa pertemuan kali ini setidaknya akan produktif, meski ia tidak menjanjikan untuk mengangkat bea masuk yang telah atau akan dikenakan atas impor barang dari Negeri Tiongkok, dilansir Reuters.
Sementara itu, berbicara di hadapan pemimpin negara-negara BRICS (Brazil, Russia, India, China dan South Africa) lainnya, Xi memperingatkan mengenai langkah proteksionis yang diadopsi oleh beberapa negara maju.
"Semua ini menghancurkan arus perdagangan global... Hal ini juga mempengaruhi kepentingan bersama dari negara-negara kita, serta menghantui perdamaian dan stabilitas di seluruh dunia," kata Xi, dilansir dari Reuters.
Namun, kecemasan tersebut diselamatkan ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan kubu capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Putusan MK memperkuat hasil perhitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memenangkan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Jokowi yang melanjutkan periode pemerintahannya tentunya menjadi kabar bagus bagi pasar, arah kebijakan Istana Negara tentunya tidak akan banyak berubah. Satu ketidakpastian sudah hilang di pasar, karena pemerintah sekarang tinggal menjalankan roda perekonomian untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Presiden Jokowi sudah menyatakan akan mengambil kebijakan "gila" untuk kepentingan negara, dan tentunya untuk memacu perekonomian agar tumbuh lebih tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Pada perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jumat (28/6/2019), IHSG ditutup di level 6.358,63 poin, dimana ini berarti dalam sepekan bursa acuan Tanah Air berhasil menguat 0,68%.
Penguatan ini mengukuhkan posisi IHSG menjadi runner-up Asia, dengan kalah tipis dari bursa acuan Thailand (indeks SET) yang menguat 0,77% dalam sepekan.
Dalam sepekan, sentimen yang menyelimuti pasar keuangan global semuanya berasal dari Negeri Paman Sam.
Awal pekan, pelaku pasar dibuat resah dengan ketegangan yang memuncak antara Amerika Serikat (AS) dan Iran setelah Washington mengenakan sanksi baru kepada jajaran pemimpin Teheran pada Senin (24/6/2019).
Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menjatuhkan sanksi baru pada pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Washington mengambil langkah dramatis untuk menekan Teheran agar mau terbuka terkait program misil dan nuklirnya, termasuk aktifitas yang direncanakan di wilayah itu.
Sanksi terbaru ini ditujukan untuk menolak akses kepemimpinan Iran ke sumber daya keuangan, menghalangi mereka dari menggunakan sistem keuangan Negeri Paman Sam atau memiliki askes ke aset manapun di AS, dikutip Reuters.
Washington juga dikabarkan akan memberikan sanksi serupa kepada Menteri Luar Negeri Iran Mohmmad Javad Zahir akhir pekan nanti.
Lebih lanjut juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi dalam Twitternya menyampaikan bahwa sanksi baru tersebut berarti pemutusan hubungan diplomasi antara kedua negara.
"Memberlakukan sanksi yang tidak berguna pada pemimpin tertinggi Iran dan komandan diplomasi Iran adalah penutupan jalur diplomasi," cuit Mousavi di Twitter.
Dengan semakin panasnya tensi antara kedua negara, tentu eskalasi menjadi perang menjadi sebuah hal yang tak bisa dikesampingkan, suatu berita yang sangat buruk bagi pasar saham dunia.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) Sentimen positif dari dalam negeri berhasil mendongkrak kinerja IHSG, dimana Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa neraca dagang Indonesia membukukan surplus senilai US$ 210 juta, sangat bertolak belakang dibandingkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memproyeksikan defisit senilai US$ 1,29 miliar.
Surplus yang di luar perkiraan membuat defisit neraca dagang Indonesia secara kumulatif (Januari-Mei) menyusut menjadi m enyusut menjadi US$ 2,14 miliar, cukup jauh di bawah defisit pada periode Januari-Mei 2018 yang senilai US$ 2,86 miliar.
Di lain pihak, pelaku pasar awalnya optimis terkait pertemuan kembali Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Osaka,Jepang.
Namun, sentimen optimis itu segera berbalik arah ketika kedua pemimpin negara malah masih bersikap dingin.
Trump menyampaikan bahwa pertemuan kali ini setidaknya akan produktif, meski ia tidak menjanjikan untuk mengangkat bea masuk yang telah atau akan dikenakan atas impor barang dari Negeri Tiongkok, dilansir Reuters.
Sementara itu, berbicara di hadapan pemimpin negara-negara BRICS (Brazil, Russia, India, China dan South Africa) lainnya, Xi memperingatkan mengenai langkah proteksionis yang diadopsi oleh beberapa negara maju.
"Semua ini menghancurkan arus perdagangan global... Hal ini juga mempengaruhi kepentingan bersama dari negara-negara kita, serta menghantui perdamaian dan stabilitas di seluruh dunia," kata Xi, dilansir dari Reuters.
Namun, kecemasan tersebut diselamatkan ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan kubu capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Putusan MK memperkuat hasil perhitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memenangkan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Jokowi yang melanjutkan periode pemerintahannya tentunya menjadi kabar bagus bagi pasar, arah kebijakan Istana Negara tentunya tidak akan banyak berubah. Satu ketidakpastian sudah hilang di pasar, karena pemerintah sekarang tinggal menjalankan roda perekonomian untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Presiden Jokowi sudah menyatakan akan mengambil kebijakan "gila" untuk kepentingan negara, dan tentunya untuk memacu perekonomian agar tumbuh lebih tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Most Popular