
OJK: Restatement Lapkeu, Kemungkinan Garuda Merugi!
Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
28 June 2019 14:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjatuhkan sanksi administrasi kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) selaku auditor laporan keuangan Garuda. Pasalnya, keduanya terbukti salah dalam menyajikan laporan keuangan tahunan 2018.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fahri Hilmi menyatakan dengan demikian laporan keuangan Garuda Indonesia yang sebelumnya harus disajikan kembali atau restatement dan laporan keuangan pun nantinya berubah menjadi rugi sebagai konsekuensi dari restatement itu.
"Iya [jadi rugi], nanti kita lihat dulu, konsekuensi ya," kata Fahri di Kementerian Keuangan, Jumat (28/6/2019).
Fahri menjelaskan Garuda Indonesia wajib menyampaikan kembali laporan keuangan yang sudah diperbaiki paling lambat 14 hari sejak hari ini, atau 18 Juli mendatang.
Fahri tidak menyebut apakah ada konsekuensi pidana atas rekayasa laporan keuangan Garuda itu.
Saat ini, pihaknya fokus pada penyajian laporan keuangan yang dinilai tidak sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
"Saya kira untuk saat ini kita melihat ada laporan keuangan tahunan [yang] penyajiannya tidak sesuai dengan POJK dan PSAK. Untuk itu dikenakan sanksi. Itu dulu," ungkapnya.
Kementerian Keuangan melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) menjatuhkan sanksi terhadap Garuda sebagai perusahaan terbuka, direksi, dan komisaris secara kolektif. Garuda sebagai emiten dikenakan denda Rp 100 juta.
Selain itu, direksi yang menandatangani laporan keuangan dikenakan masing-masing Rp 100 juta. Secara kolektif, direksi dan komisaris, kecuali yang tidak menandatangani laporan keuangan, dikenakan denda kolektif Rp 100 juta.
"Ada kesalahan laporan keuangan. Kita kerja sama dengan Kemenkeu, Bursa Efek Indonesia [BEI], Ikatan Akuntan Indonesia [IAI]. Saya kira sudah final kita kenakan sanksi. Kecuali setelah itu ada fakta-fakta," ungkapnya.
Sampai saat ini, Fahri menjelaskan pihaknya tidak menemukan ada kejanggalan yang mengarah pada kasus hukum pidana. Adapun pembayaran denda itu akan dibayarkan ke OJK.
Pada 31 Oktober 2018, Grup Garuda Indonesia, termasuk Sriwijaya Air, mengadakan perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) terkait penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan (wi-fi on board) dan hiburan dalam pesawat.
Atas perjanjian tersebut MAT bersedia membayar biaya kompensasi senilai US$ 239,94 juta untuk hak pemasangan peralatan konektivitas pada 203 pesawat dan layanan hiburan pada 99 pesawat.
Alhasil, GIAA mencatat keuntungan sebesar US$ 809.846 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$) dari yang sebelumnya rugi US$ 216,58 juta (Rp 3,07 triliun).
Pencapaian tersebut sejatinya tidak seiring dengan kinerja top line (pendapatan) perusahaan yang hanya tumbuh tipis 4,69% year-on-year (YoY) menjadi US$ 4,37 miliar dibanding pencapaian tahun 2017 US$ 4,18 miliar.
(tas) Next Article Garuda Indonesia (GIAA) Mau Tambah 8 Pesawat, Keluarkan Kocek Segini
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fahri Hilmi menyatakan dengan demikian laporan keuangan Garuda Indonesia yang sebelumnya harus disajikan kembali atau restatement dan laporan keuangan pun nantinya berubah menjadi rugi sebagai konsekuensi dari restatement itu.
"Iya [jadi rugi], nanti kita lihat dulu, konsekuensi ya," kata Fahri di Kementerian Keuangan, Jumat (28/6/2019).
Fahri menjelaskan Garuda Indonesia wajib menyampaikan kembali laporan keuangan yang sudah diperbaiki paling lambat 14 hari sejak hari ini, atau 18 Juli mendatang.
![]() |
Fahri tidak menyebut apakah ada konsekuensi pidana atas rekayasa laporan keuangan Garuda itu.
Saat ini, pihaknya fokus pada penyajian laporan keuangan yang dinilai tidak sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
"Saya kira untuk saat ini kita melihat ada laporan keuangan tahunan [yang] penyajiannya tidak sesuai dengan POJK dan PSAK. Untuk itu dikenakan sanksi. Itu dulu," ungkapnya.
Kementerian Keuangan melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) menjatuhkan sanksi terhadap Garuda sebagai perusahaan terbuka, direksi, dan komisaris secara kolektif. Garuda sebagai emiten dikenakan denda Rp 100 juta.
Selain itu, direksi yang menandatangani laporan keuangan dikenakan masing-masing Rp 100 juta. Secara kolektif, direksi dan komisaris, kecuali yang tidak menandatangani laporan keuangan, dikenakan denda kolektif Rp 100 juta.
"Ada kesalahan laporan keuangan. Kita kerja sama dengan Kemenkeu, Bursa Efek Indonesia [BEI], Ikatan Akuntan Indonesia [IAI]. Saya kira sudah final kita kenakan sanksi. Kecuali setelah itu ada fakta-fakta," ungkapnya.
Sampai saat ini, Fahri menjelaskan pihaknya tidak menemukan ada kejanggalan yang mengarah pada kasus hukum pidana. Adapun pembayaran denda itu akan dibayarkan ke OJK.
Pada 31 Oktober 2018, Grup Garuda Indonesia, termasuk Sriwijaya Air, mengadakan perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) terkait penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan (wi-fi on board) dan hiburan dalam pesawat.
Atas perjanjian tersebut MAT bersedia membayar biaya kompensasi senilai US$ 239,94 juta untuk hak pemasangan peralatan konektivitas pada 203 pesawat dan layanan hiburan pada 99 pesawat.
Alhasil, GIAA mencatat keuntungan sebesar US$ 809.846 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$) dari yang sebelumnya rugi US$ 216,58 juta (Rp 3,07 triliun).
Pencapaian tersebut sejatinya tidak seiring dengan kinerja top line (pendapatan) perusahaan yang hanya tumbuh tipis 4,69% year-on-year (YoY) menjadi US$ 4,37 miliar dibanding pencapaian tahun 2017 US$ 4,18 miliar.
(tas) Next Article Garuda Indonesia (GIAA) Mau Tambah 8 Pesawat, Keluarkan Kocek Segini
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular