
Data Inflasi Jerman Kerek Naik Mata Uang Euro
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 June 2019 20:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang euro menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) jelang dibukanya perdagangan sesi AS Kamis (27/6/19). Rilis data inflasi Jerman yang tumbuh lebih tinggi dari prediksi turut mengerek naik mata uang 19 negara ini.
Pada pukul 19:35 WIB, euro diperdagangkan di kisaran US$ 1,1372 atau menguat 0,04%, setelah sebelumnya melemah ke di level US$ 1,1346 di pasar spot, mengutip data dari Refinitiv.
Badan Statistik Jerman, Destatis, melaporkan inflasi di bulan Juni tumbuh sebesar 0,03%, lebih tinggi dari pertumbuhan bulan lalu sebesar 0,2%. Data tersebut juga lebih tinggi dari prediksi di Forex Factory sebesar 0,2%.
Inflasi merupakan salah satu acuan Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) untuk memutuskan kebijakan moneter. Rendahnya inflasi di zona euro membuat ECB berencana kembali banjiri likuiditas sebagai stimulus moneter. Bank sentral pimpinan Mario Draghi tersebut juga membuka peluang menurunkan suku bunga acuan jika diperlukan.
Jerman merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di zona euro, kenaikan inflasi di negara tersebut bisa berdampak positif ke negara-negara lainnya.
Euro pada Selasa (25/6/19) lalu berhasil mencapai level tertinggi tiga bulan akibat Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang bersikap dovish. Bahkan The Fed juga terlihat lebih dovish dibandingkan dengan ECB.
The Fed sudah menyatakan membuka peluang pemangkasan suku bunga saat mengumumkan kebijakan moneter pada pekan lalu. Pasca keluarnya pernyataan tersebut, pelaku pasar memperkirakan bank sentral pimpinan Jerome Powell tersebut akan memangkas suku bunga secara agresif, yang membuat performa dolar jeblok.
Spekulasi yang beredar bahkan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan bulan Juli nanti (1 Agustus waktu Indonesia. Namun, beberapa pejabat The Fed sudah mengesampingkan kemungkinan tersebut, termasuk Presiden The Fed St. Louis, James Bullard yang terkenal paling dovish.
"Duduk di sini hari ini, saya rasa 50 basis poin akan berlebihan," ujarnya kepada Bloomberg TV dan dikutip Reuters.
"Saya tidak merasa situasi saat ini benar-benar meminta hal tersebut namun saya bersedia menurunkan 25 basis poin. Saya tidak suka mendahului pertemuan (The Fed) karena banyak hal bisa berubah hingga saat itu tiba. Namun, jika saya harus memutuskan hari ini, itulah yang akan saya lakukan," lanjutnya.
Dolar berhasil bangkit pasca pernyataan Bullard, dan membuat euro berbalik melemah dalam dua hari terakhir. Namun, pada hari ini kekuatan kedua mata uang ini terlihat setara, dan euro beberapa kali bolak balik ke zona positif dan negatif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%
Pada pukul 19:35 WIB, euro diperdagangkan di kisaran US$ 1,1372 atau menguat 0,04%, setelah sebelumnya melemah ke di level US$ 1,1346 di pasar spot, mengutip data dari Refinitiv.
Inflasi merupakan salah satu acuan Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) untuk memutuskan kebijakan moneter. Rendahnya inflasi di zona euro membuat ECB berencana kembali banjiri likuiditas sebagai stimulus moneter. Bank sentral pimpinan Mario Draghi tersebut juga membuka peluang menurunkan suku bunga acuan jika diperlukan.
Jerman merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di zona euro, kenaikan inflasi di negara tersebut bisa berdampak positif ke negara-negara lainnya.
Euro pada Selasa (25/6/19) lalu berhasil mencapai level tertinggi tiga bulan akibat Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang bersikap dovish. Bahkan The Fed juga terlihat lebih dovish dibandingkan dengan ECB.
The Fed sudah menyatakan membuka peluang pemangkasan suku bunga saat mengumumkan kebijakan moneter pada pekan lalu. Pasca keluarnya pernyataan tersebut, pelaku pasar memperkirakan bank sentral pimpinan Jerome Powell tersebut akan memangkas suku bunga secara agresif, yang membuat performa dolar jeblok.
Spekulasi yang beredar bahkan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan bulan Juli nanti (1 Agustus waktu Indonesia. Namun, beberapa pejabat The Fed sudah mengesampingkan kemungkinan tersebut, termasuk Presiden The Fed St. Louis, James Bullard yang terkenal paling dovish.
"Duduk di sini hari ini, saya rasa 50 basis poin akan berlebihan," ujarnya kepada Bloomberg TV dan dikutip Reuters.
"Saya tidak merasa situasi saat ini benar-benar meminta hal tersebut namun saya bersedia menurunkan 25 basis poin. Saya tidak suka mendahului pertemuan (The Fed) karena banyak hal bisa berubah hingga saat itu tiba. Namun, jika saya harus memutuskan hari ini, itulah yang akan saya lakukan," lanjutnya.
Dolar berhasil bangkit pasca pernyataan Bullard, dan membuat euro berbalik melemah dalam dua hari terakhir. Namun, pada hari ini kekuatan kedua mata uang ini terlihat setara, dan euro beberapa kali bolak balik ke zona positif dan negatif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%
Most Popular