The Fed Tidak Terlalu Dovish, Dolar Kok Masih Loyo?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 June 2019 21:23
Pergerakan dolar terlihat masih kurang bertenaga meski beberapa pejabat Bank Sentral AS bersikap tidak terlalu dovish
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) memang menguat terhadap mata uang utama lainnya pada perdagangan hari ini Rabu (26/6/19). Namun, pergerakan dolar terlihat masih kurang bertenaga meski beberapa pejabat Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bersikap tidak terlalu dovish Selasa kemarin.

Pada pukul 21:10 WIB, indeks dolar berada di kisaran 96,30 atau menguat sekitar 0,16%, mengutip data dari Refinitiv.



Presiden The Fed St. Louis, James Bullard, salah satu anggota pembuat kebijakan atau Federal Open Market Committee (FOMC) yang memilih untuk memangkas suku bunga pada rapat kebijakan moneter pekan lalu, kali ini justru mengesampingkan kemungkinan pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps)

"Duduk di sini hari ini, saya rasa 50 basis poin akan berlebihan," ujarnya kepada Bloomberg TV dan dikutip Reuters.

"Saya tidak merasa situasi saat ini benar-benar meminta hal tersebut namun saya bersedia menurunkan 25 basis poin. Saya tidak suka mendahului pertemuan (The Fed) karena banyak hal bisa berubah hingga saat itu tiba. Namun, jika saya harus memutuskan hari ini, itulah yang akan saya lakukan," lanjutnya.



Sementara itu sang pimpinan alias Gubernur The Fed, Jerome Powell, menegaskan The Fed tetap independen, tidak terpengaruh tekanan dari Presiden AS Donald Trump yang terus mendesak untuk menurunkan suku bunga.

Begitu juga tidak terpengaruh dengan spekulasi pasar keuangan yang melihat The Fed akan memangkas suku bunga secara agresif.

Merespon pernyataan dua pernyataan tersebut memang terjadi penurunan spekulasi akan pemangkasan 50 basis poin pada bulan depan, namun secara keseluruhan pelaku pasar masih melihat besarnya peluang The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini.

Hal tersebut terlihat dari perangkat FedWatch milik CME Group, yang menunjukkan adanya probabilitas sebesar 40,7% tingkat suku bunga The Fed sebesar 1,50% - 1,75% di bulan Desember. Probabilitas tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan yang lainnya, yang mengindikasikan suku bunga akan turun sebesar 75 basis poin dari saat ini sebesar 2,25% - 2,50%.

Perangkat yang sama menunjukkan peluang The Fed akan menurunkan suku bunga di bulan Juli, September, dan Desember dengan masing-masing sebesar 25 basis poin.



Sementara itu, Departemen Perdagangan AS beberapa saat lalu merilis data pesanan barang tahan lama turun sebesar 1,3% di bulan Mei, melanjutkan penurunan bulan sebelumnya 2,8%. Sementara pesanan barang tahan lama inti, yang tidak memasukkan sektor transportasi dalam perhitungan mencatat kenaikan tipis 0,1% di bulan Mei.

Data-data tersebut menunjukkan belanja modal dunia usaha masih tertekan, yang tentunya menggambarkan ekspansi bisnis yang melambat.



Dolar terlihat kembali loyo pasca rilis data tersebut, selain itu fokus para investor kini sudah tertuju pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 pada 28 - 29 Juni di Tokyo. Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping akan menjadi sorotan utama.

Pertemuan dua tokoh ini bisa menjadi penentu apakah perang dagang antara AS - China akan berakhir atau malah semakin membesar. Perang dagang dua raksasa ekonomi dunia ini menjadi penyebab utama pelambatan ekonomi global. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/dru) Next Article Gegara Corona & The Fed, Euro Melesat ke Level Tinggi 1 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular