
Neraca Dagang Surplus Tak Mampu Angkat IHSG dari Zona Merah
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
24 June 2019 16:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca dagang Indonesia bulan Mei tidak mampu menyelamatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sepanjang hari anteng diperdagangkan di zona merah.
Hari ini (24/6/2019), IHSG ditutup terkoreksi 0,43% ke level 6.288,46 poin dan juga mencatatkan aksi jual bersih investor asing mencapai Rp 106,76 miliar di pasar reguler. Performa bursa saham utama Tanah Air berbanding terbalik dengan bursa acuan kawasan Asia yang hingga berita ini dimuat ditransaksikan di zona hijau.
Emiten-emiten yang ikut menekan kinerja IHSG diantaranya PT Yulie Sekuritas Indonesia Tbk/YULE (-11,27%), PT Sitara Propertindo Tbk/TARA (-10,3%), PT Alfa Energi Investama Tbk/FIRE (-9,72%), PT Roda Vivatex Tbk/RDTX (-9,09%), PT Binakarya Jaya Abadi Tbk/BIKA (-7,21%)
Pengumuman data neraca perdagangan tidak banyak mengangkat IHSG. Di luar dugaan pasar, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus pada Mei 2019. Padahal konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memproyeksi defisit neraca dagang mencapai US$ 1,29 triliun.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Mei surplus US$ 210 juta, dimana hasil positif tersebut disokong oleh penurunan impor yang cukup tajam bulan lalu.
Sepanjang bulan Mei, total impor hanya sebesar US$ 14,53 miliar atau turun 17,71% secara tahunan. Penurunan impor paling besar tercatat di kategori bahan baku dan barang modal.
Impor bahan baku anjlok 19,3% year-on-year (YoY), sedangkan impor barang modal terkontraksi 15,24% YoY.
Ini tentunya bukan prestasi yang patut dibanggakan, karena penurunan impor bahan baku dan barang modal mengindikasikan adanya penurunan gairah aktifitas industri Tanah Air.
Di lain pihak, surplus neraca dagang Indonesia tidak berarti ekspor mengalami peningkatan. Total ekspor melemah 8,99% secara tahunan menjadi US$ 14,74 miliar. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas batu bara dan minyak sawit mentah.
Tampaknya kondisi inilah yang membuat pelaku pasar kurang mengapresiasi berita neraca perdagangan Indonesia yang surplus di bulan Mei.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Hari ini (24/6/2019), IHSG ditutup terkoreksi 0,43% ke level 6.288,46 poin dan juga mencatatkan aksi jual bersih investor asing mencapai Rp 106,76 miliar di pasar reguler. Performa bursa saham utama Tanah Air berbanding terbalik dengan bursa acuan kawasan Asia yang hingga berita ini dimuat ditransaksikan di zona hijau.
Emiten-emiten yang ikut menekan kinerja IHSG diantaranya PT Yulie Sekuritas Indonesia Tbk/YULE (-11,27%), PT Sitara Propertindo Tbk/TARA (-10,3%), PT Alfa Energi Investama Tbk/FIRE (-9,72%), PT Roda Vivatex Tbk/RDTX (-9,09%), PT Binakarya Jaya Abadi Tbk/BIKA (-7,21%)
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Mei surplus US$ 210 juta, dimana hasil positif tersebut disokong oleh penurunan impor yang cukup tajam bulan lalu.
Sepanjang bulan Mei, total impor hanya sebesar US$ 14,53 miliar atau turun 17,71% secara tahunan. Penurunan impor paling besar tercatat di kategori bahan baku dan barang modal.
Impor bahan baku anjlok 19,3% year-on-year (YoY), sedangkan impor barang modal terkontraksi 15,24% YoY.
Ini tentunya bukan prestasi yang patut dibanggakan, karena penurunan impor bahan baku dan barang modal mengindikasikan adanya penurunan gairah aktifitas industri Tanah Air.
Di lain pihak, surplus neraca dagang Indonesia tidak berarti ekspor mengalami peningkatan. Total ekspor melemah 8,99% secara tahunan menjadi US$ 14,74 miliar. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas batu bara dan minyak sawit mentah.
Tampaknya kondisi inilah yang membuat pelaku pasar kurang mengapresiasi berita neraca perdagangan Indonesia yang surplus di bulan Mei.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Pages
Most Popular