
Neraca Dagang Surplus, Kenapa IHSG Masih Merah?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 June 2019 12:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Sesi I dengan pelemahan. Rilis data beraca perdagangan yang di luar dugaan tidak banyak membantu IHSG.
Pada Senin (24/6/2019), IHSG mengakhiri perdagangan Sesi I dengan koreksi 0,09% ke 6.310,03. Sejak pembukaan pasar, IHSG memang lebih banyak menghabiskan waktu berkubang di zona merah.
Pengumuman data neraca perdagangan tidak banyak mengangkat IHSG. Di luar dugaan pasar, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus pada Mei 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Mei surplus US$ 210 juta. Ini didapat dari nilai ekspor yang sebesar US$ 14,74 miliar (turun 8,99% year-on-year/YoY) dan impor US$ 14,53 miliar (turun 17,71% YoY).
Realisasi ini lebih baik ketimbang ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan defisit US$ 1,294 miliar.
Surplus neraca perdagangan memang membantu IHSG menipiskan pelemahan. Namun belum mampu membuatnya menyeberang ke zona hijau.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sepertinya IHSG mengikuti arah pergerakan bursa saham Asia yang mayoritas melemah. Pada pukul 12:09 WIB, indeks saham Benua Kuning yang masih terkoreksi adalah Shanghai Composite (-0,09%), Sensex India (-0,12%), KLSE Malaysia (-0,38%), Straits Times (-0,33%), TW Index Taiwan (-0,33%), dan SET Thailand (-0,14%). Sementara yang menguat hanya Hang Seng (0,23%), Nikkei 225 (0,12%), PSEI Filipina (0,45%), dan Kospi Korea Selatan (0,08%).
Setelah pekan lalu dibuai oleh ekspektasi pelonggaran moneter global, kini pelaku pasar kembali menginjak bumi dan melihat ada sebuah risiko besar yaitu ketegangan di Timur Tengah. Hubungan Amerika Serikat (AS)-Iran semakin memburuk.
Teranyar, mulai Senin waktu Washington, AS akan menerapkan sanksi baru terhadap Negeri Persia meski belum diketahui apa bentuknya. Sanksi ini datang selepas hubungan kedua negara yang memanas akibat Iran menembak jatuh drone milik AS.
Presiden AS Donald Trump meradang karena drone tersebut ditembak jatuh di area yang diklaim AS merupakan wilayah udara internasional. Sementara Iran menegaskan drone AS terbang di atas wilayah udara mereka.
"Kami akan mengenakan sanksi tambahan kepada Iran pada Senin. Saya menantikan saat di mana sanksi-sanksi itu dihapus, sehingga mereka bisa kembali menjadi bangsa yang produktif dan makmur," cuit Trump di Twitter.
Namun Iran masih panas. Teheran menegaskan bakal melawan segala bentuk ancaman dari Washington.
"Apa pun keputusan yang dibuat oleh pemerintah AS, kami tidak akan membiarkan batas wilayah dilanggar. Iran akan melawan dengan tegas segala agresi dan ancaman dari AS," kata Abbas Mousavi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, mengutip Reuters.
Apabila friksi AS-Iran terus tereskalasi, bukan tidak mungkin akan memuncak menjadi konflik bersenjata alias perang. Amit-amit, semoga tidak terjadi. Namun Trump sendiri menyatakan bahwa opsi aksi militer selalu ada di atas meja.
Bahkan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad memperingatkan bahwa jika ketegangan AS-Iran terus tereskalasi, maka bukan tidak mungkin akan menyebabkan perang dunia ketiga. Sebuah risiko yang tidak main-main.
Perkembangan ini membuat investor memilih bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Risiko meletusnya perang membuat pelaku pasar berbondong-bondong menyerbu aset aman (safe haven) seperti emas.
Pada pukul 12:17 WIB, harga emas dunia berada di US$ 1.401,59. Ini merupakan titik tertinggi sejak Agustus 2013.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Pada Senin (24/6/2019), IHSG mengakhiri perdagangan Sesi I dengan koreksi 0,09% ke 6.310,03. Sejak pembukaan pasar, IHSG memang lebih banyak menghabiskan waktu berkubang di zona merah.
Pengumuman data neraca perdagangan tidak banyak mengangkat IHSG. Di luar dugaan pasar, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus pada Mei 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Mei surplus US$ 210 juta. Ini didapat dari nilai ekspor yang sebesar US$ 14,74 miliar (turun 8,99% year-on-year/YoY) dan impor US$ 14,53 miliar (turun 17,71% YoY).
Realisasi ini lebih baik ketimbang ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan defisit US$ 1,294 miliar.
Surplus neraca perdagangan memang membantu IHSG menipiskan pelemahan. Namun belum mampu membuatnya menyeberang ke zona hijau.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sepertinya IHSG mengikuti arah pergerakan bursa saham Asia yang mayoritas melemah. Pada pukul 12:09 WIB, indeks saham Benua Kuning yang masih terkoreksi adalah Shanghai Composite (-0,09%), Sensex India (-0,12%), KLSE Malaysia (-0,38%), Straits Times (-0,33%), TW Index Taiwan (-0,33%), dan SET Thailand (-0,14%). Sementara yang menguat hanya Hang Seng (0,23%), Nikkei 225 (0,12%), PSEI Filipina (0,45%), dan Kospi Korea Selatan (0,08%).
Setelah pekan lalu dibuai oleh ekspektasi pelonggaran moneter global, kini pelaku pasar kembali menginjak bumi dan melihat ada sebuah risiko besar yaitu ketegangan di Timur Tengah. Hubungan Amerika Serikat (AS)-Iran semakin memburuk.
Teranyar, mulai Senin waktu Washington, AS akan menerapkan sanksi baru terhadap Negeri Persia meski belum diketahui apa bentuknya. Sanksi ini datang selepas hubungan kedua negara yang memanas akibat Iran menembak jatuh drone milik AS.
Presiden AS Donald Trump meradang karena drone tersebut ditembak jatuh di area yang diklaim AS merupakan wilayah udara internasional. Sementara Iran menegaskan drone AS terbang di atas wilayah udara mereka.
"Kami akan mengenakan sanksi tambahan kepada Iran pada Senin. Saya menantikan saat di mana sanksi-sanksi itu dihapus, sehingga mereka bisa kembali menjadi bangsa yang produktif dan makmur," cuit Trump di Twitter.
Namun Iran masih panas. Teheran menegaskan bakal melawan segala bentuk ancaman dari Washington.
"Apa pun keputusan yang dibuat oleh pemerintah AS, kami tidak akan membiarkan batas wilayah dilanggar. Iran akan melawan dengan tegas segala agresi dan ancaman dari AS," kata Abbas Mousavi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, mengutip Reuters.
Apabila friksi AS-Iran terus tereskalasi, bukan tidak mungkin akan memuncak menjadi konflik bersenjata alias perang. Amit-amit, semoga tidak terjadi. Namun Trump sendiri menyatakan bahwa opsi aksi militer selalu ada di atas meja.
Bahkan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad memperingatkan bahwa jika ketegangan AS-Iran terus tereskalasi, maka bukan tidak mungkin akan menyebabkan perang dunia ketiga. Sebuah risiko yang tidak main-main.
Perkembangan ini membuat investor memilih bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Risiko meletusnya perang membuat pelaku pasar berbondong-bondong menyerbu aset aman (safe haven) seperti emas.
Pada pukul 12:17 WIB, harga emas dunia berada di US$ 1.401,59. Ini merupakan titik tertinggi sejak Agustus 2013.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Most Popular