Saham MU Anjlok 4,52% dalam Sebulan, Saatnya #GlazersOut?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 June 2019 11:34
Saham MU Anjlok 4,52% dalam Sebulan, Saatnya #GlazersOut?
Ilustrasi Logo Manchester United (REUTERS/David Klein)
Jakarta, CNBC Indonesia - Klub sepakbola asal Inggris Manchester United belum bisa lepas dari nestapa. Luka akibat performa musim lalu yang semenjana diperparah dengan performa saham Setan Merah di lantai bursa. 

Dalam sebulan terakhir, harga saham United yang diperdagangkan di Wall Street amblas 4,52%. Harga saham klub yang bermarkas di Stadion Old Trafford ini menyentuh titik terendah sejak 17 Desember 2018. 

 

Klub sepakbola yang mencatatkan sahamnya di bursa diperlakukan layaknya emiten pada umumnya. Investor akan memantau fundamental dari emiten tersebut. Bagi klub sepakbola, fundamental itu adalah performa di lapangan. 

Musim 2018/2019 adalah periode yang layak dilupakan oleh United. Pasukan Teater Impian hanya mampu finis di peringkat enam dengan raihan 66 poin, berselisih 32 angka dari sang juara sekaligus tetangga, Manchester City. 

Sepanjang musim lalu, United kebobolan sampai 54 gol. Terburuk kedua di 10 besar, hanya lebih baik dari West Ham United yang kemasukan 55 gol.  

Suasana di internal tim juga kurang harmonis. Jose Mourinho dipecat bahkan sebelum tengah musim. Gosipnya, The Special One tidak lagi mendapat hormat dari sejumlah pemain seperti superstar asal Prancis, Paul Pogba. 

United kemudian memanggil eks penyerang mereka, Ole Gunnar Solskjaer, sebagai pengganti Mourinho. Awalnya The Baby-faced Assassin membawa harapan, United rajin memetik tiga poin dan menjadi kontestan menuju empat besar (batas jatah Inggris di Liga Champions Eropa). 

Namun kemudian situasi berbalik. Ole's at the Wheel ternyata hanya bisa ngebut sebentar untuk kemudian ngadat lagi. Dalam 12 pertandingan terakhir di Liga Primer Inggris musim lalu, David de Gea dan kolega hanya mampu menang dua kali. Hasilnya, United finis di posisi enam dan harus rela bermain di liga malam Jumat alias Liga Europa. 


Ini tentu membuat investor uring-uringan. Sebab absen di Liga Champions berarti kehilangan pemasukan yang lumayan. Artinya, laba klub terancam melambat sehingga saham United terkena tekanan jual. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Hal lain yang membuat investor (dan fans) gusar adalah manajemen United seakan tidak peka dengan perkembangan tersebut. United malah melepas Ander Herrera dengan gratis ke Paris St Germain karena kontraknya habis. 

Padahal Herrera adalah salah satu pemain yang tampil cukup apik. Namun proses negosiasi perpanjangan kontrak yang buntu membuatnya pergi dengan cuma-cuma. 

Cara United menangani kontrak pemain menjadi tanda tanya besar. CEO Ed Woodward dan rekan rela mengguyur Alexis Sanchez dengan gaji GBP 500.000 (Rp 9,84 miliar dengan kurs saat ini) per pekan. Sedangkan peran Herrera di tim lebih vital ketimbang penyerang asal Cile tersebut. 


Sebagian pihak menilai situasi semacam ini bisa terjadi karena United tidak memiliki direktur olahraga. Masalah rekrutmen ditangani langsung oleh Woodward, yang sepertinya lebih memilih pertimbangan komersial ketimbang kebutuhan tim. 

Selepas era Sir Alex Ferguson, hanya beberapa rekrutan United yang bisa dianggap sukses. Contoh paling umum tentu De Gea, disusul oleh Herrera. Kemudian yang hit and miss ada Juan Mata, Romelu Lukaku, atau Anthony Martial. Kalau yang gagal total ya Alexis. 

Mengutip Metro, Woodward sebenarnya sempat mencari sosok untuk mengisi slot direktur olahraga. Beberapa nama yang mencuat antara lain Darren Fletcher, Patrice Evra, sampai Rio Ferndinand. Ketiganya pernah mengabdi di United sebagai pemain. 

Namun, mengutip Daily Mail, Woodward tak kunjung menemukan figur yang tepat. Oleh karena itu, eks bankir JP Morgan tersebut masih akan menangani urusan transfer United pada musim panas ini. 

Melihat jejak rekam Woodward dalam hal transfer pemain, investor dan fans bisa jadi kebat-kebit. Sebab itu tadi, kebanyakan pemain yang didatangkan Woodward ternyata tidak meyakinkan. Bahkan Pogba yang sempat menjadi pemain termahal dunia belum bisa mengangkat prestasi United, hanya menaikkan penjualan jersey.

Ya, itu yang menjadi kekhawatiran. Woodward dipandang terlalu melihat United sebagai sebuah entitas bisnis. Rekrutmen pemain lebih banyak menggunakan pendekatan cuan ketimbang mendongrak performa di lapangan. 

Perkembangan ini membuat tagar #GlazersOut menjadi salah satu trending topic di media sosial. Keluarga Glazer adalah pemilik United sejak 2005 sampai saat ini, yang mempercayakan posisi CEO kepada Woodward. 

Di tangan Malcolm Glazer, United memang menjadi klub paling menguntungkan di dunia. Bahkan beberapa kali memuncaki daftar klub terkaya versi Forbes. 


Namun seiring perjalanan waktu, fans melihat Glazer hanya menjadikan United sebagai mesin uang. Ambisi untuk mengukir prestasi semakin memudar. Selagi masih untung, berada di posisi enam pun tidak masalah. 

Padahal penampilan di lapangan akan menentukan cuan atau tidaknya sebuah klub sepakbola. Sekarang mungkin United masih menjadi entitas bisnis yang menguntungkan. Namun kalau tidak ada perbaikan dari sisi hasil di lapangan, maka fundamental klub akan semakin rapuh dan keuntungan bakal tergerus seiring berjalannya waktu. 

So, apakah memang sudah saatnya #GlazersOut...?


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Laba MU Naik Nyaris 14% Tapi Sahamnya Anjlok 4%, Why...?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular