
Ini 'Kesalahan' Dalam Lapkeu Garuda Versi Institut Akuntan
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
21 June 2019 20:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah mengantongi kesimpulan mengenai laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) Tbk (GIAA/Garuda). Kesimpulan itu dibuat setelah melakukan penelaahan atas laporan keuangan Garuda terutama pada aspek pengakuan transaksi Garuda dengan Mahata Aero Teknologi selaku rekanan penyedia jasa WiFi di Pesawat sebesar US$ 239 juta sebagai pendapatan tahun 2018.
"Perlakuan akuntansi atas transaksi GIAA dengan Mahata sebesar US$ 239 juta sebagai pendapatan 2018 terlalu dini, tidak tepat karena kontrak GIAA dengan Mahata untuk jangka waktu 15 tahun, dan 10 tahun dengan Sriwijaya," jelas Ketua IAPI Tarkosunaryo dalam Diskusi Publik tentang Peran Akuntan Publik Dalam Tata Kelola Pelaporan, Jumat (21/6/2019).
Dalam paparannya, Tarkosunaryo menjelaskan transaksi pemberian hak layanan dengan kompensasi US$ 239 juta kepada Mahata dengan alokasi slot iklan merupakan transaksi tunggal, tidak terpisah. Sementara, GIAA meperlakukan transaksi tersebut sebagai dua transaksi berbeda yang atau dianggap tidak ada hubungannya.
IAPI juga menilai, GIAA masih akan menanggung kewajiban atau sisa kewajiban karena GIAA masih akan menanggung risiko atas pemasangan, pengelolaan, pemeliharaan peralatan layanan karena fasilitas tersebut menggunakan pesawat GIAA.
"Kenapa IAPI juga menyatakan ini terlalu dini [disebut pendapatan] karena saat teken, namanya teken kontrak itu kan orang baru komitmen. Kalau masih kontrak itu kan belum diakui transaksinya," ucap Tarko.
Tarko menjelaskan transaksi yang disebut Garuda dan Mahata dalam laporan keuangan sebenarnya boleh saja dilakukan. Asalkan, sudah fix dan mencetak prestasi kerja. Saat ini prestasi kerja dari transaksi baru satu.
"Artinya, satu per 203 [pesawat yang akan dipasang wifi per US$ 239 juta, kan? satu itu baru mulai loh. Baru mulai Desember sampai nanti 15 tahun. Setelah diinstall pasca pemasangan tadi ini Garuda masih akan tetap involve sampai periode akhir perjanjian tidak?" tutur Tarko.
"Kalau tahun ketiga atau tahun keenam putus [kontrak] kira-kira bagaimana? masih akan ada hitung-hitungan," imbuhnya.
IAPI menilai GIAA masih terus akan terlibat dalam skema bisnis tersebut selama periode kontrak, termasuk melakukan evaluasi periodik dua bulanan untuk menentukan keberlanjutan perjanjian kerjasama.
Selain itu, pemenuhan aspek manfaat ekonomi dari pendapatan akan mengalir kepada GIAA pada tahun 2018 masih diragukan karena ketika KSO GIAA dengan Sriwijaya berhenti di tengah jalan akan menimbulkan risiko dispute atas nilai US$ 28 juta.
(dru) Next Article Garuda Indonesia (GIAA) Mau Tambah 8 Pesawat, Keluarkan Kocek Segini
"Perlakuan akuntansi atas transaksi GIAA dengan Mahata sebesar US$ 239 juta sebagai pendapatan 2018 terlalu dini, tidak tepat karena kontrak GIAA dengan Mahata untuk jangka waktu 15 tahun, dan 10 tahun dengan Sriwijaya," jelas Ketua IAPI Tarkosunaryo dalam Diskusi Publik tentang Peran Akuntan Publik Dalam Tata Kelola Pelaporan, Jumat (21/6/2019).
Dalam paparannya, Tarkosunaryo menjelaskan transaksi pemberian hak layanan dengan kompensasi US$ 239 juta kepada Mahata dengan alokasi slot iklan merupakan transaksi tunggal, tidak terpisah. Sementara, GIAA meperlakukan transaksi tersebut sebagai dua transaksi berbeda yang atau dianggap tidak ada hubungannya.
"Kenapa IAPI juga menyatakan ini terlalu dini [disebut pendapatan] karena saat teken, namanya teken kontrak itu kan orang baru komitmen. Kalau masih kontrak itu kan belum diakui transaksinya," ucap Tarko.
Tarko menjelaskan transaksi yang disebut Garuda dan Mahata dalam laporan keuangan sebenarnya boleh saja dilakukan. Asalkan, sudah fix dan mencetak prestasi kerja. Saat ini prestasi kerja dari transaksi baru satu.
"Artinya, satu per 203 [pesawat yang akan dipasang wifi per US$ 239 juta, kan? satu itu baru mulai loh. Baru mulai Desember sampai nanti 15 tahun. Setelah diinstall pasca pemasangan tadi ini Garuda masih akan tetap involve sampai periode akhir perjanjian tidak?" tutur Tarko.
"Kalau tahun ketiga atau tahun keenam putus [kontrak] kira-kira bagaimana? masih akan ada hitung-hitungan," imbuhnya.
IAPI menilai GIAA masih terus akan terlibat dalam skema bisnis tersebut selama periode kontrak, termasuk melakukan evaluasi periodik dua bulanan untuk menentukan keberlanjutan perjanjian kerjasama.
Selain itu, pemenuhan aspek manfaat ekonomi dari pendapatan akan mengalir kepada GIAA pada tahun 2018 masih diragukan karena ketika KSO GIAA dengan Sriwijaya berhenti di tengah jalan akan menimbulkan risiko dispute atas nilai US$ 28 juta.
(dru) Next Article Garuda Indonesia (GIAA) Mau Tambah 8 Pesawat, Keluarkan Kocek Segini
Most Popular