
Sangar! Rupiah Terus Menguat dan Jadi Nomor 1 Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 June 2019 09:31

Rupiah memang sedang masa kejayaan. Di satu sisi, rupiah mendapat durian runtuh karena suku bunga global yang cenderung bergerak turun.
The Federal Reserve/The Fed, European Central Bank (ECB), Bank of Japan (BoJ), dan sebagainya telah mengeluarkan indikasi pelonggaran kebijakan moneter. Suku bunga global sedang mengarah ke selatan.
Penurunan suku bunga global menyebabkan likuiditas berlimpah, dan dana-dana ini butuh tempat bernaung. Indonesia bisa menyediakan itu.
Dari sisi keuntungan, berinvestasi di Indonesia berpotensi cuan. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun saat ini berada di 7,337%. Meski turun terus dalam 10 hari terakhir, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan instrumen serupa di negara-negara tetangga seperti Malaysia (3,657%), Thailand (2,15%), Filipina (5,088%), sampai India (6,791%).
Bahkan pasar saham Indonesia juga masih menjanjikan cuan. Saat ini valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diukur dengan Price to Earnings Ratio (P/E) ada di 16,48 kali. Masih lebih rendah dari KLCI Malaysia (18,31 kali), SET Thailand (17 kali), PSEI Filipina (19,38 kali), hingga Sensex India (24,29 kali).
Sementara dari sisi keamanan, Indonesia baru saja menerima kenaikan rating dari Standard and Poor's (S&P). Artinya risiko berinvestasi di Indonesia semakin rendah, Indonesia kian layak menjadi tempat menanamkan modal.
Dua faktor tersebut, keuntungan dan keamanan berinvestasi, bisa membuat Bank Indonesia (BI) lebih tenang. Bank sentral menjadi punya ruang, lebih leluasa untuk menurunkan suku bunga acuan.
Kemarin, Gubernur Perry Warijyo menyatakan penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate pasti akan dieksekusi, tinggal menunggu waktu yang tepat. Jika ini terwujud, maka dunia usaha maupun rumah tangga akan lebih bergairah dan siap berekspansi.
Ini tentu menjadi jaminan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Dengan prospek derasnya arus modal plus pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, rupiah bagai menemukan durian runtuh. Penguatan menjadi sebuah keniscayaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
The Federal Reserve/The Fed, European Central Bank (ECB), Bank of Japan (BoJ), dan sebagainya telah mengeluarkan indikasi pelonggaran kebijakan moneter. Suku bunga global sedang mengarah ke selatan.
Penurunan suku bunga global menyebabkan likuiditas berlimpah, dan dana-dana ini butuh tempat bernaung. Indonesia bisa menyediakan itu.
Bahkan pasar saham Indonesia juga masih menjanjikan cuan. Saat ini valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diukur dengan Price to Earnings Ratio (P/E) ada di 16,48 kali. Masih lebih rendah dari KLCI Malaysia (18,31 kali), SET Thailand (17 kali), PSEI Filipina (19,38 kali), hingga Sensex India (24,29 kali).
Sementara dari sisi keamanan, Indonesia baru saja menerima kenaikan rating dari Standard and Poor's (S&P). Artinya risiko berinvestasi di Indonesia semakin rendah, Indonesia kian layak menjadi tempat menanamkan modal.
Dua faktor tersebut, keuntungan dan keamanan berinvestasi, bisa membuat Bank Indonesia (BI) lebih tenang. Bank sentral menjadi punya ruang, lebih leluasa untuk menurunkan suku bunga acuan.
Kemarin, Gubernur Perry Warijyo menyatakan penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate pasti akan dieksekusi, tinggal menunggu waktu yang tepat. Jika ini terwujud, maka dunia usaha maupun rumah tangga akan lebih bergairah dan siap berekspansi.
Ini tentu menjadi jaminan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Dengan prospek derasnya arus modal plus pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, rupiah bagai menemukan durian runtuh. Penguatan menjadi sebuah keniscayaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular